Bab 11 | Lembar Kerja Siswa

51 3 17
                                    

Qalam berusaha mengerjakan soal yang ada di lembar kerja siswa. Dia sengaja tidak menulis jawaban yang dianggap susah agar murid yang suka menyontek tidak mendapatkan nilai yang sama dengannya. Lalu, begitu sudah di menit-menit akhir barulah Qalam menulis semua jawabannya. Beruntung bagi Qalam mempunyai ingatan yang cukup baik sehingga dia bisa mengulur-ulur waktu hingga di saat terakhir.

Tiba-tiba ada yang mengejutkan dari Rahmat. Dia sudah mengerjakan semua soal padahal dia baru masuk sekolah hari ini. Tentunya akan berat baginya untuk mengerjakannya. Qalam meyakini Rahmat termasuk siswa yang sudah sering belajar secara teratur. Namun, ada satu hal aneh di benak Qalam yaitu alasan dia pindah ke sekolah ini.

Qalam pun semakin penasaran kepada Rahmat. Rahmat yang merasa diperhatikan mulai agak terganggu dengan sikap Qalam. Hanya sekilas saja Rahmat menyadari Qalam bukan murid yang bisa dianggap remeh. Dengan segera Rahmat menuju ke mejanya dan berusaha tidak menatap Qalam.

Di sisi lain, Langit agak kebingungan dengan soal yang diberikan. Laki-laki itu sengaja tidak menyontek agar Annisa semakin menyukainya. Tentu saja Langit melakukan hal itu diam-diam. Dia sengaja duduk di belakang agar tak ada yang melihat tingkahnya. Namun, usahanya terhalang karena kehadiran Rahmat.

Begitu Rahmat sudah mengerjakan soal Langit begitu gembira dan merasa lebih leluasa mengerjakan soal. Terlebih Rahmat terlalu cepat mengerjakan soal dan Langit meyakini laki-laki di sampingnya tak begitu peduli dengan tugasnya. Langit langsung memberi jarak agak jauh dari Rahmat dan berbalik membelakangi agar Rahmat tidak tahu dirinya sedang mencontek jawaban temannya.

Waktu mulai menipis dan saat yang dijanjikan hampir tiba. Semua murid mulai menaruh kertas di depan meja guru yang berisikan jawaban. Guru pun mulai memeriksa satu persatu jawaban para muridnya. Seketika sang guru tersenyum sembari melihat ke arah Rahmat.

"Bapak sangat senang karena kalian sudah mengerjakan soal dengan baik terutama kepada Rahmat, murid baru kita. Bapak ingin kalian mencontoh dirinya karena dia dapat nilai sempurna. Bukan hanya itu, dia pun mengejakan soal dengan cepat dan bapak yakin dia sering belajar saat di rumah."

Seketika semua orang mulai melihat Rahmat keheranan. Semuanya tidak menyangka murid baru itu bisa mengerjakan soal padahal dia baru pindah sekolah.

Begitu tahu hal itu dari gurunya, Qalam merasa instingnya tidaklah salah bahwa Rahmat bukan orang biasa. Langit yang tahu hal itu mulai mengerti bahwa kisah cintanya bertambah sulit.

Seketika bel berganti pelajaran berbunyi dan guru pun keluar dari kelas. Semua cewek pun mulai bergerak mendekati Rahmat. Seisi kelas menyadari bahwa Rahmat tidak hanya tampan, tetapi juga pintar.

Banyak di antara mereka menanyakan segala hal mulai dari yang sifatnya umum hingga yang sifatnya pribadi. Ada yang menanyakan asalnya, suka makan apa, hingga nomor teleponnya. Rahmat pun hanya terdiam dan tidak menanggapi. Laki-laki itu fokus ke depan dan tak menatap ke arah yang lain.

Mengetahui sikap Rahmat yang cuek mulai membuat sebagian perempuan merasa kesal dengan sikapnya. Mereka merasa apa yang diucapkan seolah tidak mau Rahmat pedulikan. Namun, ada sebagian yang lain menganggap Rahmat sangat keren dan bukan cowok murahan yang suka mempermainkan hati perempuan.

***

"Qalam, ayo kita ke mushola. Kita sholat Dhuha terlebih dahulu," ucap Khalid yang mengajak sahabatnya.

"Kalian duluan saja. Ada hal yang harus dilakukan," balas Qalam.

Khalid heran dengan keputusan Qalam karena biasanya mereka selalu bersama ke mushola. Hal itu pun diikuti juga dengan Langit dan Annisa. Namun, Khalid yakin ada alasan dibalik itu semua sehingga dia pun meninggalkan sahabatnya.

Waktu berlalu dan waktu istirahat pun sudah datang. Lalu, karena hal itu murid mulai meninggalkan kelas dan menuju ke kantin. Ada juga sebagian dari mereka yang sudah pergi ke lapangan karena setelah ini adalah pelajaran olahraga. Seketika Qalam mendekati Rahmat yang masih duduk di kursinya.

"Rahmat, ada yang mau aku bicarakan," ucap Qalam.

"Maaf, aku sedang malas berbicara. Biarkan aku sendiri," ucap Rahmat.

"Kamu pindahan dari Inggris, bukan. Terus aku merasa kamu termasuk dari keluarga yang kaya."

Seketika Rahmat menatap Qalam yang langsung mengetahui latar belakangnya dengan sangat cepat. Rahmat tahu guru tidak terlalu memperkenalkan dirinya. Rahmat pun tahu bahwa dia benar-benar siswa yang cerdas.

"Bagaimana kamu bisa tahu?" tanya Rahmat.

"Dari jam tangan milikmu adalah merek Bremont edisi Kingsman Rose Gold. Sebuah merek perusahaan jam tangan mewah yang berasal Inggris dan hadir tahun 2002 yang tentunya terbilang baru. Jam itu mempunyai teknologi automatic movement dan memakai kristal safir anti gores yang tentunya tak semua orang dapat memilikinya," jawab Qalam.

"Ya, kamu benar sekali. Sebenarnya aku tak mau tampil mencolok, tetapi tidak bisa karena ini adalah hadiah ulang tahun dari Ayahku."

"Kalau begitu bolehkah aku duduk di sampingmu?"

"Tentu saja silakan."

Qalam yang mendengar hal itu mulai duduk di sampingnya. Rahmat merasa ada hal penting yang ingin Qalam sampaikan.

"Sejak awal bertemu aku merasa kamu terlalu tertutup. Aku ingin kamu lebih berbaur dengan teman-teman. Tentunya ini penting agar membuat ikatan yang baik di awal pertemuan," ucap Qalam.

"Aku tak mau dikenal semua orang. Lagi pula saat itu kita masih di kelas," balas Rahmat beralasan. "Apakah itu menyinggung dirimu?"

"Tidak sama sekali. Kultur orang Inggris dan Indonesia memang berbeda. Tentu aku sudah menyadari kamu akan seperti itu. Hanya saja aku tak mau dirimu dianggap asing oleh setiap orang."

"Tidak apa-apa. Aku dapat terbiasa dengan perlakuan seperti itu. Lagi pula hal itu juga aku lakukan pada semua orang."

"Jangan seperti itu. Kita bukan sekali atau dua kali bertemu melainkan hampir setiap hari. Walaupun kamu tertutup, aku yakin banyak orang yang justru mencoba mendekatimu."

Seketika Rahmat merenungkan kata-kata dari Qalam. Mungkin apa yang dikatakan itu benar. Selain itu tujuan Rahmat ke Indonesia agar merubah sikapnya. Tentunya mencoba menjauhi orang banyak bukan sesuatu yang dibenarkan.

"Baiklah kalau begitu. Aku akan membuka diriku pada teman-teman," ucap Rahmat.

"Baguslah kalau begitu," balas Qalam sambil tersenyum padanya. "Ngomong-ngomong apakah kamu mau pergi ke perpustakaan?"

"Memang ada apa?"

"Meskipun kamu begitu lancar dalam berbahasa Indonesia, tetapi aku yakin kamu belum begitu mengenal adat budayanya. Akan jauh lebih baik jika kita meminjam buku novel di sana yang diangkat dari sejarah Indonesia."

Rahmat pun menimbang keputusannya. Apa yang baru dikatakan Qalam ada benarnya. Ditambah lagi ini sangat penting untuk meningkatkan kemampuannya dalam berbahasa Indonesia. Membaca novel yang diangkat dari sejarah akan menambah jumlah kata yang diketahui dan ini akan penting ketika mengerjakan ulangan yang penuh dengan kata-kata.

"Baiklah kalau begitu. Aku ikut denganmu," ucap Rahmat.

Seketika Qalam mulai menuju ke perpustakaan dan membantu mencarikan buku novel yang dimaksudkan. Rahmat yang merupakan murid baru hanya mengikuti dari belakang.

Barisan Doa Annisa [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang