◇ batozar ◇
Batozar duduk di depan layar transparan yang berkedip-kedip. Suara deburan ombak yang menghantam cadas menjadi temannya di tengah malam ini.
Benar, dia sedang berada di Ruangan Padang Senyap, Klan Bintang. Bekas markas tersembunyi Kelompok Rebel—yang sekarang tidak perlu bersembunyi lagi.
Sudah beberapa minggu sejak mereka kembali dari SagaraS. Trio begundal itu kembali menjalani kehidupan seperti remaja normal. Batozar sudah menceramahi mereka habis-habisan untuk fokus ke sekolah, mengingat mereka sudah naik kelas 12.
Mungkin tidak terlihat, tapi Batozar sangat menyayangi ketiga anak itu. Apalagi Sang Putri Bulan, Raib.
Batozar akan selamanya berutang budi pada Raib, dia telah bersumpah begitu. Adalah Raib yang memutar kenangan miliknya yang telah terlupakan, adalah Raib yang memercayainya sejak pertama kali keluar dari penjara Klan Bulan.
Bahkan jika Raib membelot, memihak kepada musuh, Batozar akan mendukungnya. Batozar akan berdiri di belakangnya dengan gagah. Batozar akan mendukung apapun, apapun keputusan Sang Putri. Raib menduduki prioritas tertingginya saat ini, bahkan lebih dari dirinya sendiri.
Maka disinilah ia. Beberapa waktu lalu, Raib menanyakan sesuatu yang menyentil hatinya. Walau hanya pertanyaan selintas lalu, tapi bagi Batozar, itu adalah permintaan yang muncul dari dalam hati Sang Putri.
Tazk. Raib menanyakan apakah Batozar bisa melacak keberadaan Ayahnya.
Memang benar, Batozar telah menjelaskan panjang lebar mengapa Raib tidak perlu mencari keberadaan ayahnya untuk saat ini. Tapi Batozar adalah pengintai, sudah tugasnya untuk mencari sesuatu. Dan lagi, yang meminta adalah Raib.
Dimulailah pencarian Batozar. Awalnya ia meminjam data-data ABTT, mencari kemungkinan yang ada, mencocokkannya dengan cerita Selena. Ia menemukan kantor tempat Tazk bekerja beberapa belas tahun yang lalu. Setelahnya gelap. Tapi Batozar tidak akan menyerah.
Ia mencari semua informasi, bagai mencari jarum di atas tumpukan jerami. Tapi hei, dia ini Batozar. Pengintai terbaik di dunia paralel. Peribahasa itu tidak berlaku untuknya. Dia bisa menemukan jarum di tumpukan jerami tersebut.
***
Sementara itu, di Klan Bumi.
Raib duduk di bangkunya, menatap ke luar jendela dalam diam. Sebenarnya sejak mereka kembali dari SagaraS, banyak sekali suara dan pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam pikirannya.
Ali sudah mengetahui siapa orang tuanya, bahkan sudah bertemu dengan ibunya. Tapi Raib?
Dia sudah tau nama dan cerita tentang kedua orang tuanya, tapi Raib belum pernah bertemu dengan mereka. Raib belum pernah merasakan kehangatan pelukan dari Ayahnya, dan Raib tidak akan bisa merasakan genggaman Ibunya.
Raib menghela napas pelan.
"Aku tahu apa yang sedang kamu pikiran," sebuah suara dari samping kirinya berbicara.
Gadis itu menoleh, menemukan lelaki dengan rambut berantakan sedang duduk dan melihat ke arahnya, tangan lelaki itu menopang dagu.
"Apa?" tanya Raib.
Si rambut berantakan menjawab, "pasti sedang memikirkanku, bukan? Tadi kamu menghela napas karna tidak tahan dengan ketampananku yang terus muncul dalam pikiranmu."
"Ge-er sekali kamu!" seru Raib kesal, mendelik kepada Ali. Memang dasarnya si biang kerok ini suka sekali mencari masalah.
"Hahaha bercanda, Ra." Ali menyeringai. "Tapi aku memang tahu apa yang sedang kamu pikirkan."
Raib menatap mata hitam milik Ali, mengangkat alisnya bertanya.
"Aku mendengar semuanya, Ra. Saat kamu bertanya pada Master B di pos ke-4. Aku tidak tidur saat itu. Aku juga mendengar Master B yang menceramahimu panjang lebar," ujar Ali.
Ali terkekeh, "akhirnya kamu bisa merasakan bagaimana rasanya diceramahi oleh Master B. Selama ini hanya kupingku yang pengang, kemarin kamu merasakan sensasi itu juga." Ali meneruskan sambil bercanda. Ia dapat melihat mata Raib yang menatap sendu.
"Bagaimana menurutmu, Ali?" Diluar dugaannya, Raib malah balik bertanya kepada Ali.
Aduh... aku jadi bingung, batin Ali. Baiklah, akan kukatakan saja apa yang ada dipikiranku.
"Menurutku, Master B benar, Ra. Sesungguhnya semua hal di dunia ini memiliki penjelasan tersendiri. Kita sebagai manusia memang bisa bertanya-tanya, tetapi dalam hal menjelaskan, itu semua kembali kepada takdir. Takdir pasti sudah menggariskan yang terbaik untuk kita semua. Momen-momen penting itu akan terjadi dengan sendirinya. Kita hanya bisa menunggu, mengikuti aliran sungai, dan perlahan kita akan sampai ke titik akhirnya, penjelasan.
"Kamu boleh bertanya-tanya, Ra. Tapi kamu tidak bisa memaksakan takdir. Karena boleh jadi, kamu sendiri belum siap untuk mendengar penjelasan itu. Ingat kata Master B, "biarkan waktu mengeluarkan teknik penyembuhan terhebatnya." Memang sudah kodrat manusia untuk mengikuti alur takdir." Ali mengambil napas sejenak, menatap Raib yang sedari tadi tidak menggeser tatapannya.
"Sembari menunggu, lakukanlah yang terbaik. Dunia ini seperti hitam dan putih 'kan, katamu. Besok-besok, kebahagiaan itu akan datang dengan sendirinya. Untuk sekarang, fokuslah menatap masa kini. Jangan berandai-andai, juga jangan terlalu banyak memikirkan masa lalu."
Mereka terdiam. Ali meringis dalam hati. Apa dia terlalu menggurui? Ah, mentang-mentang baru bertemu dengan Ibunya, Ali langsung sok bijak begini.
"Kamu benar, Ali." Raib tersenyum, manis sekali. Sungguh jarang Ali mendapati senyum itu terarah kepadanya. "Terima kasih."
"Yeah, sama-sama, Ra." Ali menggaruk rambut berantakannya. Bingung dengan suasana mellow yang menyebar di sekeliling mereka.
"Jangan terlalu banyak pikiran, Ra. Lihatlah jidatmu, jerawat itu muncul karna kamu terlalu memikirkan banyak hal."
"HEH. KENAPA KAMU BAWA-BAWA JERAWATKU?!"
***
Hasil pencariannya menunjukkan fakta yang mencengangkan. Tazk berada di klan Bintang. Batozar tidak tahu bagaimana caranya lelaki itu sampai kesini, namun itu tidak penting sekarang.
Di Ruangan Padang Senyap, Batozar duduk takzim. Menunggu komputernya selesai menjalankan pencarian wajah. Harusnya hasil itu akan muncul beberapa saat lagi.
Komputernya berdenting pelan. Menunjukkan satu kecocokan akurat. Batozar dengan cepat meretas CCTV di area yang tertulis di data komputernya.
Ia tersenyum, senyum yang tulus. Di layarnya terlihat seorang lelaki gagah berumur 40 tahunan yang seakan tidak menua, mukanya tegas, dengan hidung dan bibir mirip Raib.
Tenanglah, Raib. Ayahmu baik-baik saja. Aku akan menjaganya dari sini.
-end-
Ini chapter pendek, tapi aku harap kalian juga bisa ngerasain seberapa besar rasa sayang Batozar ke trio begundal itu. Apalagi ke Raib. Adegan dia ngomong panjang lebar di novel SagaraS itu bikin aku nangis sampe mataku bengkak 😭
Dan chapter ini sebenernya udah kutulis LAMAAAAA BANGET. Awalnya malah posisi chapter ini tepat di bawah chap "Sunset" (kalian bisa liat kalau chapter ini emang mirip-mirip sama chapter Sunset) tapi, aku undur-undur terus updatenya 😭
Kebetulan bangter baru up cerpen yang menyakiti hati sefandom moonaroh, jadi aku harap chapter ini bisa sedikit 🤏🏻 ngobatin sakit hati kalian. Ini aku kasih remahan RaLi juga walau gak uwu uwu banget.
Thanks for reading!! See you on Sunday <3
KAMU SEDANG MEMBACA
Bumi Series [fanfict]
FanfictionFanfic tentang karakter bumi series. Versi twitter dari tulisan ini bisa dilihat di tiktok yang ada di bio <3 *** Seluruh karakter dan beberapa latar cerita bukan milik penulis. Penulis hanya meminjam karakter milik Tere Liye dari serial Bumi.