Bab 25 | Hadiah

27 2 7
                                    

Bel tanda waktu beristirahat berbunyi. Di saat itulah semua siswa keluar dari kelasnya dan begitu juga dengan Langit. Dia sengaja ke Unit Kesehatan Sekolah untuk menemui Rahmat yang tengah sakit. Langit tidaklah sendirian. Dirinya ditemani oleh Qalam yang khawatir dengan kondisi Rahmat.

"Rahmat, bagaimana dengan kondisimu saat ini?" tanya Langit begitu sudah sampai di UKS.

"Aku masih tidak enak badan," ucap Rahmat. "Oh, iya. Di dalam tas milikku ada masker. Apa kalian membawa tas milikku?"

"Tentu saja kami membawanya," ucap Qalam sambil memberikan tas yang merupakan milik Rahmat.

Rahmat pun mulai membuka tas miliknya dan dia mengambil sebuah kotak yang berisi masker dalam jumlah banyak. Rahmat mengambil dua buah masker lalu memberikannya kepada Langit dan Qalam.

Qalam dan Langit seketika memakai masker itu. Tentunya itu untuk jaga-jaga jika dikhawatirkan Rahmat terpapar virus Corona.

"Jadi, apa yang disampaikan oleh guru kita hari ini?" tanya Rahmat.

"Guru hanya membahas tentang larangan seseorang yang melakukan pengintaian kepada sesama. Tentu saja itu adalah dosa karena berusaha mencari aib orang lain," ucap Qalam.

Rahmat merasa ditegur terlebih dengan apa yang telah dirinya lakukan kepada Annisa. Rahmat menyadari bahwa apa yang dia lakukan karena kurang ilmu agama.

Tentu Rahmat sudah tahu bahwa lebih dari seperempat sekolah menengah di negara Inggris tak lagi mengajarkan pendidikan agama. Sebanyak 34 persen sekolah tidak mengajarkan pendidikan agama pada siswa 11 sampai 13 tahun, dan hampir 44 persen siswa 14 sampai 16 tahun juga tidak memperoleh pendidikan agama. Padahal, berdasarkan regulasi di Inggris, seluruh sekolah negeri harus mengajarkan pendidikan agama dengan mengacu kepada silabus yang telah disepakati. Itulah yang disampaikan asosiasi guru agama di Inggris ketika mengungkap data yang mereka dapatkan.

Lalu, karena hal itulah yang membentuk Rahmat menjadi seperti ini. Terlebih dirinya adalah siswa yang tinggal di negara dengan agama Islam yang merupakan minoritas sehingga hal itu memperparah keadaan. Kini Rahmat sadar bahwa apa yang dia lakukan kali ini benar-benar salah. Tak ada satu pun alasan yang membenarkan apa yang telah dia lakukan. Rahmat menyadari penyakit yang dialami saat ini adalah akibat dari dosa-dosanya.

"Baiklah terima kasih teman-teman sudah mau datang ke sini," ucap Rahmat.

"Iya, sama-sama," ucap Qalam. "Ngomong-ngomong kamu ada salam dari Khalid. Katanya dia ada urusan sehingga dia tidak sempat datang ke sini."

"Oh terima kasih. Terus bagaimana dengan diriku. Apakah aku sudah diizinkan untuk pulang."

"Kata guru kamu boleh langsung pulang. Guru juga berpesan agar segera ke rumah sakit dan perbanyak istirahat. Baiklah, kalau begitu kami pergi dulu, ya."

"Iya, silakan."

Seketika Qalam pun pergi meninggalkan UKS. Di saat itulah Rahmat terheran melihat Langit tidak mengikuti Qalam. Langit seolah datang dengan maksud lain.

"Langit, kamu kenapa? Apakah ada yang ingin kamu bicarakan?" tanya Rahmat.

"Rahmat, izinkan aku pinjam uangmu, ya. Aku ada perlu soalnya," ucap Langit

"Memang ada apa?"

"Hal itu tak bisa aku katakan."

"Kalau kamu tidak bisa mengatakanya maka aku tidak akan memberikan pinjaman."

Langit merasa terdesak dan yakin dirinya tidak akan dapat uang pinjaman jika tidak jujur kepada Rahmat. Terlebih Rahmat adalah sosok yang baru dikenal. Diisi lain Langit tidak mau memberitahu Rahmat karena ingin perasaan Annisa tumpah pada dirinya. Namun, karena sudah tak punya jalan lain akhirnya Langit memantapkan diri untuk mengatakannya.

"Rahmat, apakah kamu tahu bahwa hari ini adalah hari ulang tahun Annisa," ucap Langit.

"Benarkah itu? Kalau begitu kenapa kamu tidak mau mengatakannya?" ucap Rahmat.

"Aku merasa dirimu adalah sainganku. Jadi, aku tak mau mengatakan hal itu padamu."

"Tentu saja aku akan membantu dirimu. Bahkan kamu tidak perlu meminjam. Aku akan berikan uang itu dengan satu syarat."

"Apa syaratnya."

"Belikan juga hadiah dariku lalu berikan itu kepada Annisa. Lalu, ini uangnya, satu juta rupiah," ucap Rahmat sambil memberikan uang itu kepada Langit. "Aku rasa uang itu cukup untuk kita berdua membeli hadiah kepada Annisa."

Langit menerima uang itu dan merasa senang karena uang yang diberikan jauh lebih banyak dari apa yang dia inginkan. Di sisi lain Rahmat merasa ini adalah kesempatan untuk mengenal Annisa.

"Baiklah, kalau begitu apa hadiah yang ingin kamu berikan kepada Annisa?" ucap Langit.

"Belikan hadiah berupa buku ringkasan hadis sahih Bukhari," ucap Rahmat.

"Mengapa kamu ingin hadiah seperti itu? Bukankah kalau Annisa mau dia bisa mengunduhnya di Internet?"

Rahmat terdiam. Langit tidak tahu bahwa selama ini Rahmat menyadap rumah Annisa agar tahu apa yang perempuan itu inginkan. Lalu, Rahmat juga tahu selama ini Annisa ingin buku ringkasan hadis secara fisik karena perempuan itu merasa membaca kumpulan hadis pada ponsel miliknya sangat tidak mengenakkan. Rahmat memutar otak dan menemukan sebuah ide.

"Aku rasa Annisa sangat suka dengan membaca hadis. Annisa adalah perempuan yang dekat dengan agamanya. Aku rasa buku itu sangat tepat jika diberikan padanya," ucap Rahmat.

"Aku rasa itu ide yang bagus," ucap Langit.

"Baiklah, kalau kamu berikan hadiah dariku aku mohon kamu merahasiakannya pada Annisa."

"Merahasiakannya? Aku tidak mau. Terlebih kamu sudah begitu baik padaku. Jika aku merahasiakannya juga, maka Annisa menyangka hadiah itu dariku."

"Baiklah, aku ikuti kata-katamu. Aku pikir merahasiakan hal itu pada Annisa adalah hal yang buruk."

Tak lama bel tanda dimulainya waktu belajar telah berbunyi. Ini adalah waktu bagi Langit untuk kembali ke kelas.

"Baiklah, aku pergi dulu, ya," ucap Langit.

"Iya, silakan."

Langit segera keluar dari UKS begitu tujuannya sudah tercapai. Di sisi lain Rahmat senang melihat Langit dan Qalam telah mau berkunjung. Rahmat pun memutuskan pergi dari UKS dan pulang ke rumahnya.

Rahmat mulai melangkah dan mulai meninggalkan sekolah. Kini apa yang ada di dalam hati Rahmat hanya keraguan. Dia menyadari bahwa apa yang dilakukannya salah dengan menyadap rumah Annisa. Namun, entah mengapa laki-laki itu masih ingin mengenal Annisa lebih dalam.

Rahmat pun sudah berada di jalan besar dan mulai memesan Gojek untuk pulang. Waktu berlalu dan mobil yang dia pesan untuk menuju ke rumah sudah datang. Rahmat masuk ke mobil itu lalu kendaraan melaju.

Selama dalam perjalanan Rahmat melamun. Tak ada yang dipikirkan laki-laki itu selain Annisa. Rahmat menyadari bahwa dirinya menyukai Annisa. Namun, apa yang dia lakukan dengan menyadap rumah Annisa adalah obsesi yang membutakan mata hatinya. Setelah berpikir sekian lama akhirnya Rahmat memutuskan untuk mengakhiri semuanya sebelum terlambat. Sebelum keadaan kian memburuk hingga akhirnya dirinya benar-benar jatuh cinta kepada Annisa.

Rahmat kemudian sampai di rumah dan Orlando pun menyambutnya. Orlando melihat ekspresi majikannya benar-benar lesu. Orlando yakin ini karena pengaruh demam yang majikannya alami. Orlando berandai-andai sekiranya dirinya berhasil meyakinkan majikannya untuk tidak ke sekolah, tentu kejadian ini tidaklah terjadi.

"Bos, andaikan saja Bos ikuti kata-kataku untuk tidak sekolah, tentu keadaan Bos tidak semakin parah," ucap Orlando.

Rahmat tidak langsung melihat Orlando. Demam yang dialami Rahmat mengganggu konsentrasinya. Lalu, tiba-tiba saja Rahmat jatuh pingsan.

Barisan Doa Annisa [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang