Bab 17 | Jawaban

39 2 7
                                    

Besoknya Joko datang ke rumah Annisa. Ini adalah hari pertama bagi Joko membantu keponakannya. Awalnya laki-laki itu mengira semua tak begitu sulit. Namun, setelah waktu berjalan, sosok yang merupakan paman Annisa mengerti bahwa ini bukan tugas yang mudah.

Entah mengapa baru saja tempat jualan uduk dibuka sudah ada saja pembeli yang datang. Semua adalah sosok yang sama sekali tidak dikenal hingga Joko heran mengapa bisa usaha Annisa bisa dikenal oleh banyak orang. Ada yang beli satu bungkus dan ada yang lebih. Setelah satu pembeli pertama pergi maka datang lagi yang baru membuat mereka berdua tak berhenti bekerja sama sekali.

"Mbak, uduknya satu!" ucap salah satu pembeli.

"Sabar, ya. Harap mengantre dan dahulukan yang lebih dulu datang," balas Annisa dengan segera.

"Annisa, kok bisa usaha kamu bisa seramai ini?" ucap Joko di sela-sela waktu bekerja.

"Ini karena rezeki yang datang dari Allah. Dia memberi rezeki tanpa perhitungan."

Joko pun mulai menyetujui pendapat Annisa tanpa penolakan. Joko sadar tak mungkin ini terjadi karena pertolongan Allah meskipun dia masih agak bingung karena kejadian ini jauh melampaui harapan.

Setelah satu jam berlalu, uduk pun habis terjual. Tampak beberapa pembeli kecewa dan akhirnya meninggalkan tempat itu. Joko dan Annisa akhirnya bisa duduk karena terlalu lelah. Entah berapa bungkus yang terjual, tetapi Annisa merasa jumlahnya hampir seratus orang. Perempuan itu merasa bila semua uang dikumpulkan maka cukup untuk membayar iPhone yang digadaikan kepada Rahmat.

Di sisi lain, Joko merasakan keajaiban yang diberikan Allah pada Annisa. Laki-laki itu tahu bahwa apa yang mereka alami itu hampir mustahil. Joko pun mulai merasakan gejolak rasa penasaran dalam dirinya dan ingin tahu rahasia apa yang dimiliki oleh keponakannya.

"Annisa, apa yang Allah berikan jelas adalah karunia yang nyata!" ucap Joko. "Amalan apa yang selama ini engkau lakukan?"

"Sederhana saja, Paman. Aku selalu berdoa pada Allah dan tak pernah merasa kecewa dalam berdoa kepada-Nya," balas Annisa dengan percaya diri.

"Hanya itu saja."

"Iya, aku rasa hanya itu. Mungkin dengan mengerjakan amalan wajib ditambah dengan amalan sunah agar doa segera dikabulkan."

Joko terdiam dan mulai menyadari kesalahannya. Laki-laki tua itu merasa tak pernah sungguh-sungguh dan kecewa dalam berdoa. Setelah kejadian ini, Joko sadar bahwa keajaiban itu sesuatu yang nyata.

Seketika itu juga Joko teringat dengan penyakit ginjal yang sedang dialami. Usianya sudah tua dan dia merasakan banyak penyakit yang sudah didapatkan. Joko pun mulai berputus asa dengan penyakitnya dan ingin segera menyusul istrinya yang lebih dulu meninggal dunia. Jika bukan karena Annisa dan ingin merawat keponakannya, tentu laki-laki tua itu tak punya harapan dalam menjalankan hidupnya.

"Baiklah Annisa, saya mau pulang dulu ke rumah sekalian mau salat Dhuha," ucap Joko.

"Paman, tunggu dulu. Mohon terima uang bayaran paman untuk hari ini," ucap Annisa sambil memberikan uang seratus ribu rupiah pada Joko.

"Tak perlu banyak-banyak. Kamu masih muda dan masih butuh banyak biaya. Beda sama Paman."

"Ambillah, Paman. Annisa sangat terbantu dengan bantuan Paman."

Joko akhirnya menerima uang pertamanya yang dia dapatkan dari keponakannya sendiri meskipun hatinya berkata enggan. Laki-laki itu sebenarnya hanya sekadar ingin membantu tanpa diberikan imbalan. Namun, karena memang situasi yang membuatnya bekerja keras maka akhirnya Joko menerima uang itu.

Joko pun pulang ke rumahnya. Sepanjang perjalanan dia berpikir keras dengan usaha yang selama ini dia lakukan. Joko pun mengambil kesimpulan bahwa dirinya harus belajar pada Annisa.

Setelah sampai di rumah, Joko segera ambil wudu dan salat Dhuha dua rakaat. Ketika ibadah sunah sudah dilakukan, dia pun menengadah dan mengangkat kedua tangannya lalu berdoa pada Tuhannya.

"Ya Tuhanku, aku merasakan keajaiban yang datang dari-Mu. Dulu aku pernah berputus asa dalam berdoa, tetapi kini aku akan selalu percaya bahwa Engkau akan mendengar permohonanku. Sungguh aku sudah tua dan penyakit ginjal mulai mengintaiku. Maka, berilah aku kekuatan menghadapi penyakit ini dan permudahlah urusanku."

***

Annisa mulai merapikan tempat usahanya. Untungnya segala sesuatu sudah dipersiapkan sejak malam hari agar dia tidak membuat kesalahan seperti hari kemarin. Perempuan berkerudung itu pun membawa uang lebih dari satu juta rupiah yang merupakan uang hasil keuntungan dari jualan uduk selama ini. Dalam dirinya sama sekali tidak ingin menunda-nunda pembayaran hutangnya pada Rahmat walaupun awalnya pernah berpikir seperti itu. Hal itu karena Annisa merasa khawatir akan sulit menghubungi sang Paman yang sudah bekerja padanya.

Annisa pun siap berangkat sekolah. Dia pun mulai datang ke halte berharap bus akan datang. Tak lama Rahmat pun datang ikut menunggu bersamanya. Entah kebetulan atau tidak Annisa merasa hampir setiap hari mereka selalu bertemu di waktu yang sama dan dengan bus yang sama pula. Namun, perempuan itu tak mau berprasangka buruk dan tetap percaya itu hanya kebetulan.

Dengan segera Annisa mengambil uang satu juta miliknya dan diberikan pada Rahmat. Perempuan berkerudung itu benar-benar bertekad agar hutangnya lunas dengan segera.

"Rahmat, ini uang yang aku pinjam darimu," ucap Annisa.

"Aku rasa kamu tak perlu mengembalikannya. Kalau mau kamu boleh ambil iPhone milikmu tanpa harus membayar utang-utangmu," balas Rahmat.

"Jangan begitu. Aku sudah meminjam uang kemarin. Aku merasa tak enak jika tak segera mengembalikannya."

"Baiklah, kalau begitu," ucap Rahmat sambil memberikan iPhone milik Annisa.

Annisa kemudian memberikan uang satu juta sebagai ganti iPhone yang telah dia terima. Utang pun lunas dan perempuan itu tersenyum puas. Annisa menerima iPhone itu tanpa menyadari bahwa Rahmat sudah mengatur agar ponsel itu bisa dilacak dari jarak jauh.

Tak berapa lama bus pun datang dan keduanya masuk ke dalam. Dalam hati masih tak terlintas dalam benak Rahmat mengapa Annisa masih tak menaruh curiga padanya. Meskipun perempuan berkerudung itu sudah terbiasa dengan kehadiran Rahmat, namun rasa penasarannya justru semakin besar dalam hati Rahmat.

"Annisa, saya ingin bertanya," ucap Rahmat yang rasa penasarannya tak tertahankan. "Jika engkau merasa ada yang bermaksud jahat padamu, apa yang akan kamu lakukan?"

"Aku akan berlindung kepada yang Maha Pengasih dan aku percaya ada di setiap hati seorang hamba masih ada kebaikannya. Maka aku akan berlindung kepada Allah yang Maha Pengasih jika dia bertakwa," ucap Annisa.

"Mengapa kamu berpikir begitu?"

"Karena aku percaya bahwa di antara orang yang jahat ada yang terpaksa dan ada juga yang tak tahu bahwa apa yang dilakukan adalah perbuatan salah. Itulah yang aku percaya sejak dulu. Lagi pula semua sudah tertulis di Lauh Mahfud sehingga kita hanya menyerahkan semua urusan itu kepada Allah."

Seketika itu juga Rahmat teringat dengan dirinya yang pernah diculik dan mendapati sang penculik itu adalah muslim. Mungkin inilah jawaban yang selama ini dia cari. Dugaan yang pernah Rahmat percaya bahwa ada kebaikan pada diri setiap hamba. Bukan dirinya saja yang berpikir seperti itu. Keputusan Rahmat untuk dekat dengan Annisa bukanlah keputusan yang salah. Rahmat pun sadar bahwa akan banyak sekali jawaban yang akan diketahui jika dirinya dekat dengan Annisa.

Barisan Doa Annisa [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang