Bab 8 | Penyadap Suara

90 13 144
                                    

Orlando dan Rahmat sudah menginap selama tiga hari dua malam dan waktu untuk berada di hotel pun berakhir. Hotel Ritz-Carlton hanya mengizinkan tamu untuk check-out sebelum jam dua belas siang sehingga mereka harus pindah ke rumah yang baru.

Tak lama mereka pun sampai di rumah tersebut. Rahmat mengamati rumah itu dengan seksama. Sebuah rumah dengan lantai dua dengan tampilan yang sederhana.

"Bos, enggak terlalu mewah. Mudah-mudahan Bos suka," ucap Orlando.

"Ya, kalau menurutku ini sudah lumayan menurutku," ucap Rahmat.

Mereka pun masuk ke dalam rumah. Tampak beberapa barang sudah ada dan tempat sudahlah rapi. Rumah sudah siap untuk ditempati.

"Assalamualaikum," ucap sosok dari balik pintu.

"Wa'alaikum salam. Siapa, ya?" ucap Orlando. Dengan segera dia pun menuju pintu dan membukanya.

Orlando pun melihat sosok yang ada di depannya. Ternyata dia adalah Annisa, seorang perempuan yang ditemui Orlando saat di taman kota.

"Bukankah ini adalah abang yang saya temui di taman kota sebelumnya," ucap Annisa terkejut. "Ada apa Abang sampai punya rencana pindah ke sini?"

"Hahaha, enggak ada alasan khusus, kok. Hanya sekedar mencari inspirasi buat konten selanjutnya," ucap Orlando sekadarnya berharap Annisa mau percaya apa yang baru dia katakan.

Annisa mulai memperhatikan Orlando. Perempuan itu merasa dia adalah sosok yang mengikutinya sebagaimana yang Qalam beritahu sebelumnya. Selain itu, Annisa mulai curiga mengenai alasan dari ponsel yang laki-laki itu berikan. Namun, Annisa mencoba membuang semua pikiran buruk itu. Perempuan itu merasa tak sepantasnya dia curiga pada laki-laki yang telah baik kepadanya. Annisa pun beristighfar dalam hati dan menerima ucapan dari laki-laki yang ada di depannya.

"Kalau begitu perkenalkan, namaku Annisa. Saya adalah tetangga yang tepat di sebelah rumah Abang."

"Saya Orlando. Terus teman yang ada belakangku namanya Rahmat."

Annisa mulai melihat sosok yang ditunjukkan Orlando. Begitu melihat Rahmat, perempuan itu hanya tertunduk malu. Annisa menganggap sosok yang dia temui terlalu tampan dan memesona seperti artis yang ada di Ibukota. Rahmat pun dianugerahi tubuh yang tinggi dan atletis sebagaimana dimiliki orang-orang dari negeri Eropa. Annisa merasa butuh waktu cukup lama untuk bisa terbiasa melihat wajahnya.

Rahmat memang sangat mengenal Annisa, hanya tampak Annisa yang agak lupa. Annisa sedikit ingat bahwa ini adalah laki-laki yang dia temui di taman kota tetapi ragu. Hal itu pun ditambah dengan sikap Annisa yang sering membatasi pandangannya saat melihat lawan jenis terutama pada sosok yang tampan. Waktu pun sudah berlalu cukup lama sehingga Annisa hanya berbalas dengan senyuman saat sekilas melihat wajahnya.

"Jadi, Annisa ada keperluan apa sehingga datang ke sini?" ucap Orlando.

"Aku hanya mau menyapa tetangga yang baru datang di sini. Apalagi Abang juga kebetulan pas di samping rumahku."

"Wah, adik Annisa baik sekali."

"Tak perlu dipikirkan. Terus ini hadiah dariku kebetulan kami lagi ada acara tahlilan sehingga aku rasa sudah cukup banyak," ucap Annisa sambil memberikan dua bungkusan makanan kepada Orlando.

Barisan Doa Annisa [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang