◇ raib ◇
Aku berdiri diam di depan batu-batu yang saling menumpuk. Batu itu bulat dan kokoh. Tidak keropos dimakan usia dan iklim. Tinggi menjulang seperti sebuah gerbang.
Hari ini adalah hari ulang tahunku. Mirisnya, hari ini juga hari peringatan kematian Ibuku, Mata. Ibuku meninggal saat melahirkanku, menyatu dengan salju yang berguguran di sekitarnya.
Aku menatap pintu gerbang Klan Nebula dengan lamat. Jika Ibu tidak kesana, jika saja Miss Selena mendengarkan peringatan gurunya, jika saja Ayah tidak meninggalkanku sendirian setelah Ibu pergi. Banyak sekali perandaian yang kupikirkan.
Kepalaku menggeleng beberapa kali. Sudahlah, apa yang sudah terjadi tidak bisa dirubah. Tugas kita hanyalah menerima dengan lapang dada. Berandai-andai hanya membuat kita terkekang oleh masa lalu.
Aku menoleh cepat saat mendengar suara ranting patah. Mataku menangkap seorang lelaki paruh baya yang masih gagah, taksiran umurnya menurutku sekitar 40 tahunan.
Seharusnya aku waspada. Aneh sekali ada orang yang menembus hutan lebat dengan beberapa perdu berduri ini malam-malam. Tetapi instingku tidak berdenting sama sekali. Sejak lulus dari ABTT, kekuatanku bertambah pesat, termasuk soal inting bertarung.
Lelaki itu juga terkejut melihatku. Sebenarnya, memang lebih aneh keberadaanku disini daripada dia. Bayangkan saja kalau kalian bertemu dengan gadis berambut panjang di tengah hutan rimba, malam-malam, pula.
Kami terdiam beberapa saat. Saling menganalisis orang di hadapan masing-masing. Sebelum aku bisa mengatakan apa-apa, dia sudah memecahkan keheningan terlebih dahulu. "Apa kamu tersesat, anak muda?"
Aku menggeleng, "tidak."
Dia bertanya lagi dengan mata memicing. "Jadi, kamu ingin masuk ke gerbang itu?" tanya lelaki itu merujuk ke gerbang batu di depan sana.
"Aku tidak memiliki kuncinya." Ya ... itu termasuk bohong sih. Sebagai keturunan murni, tentu saja aku adalah kunci untuk membuka gerbang ke Klan Nebula. Tetapi, bagaimana kalau di depanku ini adalah orang jahat? Jika aku berkata sembarangan, bisa-bisa aku membuat masalah baru.
"Kamu benar, Nak. Kunci gerbang ini telah lama hilang."
Aku mengangguk, tidak memperpanjang percakapan. Kami kembali diam, tapi aku merasakan tatapan lekat dari samping kananku.
"Apa kita pernah bertemu?" tanya lelaki itu.
Kepalaku tertoleh, balas menatap lekat lelaki ini. Wajahnya tampan, sangat tampan. Rambutnya yang agak berantakan seperti hanya disisir dengan tangan menambah daya tariknya. Rahang dan matanya tajam. Pundak dan posturnya tegap, menandakan dia percaya diri.
"Aku yakin tidak."
Lelaki itu masih menatapku lekat. "Kamu mengingatkanku kepada seseorang. Wajahmu sangat mirip dengannya."
Aku meneguk ludah. "Katanya manusia memiliki 7 kembaran di dunia. Mungkin aku salah satu kembaran dari orang yang kamu ingat itu."
"Benar. Mungkin saja begitu."
Dia mengambil tempat duduk di lapangan rumput, menghadap ke arah gerbang menuju Klan Nebula yang megah. "Apa kamu tidak ingin duduk? Aku tau kamu masih muda, tetapi duduklah sebelum kamu tidak bisa."
"Bagaimana caranya aku tidak bisa duduk?" tanyaku sambil tertawa. Orang ini aneh sekali, humornya seperti humor bapak-bapak.
"Jawaban dari pertanyaan itu bisa kamu jawab sendiri nanti. Saat kamu memasuki dunia kerja." Terserah dia saja.
Baiklah, karena aku merasa lelaki ini tidak mengancam, juga kakiku mulai pegal, aku memutuskan untuk mengambil tempat di sampingnya. Kami sama-sama menatap ke arah gerbang yang tidak akan terbuka di depan sana. Terdiam selama beberapa saat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bumi Series [fanfict]
FanfictionFanfic tentang karakter bumi series. Versi twitter dari tulisan ini bisa dilihat di tiktok yang ada di bio <3 *** Seluruh karakter dan beberapa latar cerita bukan milik penulis. Penulis hanya meminjam karakter milik Tere Liye dari serial Bumi.