Hari ini adalah waktu terbaik bagi Rahmat untuk kembali ke sekolah. Rahmat sudah sembuh dari Corona dan sudah boleh diizinkan pulang. Meskipun begitu, Rahmat merasa enggan untuk ke sekolah karena usahanya dalam menyadap rumah Annisa sudahlah terbongkar.
Rahmat merasa tak bersemangat. Selama dalam perjalanan, Rahmat bingung memilih kata-kata yang tepat untuk meminta maaf. Hal itu terus dia pikirkan hingga sampai ke sekolah.
Rahmat masih merasa bimbang. Setelah berada di kelas, Rahmat memutuskan untuk terus berada di sana. Hingga akhirnya Rahmat bertemu dengan Annisa dan mereka saling pandang. Tampak Annisa menatap Rahmat dengan penuh amarah. Rahmat dengan segera menemui perempuan berkerudung itu dengan segera.
“Annisa, ada yang ingin aku sampaikan,” ucap Rahmat.
“Rahmat, meskipun kamu telah baik padaku, aku tak akan pernah mau memaafkan dirimu. Aku tak akan pernah bisa menerima dirimu yang telah menyadap rumahku. Jadi, jangan pernah menemui diriku lagi,” ucap Annisa.
"Annisa, semua ini bisa dijelaskan."
"AKU TAK BUTUH PENJELASANMU. MENJAUHLAH DARIKU."
Seketika itu juga Rahmat mengerti bahwa dia sudah tak bisa mendekati Annisa lagi. Rahmat merasa untuk tidak ikut campur dalam kehidupan Annisa.
***
Bel tanda berakhirnya waktu belajar berbunyi dan Rahmat memutuskan untuk pulang ke rumahnya. Namun, langkahnya terhenti oleh Qalam. Rahmat pun menjadi heran dengan sikap laki-laki yang ada di depannya.
“Qalam, apa maumu?” tanya Rahmat.
“Ayo kita bertanding bermain tenis,” ucap Qalam.
“Aku tidak bersemangat.”
“Bertandinglah denganku atau kalau kamu tidak mau aku akan melaporkan usahamu yang menyadap rumah Annisa kepada semua orang.”
“Jadi, kamu yang telah berhasil membongkar usahaku yang menyadap rumah Annisa.”
“Ya, itu benar. Hanya saja, yang mengetahui apa yang kamu lakukan saat ini hanya aku dan Annisa saja. Aku sudah meminta Annisa merahasiakan ini kepada semua orang.”
“Baiklah, kalau itu memang maumu. Aku juga tak mau orang lain tahu perbuatanku yang sudah menyadap rumah Annisa.”
Qalam dan Rahmat akhirnya memutuskan untuk pergi ke sebuah lapangan tenis yang ada di Jakarta. Mereka menyewa lapangan itu untuk bermain cukup lama.
Setelah itu mereka pun sampai. Beberapa saat kemudian mereka mulai bermain di tempat itu, hanya saja Rahmat sering membuat kesalahan dan itu terjadi berkali-kali.
“Wah, sepertinya kamu sedang tidak bersemangat,” ucap Qalam mengomentari permainan yang di lakukan Rahmat.
Rahmat hanya terdiam dan tidak menjawab sama sekali. Qalam tahu Rahmat tidak dalam kondisi yang terbaik karena dia habis sembuh dari penyakitnya. Hal itu bertambah dengan rahasianya sudah terbongkar oleh Qalam dan Annisa.
“Baiklah kalau begitu, kita buat pertandingan ini semakin seru. Bagaimana jika salah satu dari kita harus menjawab pertanyaan bila gagal mengembalikan bola,” ucap Qalam.
“Apa yang sebenarnya yang kamu rencanakan?” ucap Rahmat.
“Tidak ada alasan khusus. Aku hanya ingin tahu segala sesuatu tentang dirimu.”
“Bagaimana seandainya jika aku tak menuruti kata-kata darimu.”
“Sudahlah ikuti saja apa yang aku minta darimu. Aku tak mau pertandingan ini menjadi membosankan karena kamu selalu gagal mengembalikan bola.”
“Baiklah, jika itu memang maumu.”
“Baguslah kalau kamu setuju dengan syarat itu. Ingat, bagi yang gagal mengembalikan bola, maka dia harus menjawab pertanyaan dengan jujur.”
Seketika pertandingan pun dimulai dan permainan tenis yang mereka lakukan menjadi seru. Masing-masing terus menerus memukul bola tenis dengan begitu kuat dan menuju ke tempat yang sulit terjangkau.
Hingga suatu ketika Rahmat gagal mengembalikan bola dari Qalam. Tentunya, Rahmat harus menjawab pertanyaan dari Qalam dengan jujur.
“Apakah yang kamu lakukan selain menyadap rumah Annisa?” tanya Qalam.
“Aku melacak lokasi Annisa melalui iPhone miliknya. Hanya itu yang aku lakukan dan tidak sampai menggunakan kamera tersembunyi,” jawab Rahmat
Pertandingan kembali dimulai. Kembali terjadi pengembalian bola tenis dengan teknik yang begitu tinggi hingga akhirnya Qalam gagal mengendalikan bola.
“Sekarang giliranku. Mengapa kamu justru lakukan semua ini? Apa yang sebenarnya yang kamu inginkan dari Annisa?” ucap Rahmat.
“Itu karena aku begitu mencintai Annisa. Sebenarnya aku terkena penyakit liver dan membutuhkan organ liver dari orang lain. Donor pada organ liver akhirnya aku dapatkan dari ayahku. Donor liver bisa dilakukan dan tidak menyebabkan pendonor meninggal dunia. Namun, berapa bulan setelah itu ayahku meninggal dunia dan itu membuat duniaku hancur. Sebelum meninggal, dia memberikan pesan agar aku rajin belajar dan bisa sekolah di luar negeri. Namun, niatku nyaris berganti ketika aku bertemu Annisa. Oleh karena itu, aku bermaksud melindungi Annisa dan apa yang aku lakukan bertujuan agar dirinya bahagia,” jawab Qalam.
Setelah itu pertandingan kembali dimulai. Kini, situasi menjadi lebih berbeda setelah banyak orang-orang yang mulai melihat Qalam dan Rahmat bermain tenis. Hingga akhirnya Rahmat gagal mengembalikan bola.
“Apakah kamu menyukai Annisa?” tanya Qalam.
“Awalnya aku hanya tertarik dengan akhlaknya. Hingga akhirnya aku benar-benar mencintai Annisa,” ucap Rahmat.
Pertandingan kembali di mulai. Tampak baik Qalam dan Rahmat mulai kelelahan. Keringat pun mengucur di dahi keduanya. Hingga akhirnya Rahmat lagi-lagi gagal mengembalikan bola.
“Apakah kamu ada rencana untuk meninggalkan Indonesia jauh lebih cepat dari yang kamu rencanakan setelah rahasiamu menyadap rumah Annisa terbongkar?” ucap Qalam.
“Iya, itulah yang aku rencanakan. Aku merasa tidak nyaman lagi sekolah di sini karena kalian sudah mengetahui rahasiaku,” ucap Rahmat.
Qalam terdiam begitu mendengar jawaban dari Rahmat dan menyadari bahwa Rahmat akan pergi tak lama lagi. Qalam pun memutuskan untuk berbicara secara langsung kepada Rahmat agar tidak kembali ke Inggris.
“Sudahlah, lebih baik kita istirahat dulu. Kita sudah bertanding cukup lama,” ucap Qalam dan Rahmat mengangguk setuju.
Qalam dan Rahmat pun duduk di pinggir lapangan untuk melepas lelah. Keringat terus saja mengucur dari dari mereka berdua.
Qalam menatap Rahmat yang tampak tidak begitu bersemangat. Di saat itulah Qalam menyadari bahwa permasalahan ini telah mengganggu pikiran Rahmat.
“Jadi, kamu benar-benar berniat meninggalkan Indonesia tak lama lagi?” tanya Qalam.
“Ya, itu benar,” balas Rahmat.
“Lebih baik kamu tidak melanjutkan rencanamu. Untuk kali ini biarkan aku bicara secara langsung kepada Annisa. Aku yakin jika diriku yang menjelaskannya maka Annisa akan mengerti.”
“Mengapa kamu bertindak hingga sejauh itu? Bukankah aku adalah sainganmu untuk mendapatkan Annisa?”
“Ya, itu memang benar. Namun, tetap saja kamu adalah temanku. Sehingga jika ada masalah, maka aku harus membantumu.”
Seketika itu juga Rahmat tersenyum dengan ucapan Qalam. Rahmat tidak menyangka Qalam akan berbuat hingga sejauh itu demi dirinya. Kini, Rahmat benar-benar merasa senang karena dirinya telah menemukan sosok yang tepat sebagai sahabat.
“Terima kasih karena kamu sudah berbuat hingga sejauh ini,” ucap Rahmat.
“Tidak perlu khawatir. Itulah gunanya teman,” ucap Qalam.
Setelah itu Qalam dan Rahmat memutuskan untuk pulang ke rumah. Rahmat begitu senang karena Qalam ada untuk membantu dirinya. Lalu, di sisi lain Qalam senang karena membuat Rahmat kembali ceria.
KAMU SEDANG MEMBACA
Barisan Doa Annisa [END]
EspiritualRahmat Sanjaya adalah anak tunggal pemilik perusahaan ternama yang nantinya akan memimpin perusahaan milik ayahnya. Ia memiliki segalanya baik cinta, harta, jabatan dan juga cerdas. Namun, segala hal yang begitu banyak itu tidak membuatnya bahagia...