TW // blood, self harm, suicidal thoughts, suicide.
*lanjutan dari chapter Forgetting*
Hatiku kosong, terasa hampa.
Hal ini sudah terjadi sejak tiga tahun yang lalu. Perang sialan itu.
Apa yang sebenarnya terjadi? Entahlah. Semuanya berkelebat begitu saja. Sangat cepat, seperti ada seseorang yang mempercepat durasi video.
Kami terjebak, ketiga subtim benar-benar terperangkap dan kesempatan kami hilang begitu saja. Sisanya ....
Biarlah hanya aku yang mengingatnya.
Tanganku yang tergenggam di pangkuan mengepal erat. Aku tidak nyaman disini. Walaupun ruangan ini di design sangat nyaman dan hangat, tapi ada hal yang berdenting setiap kali aku ke sini.
"Selamat siang, bagaimana harimu?" Wanita di depanku bertanya sambil tersenyum hangat.
"Baik-baik saja, kurasa."
Wanita itu mengangguk, "apa kamu sudah mengerjakan tugas yang kuberikan?"
Aku mengulurkan buku bersampul gelap, tugas yang beberapa bulan ini telah kukerjakan.
"Ini bagus," ujar wanita itu. Tangannya membolak-balik halaman yang dipenuhi oleh tinta.
"Apa kamu ingin bercerita?"
Apakah aku ingin?
Tidak.
Wanita ini mungkin akan menganggapku gila jika aku menceritakan bebanku. Bagaimana dia bisa percaya bahwa asa segerombolan manusia yang bisa berteleportasi, mengeluarkan petir, dan telekinesis?
"Sayangnya, tidak."
Obatku sudah segenggam. Jika aku menceritakan hal itu, mungkin aku benar-benar akan ditendang ke rumah sakit jiwa.
"Kamu tahu, konsultasi kita sudah berjalan 4 bulan. Jika kamu tidak menceritakan apapun, aku tidak bisa membantumu."
Aku menunduk, tolong jangan paksa aku untuk bercerita. Hatiku tidak kuat. Aku tidak akan bisa menceritakannya. Jika iya, aku mungkin akan meraung seperti orang gila disini.
"Tapi tidak apa-apa, aku bisa menunggu. Buku ini akan membantu banyak."
Sesi hari itu diakhiri dengan pemberian resep obat. Ini bukan perasaanku saja, memang botol-botol kaca buram dan plastik itu semakin bertambah setiap harinya.
Berat sekali. Hatiku, pikiranku, langkahku. Aku bahkan tidak bisa berjalan tegak sangking beratnya. Tidak ada lagi aku yang mengangkat kepala terhadap dunia, menantang semuanya.
Karna kali ini, dunia yang menang.
Tanganku membuka kunci pintu. Ruangan ini hanya tempat tinggal. Aku tidak pernah menyebutnya rumah. Bagiku, rumah adalah tempatku pulang, tempatku menemukan kenyamanan dan kehangatan.
Sejak 3 tahun lalu, rumahku menghilang. Membawa semua orang beserta isinya yang kucintai.
Tidak ada foto, tidak ada video, pun catatan bahkan ingatan. Semuanya terhapus. Takdir sengaja begitu jahat kepadaku, membiarkan aku sendiri di dunia yang kejam ini.
Keluarga, sahabat, teman, bahkan penjual makanan langgananku melupakanku. Semuanya.
Tanganku terkepal erat. Aku menatap sekeliling yang terlihat suram. Botol-botol sialan, tidak ada gunanya aku meminum ini semua.
Aku menarik keluar botol kaca di kantong yang sedang kugenggam. Tatapanku berkabut, dipenuhi air mata dan amarah. Aku bahkan tidak bisa berpikir jernih lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bumi Series [fanfict]
FanfictionFanfic tentang karakter bumi series. Versi twitter dari tulisan ini bisa dilihat di tiktok yang ada di bio <3 *** Seluruh karakter dan beberapa latar cerita bukan milik penulis. Penulis hanya meminjam karakter milik Tere Liye dari serial Bumi.