Chapter 8 || Sahabat

456 44 8
                                    

Kembali pagi ini mendung dan bahkan rintik hujan halus menyapa pagi diakhir weekend ini. Sandrina harus mengendarai motornya karena mobilnya tentu masih bersama Raisa. Sandrina sendiri juga tidak tahu mengapa dengan mudahnya merelakan mobil kecintaannya itu tidak dalam pengawasan matanya. Entah mengapa Sandrina sangat tidak bisa menolak Raisa. Kadang Sandrina jadi berpikir, ternyata dirinya bisa lemah juga. Biasanya ia yang selalu menata, mengatur dan mengambil segala keputusan untuk dirinya sendiri atau orang lain sekitarnya tanpa penolakan.

Sandrina masih duduk diluar rumah, memandang ke langit yang nampaknya hujan pagi ini seperti berformalin. Dilirik smartwatch nya, kedua sahabatnya pasti sudah berada dikantor karena mereka orang-orang on time.

"Gue jemput yaa. Jangan motoran. Ujan loh"
Saat memikirkan kedua sahabatnya, suara Nudee dari sebrang telfon sudah dulu menawarkan jemputan saat Sandrina mengangkat ponselnya yang berdering.

Dasarnya Sandrina, ya sudah pasti menolak dan berdalih ingin bersantai dulu dirumah.

"Entar kalau kagak mereda juga, gue pesen taksi. Lo disitu aja, kalau ada yang cari gue lo handel  dulu, terus.... "
"Eh bentar deh, kayak mobil gue tuh. Ntar ya, bye"
Sandrina mematikan sambungan telfon, matanya melihat mobil yang sempat membunyikan klakson berada didepan rumahnya

Pandangannya tidak salah, itu CR-V miliknya yang sudah tidak pulang beberapa hari ini. Berarti juga Raisa adalah manusia dibalik kemudi mobil tersebut. Bukankah rumah Sandrina tidak dilewati ketika Raisa berangkat dari rumahnya menuju kantor?

Sandrina tidak berlama-lama dengan pikirannya. Dirinya senang tidak harus kehujanan, lebih senang dijemput ratu antagonisnya. Ya, Sandrina mulai terbiasa dengan sikap Raisa. Ia justru merasa ada yang kurang jika sehari saja tidak kisruh dengannya. Diketusi olehnya suatu kesenangan sendiri untuk Sandrina sekarang ini. Aneh memang

"Dhe, berangkat dulu. Pintunya" Pamit Sandrina sekaligus memberi isyarat untuk Dhesu tidak lupa mengunci pintu. Dhesu yang bekerja paruh waktu, memang diberi kunci cadangan pintu utama oleh Sandrina.

Kedatangan Sandrina dikantor mendapat tatapan sinis dari Nudee
"Bagus ya! " Nudee mengitari Sandrina
"Ojok diterusno yo nduk!! "
Nudee berbisik dari belakang Sandrina

"Anjirrr, merinding gue"
"Tiba-tiba dia nongol gitu aja didepan rumah, serius gue gak tahu"
Sandrina membela diri

Nudee memicingkan mata seolah belum percaya

"Kapan sih gue bo'ong sama lo"
"Dah dong. This is friday night. Ntar malem Solo Kitchen. Kabarin bang Sat"
Sandrina mencolek dagu Nudee. Mengajak sahabatnya ke salah satu club malam

"Sa ae lo kadal sarkem"
Sahut Nudee antusias kalau sudah dapat sogokan berdugem ria. Walaupun banyak tanda tanya dibenaknya, tentang sikap Raisa pada Sandrina. Yang dari awal begitu menyebalkan dan sekarang sulit diartikan

Mereka memang sesekali clubbing, tapi mereka bukan anak-anak yang doyan minum apalagi sampai mabuk. Satu dua teguk cukup, bukan yang membuat mereka lepas kendali dan hilang kesadaran. Mereka selalu punya kontrol, saling mengingatkan dan saling menjaga. Mereka lebih suka menikmati musik dan menggoyangkan badan just for fun, bukan untuk merusak diri.

Sore harinya, Sandrina sedikit lembur menyelesaikan pekerjaan. Rupanya tidak sendiri, Raisa juga masih di basement kantor, tampak menelpon seseorang dan mondar mandir. Sandrina mendekati karena melihat roman gelisah dari Raisa

"Ada yang bisa saya bantu? "
Tanya Sandrina setelah melihat Raisa tidak lagi menempelkan ponsel ditelinganya

"Bannya kempes"
Raisa menunjuk pada ban mobil Sandrina

Birunya Cinta (englot) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang