History #11

11 0 0
                                    

Waktu hampir menunjukkan pukul 00:00 WIB, pergantian tahun akan segera terjadi. Acara Asam Basa ini memang sengaja dilakukan di malam tahun baru, sebuah moment yang pas dan memang biasanya orang-orang berkumpul di pergantian tahun. Entah hanya sekadar nongkrong, makan bersama, camping, menonton kembang api, barbeque-an atau hal lainnya.

Raiya bersama yang lainnya pun kini juga sudah berkumpul melingkari api unggun. Junior dan senior berkumpul menjadi satu, meski acara ini terbilang santai tapi aturan dan tata krama harus tetap berjalan. Bersikap sopan pada senior dan menghormati mereka.

♡♡♡

Raiya POV

Rasanya malam ini udara begitu dingin, aku melihat beberapa ada yang mengenakan jaket. Aku juga merasakan kedinginan seperti mereka, tapi masalahnya aku lupa membawa jaket tadi pagi. Mau pinjam ke teman yang lain, rasanya tidak enak karena pasti mereka juga merasakan hawa dingin sama seperti yang aku rasakan. Aku berusaha untuk menahan rasa ini dan membiasakan tubuhku untuk kuat.

Ayo Rai kamu pasti kuat! Semangatku dalam hati.

Aku mengedarkan pandanganku ke kanan dan kiri, orang-orang saling bercengkrama satu sama lain. Di sampingku ada Alea dan juga Syifa, sepertinya mereka sedang membahas hal seru hingga melupakanku. Aku pun terdiam sambil menatap api unggun di depanku. Lumayan memberi kehangatan karena jaraknya tidak dekat tapi setidaknya rasa dingin yang kurasakan tidak seperti tadi.

Pandanganku terkunci pada api yang ada di hadapanku, percikan setiap percikan aku perhatikan hingga aku tidak sadar jika Alea memanggilku. Sesaat setelah Alea menepuk pundakku tadi, barulah aku tersadar dari lamunanku.

"Heh jangan melamun ntar kesambet!" ujar Alea.

"Iya, Rai bahaya tuh. Apalagi di tempat kayak gini, sini-sini ikutan ngobrol," ajak Syifa.

"Lagian daritadi kalian asyik sendiri," cibirku.

"Duh ada yang ngambek nih ceritanya? Sini-sini peluk ..." goda Alea.

"Tau aja gue lagi butuh kehangatan," kataku langsung menghamburkan pelukan pada Alea.

"Raiya kok jadi manja gini?" ledek Syifa.

"Tau nih! Anak siapa sih?" timpal Alea.

Mendengar ledekan dari mereka, aku pun melepaskan pelukan dari Alea. Kalau ditanya merasa kesal? Enggak sih. Cuman gak enak aja jika dilihatin sama yang lain.

"Udah tuh bentar lagi kembang apinya nyala," kataku sembari membenarkan posisi seperti semula.

"Eh bentar deh, gue denger malam ini ada yang spesial," ujar Syifa tiba-tiba.

"Maksudnya?" tanyaku tidak paham.

"Lo belum denger beritannya dari tadi?" tanya Syifa memastikan. Aku pun menjawab pertanyaannya dengan menggelengkan kepala.

"Duh ke mana aja sih nih anak," celetuk Alea.

"Ya sorry, emang ada apaan?" tanyaku semakin penasaran.

Aku berpikir mungkin itu yang dibicarakan Alea dan Syifa hingga sampai melupakan kehadiranku. Aku memang tidak pernah update tentang gosip yang beredar di sekitar, kalau pun tau itupun karena informasi dari Alea. Bukannya aku tidak mau tau, hanya saja malas mengurusi urusan orang lain.

"Lo tau bang Fahri kan?" Aku menjawab pertanyaan itu dengan anggukan.

"Malam ini dia mau lamar kak Ana," jelas Syifa. Tentu saja aku terkejut dengan berita tersebut. Seperti yang kutahu di organisasi ini tidak boleh menjalin hubungan khusus seperti pacaran. Aku bertanya-tanya dalam hati, mungkin jika kita masih berstatus aktif di sekolah memang tidak boleh. Namun jika sudah jadi alumni boleh-boleh saja. Tapi aneh aja gitu, memang sih gak menutup kemungkinan pasti dalam satu organisasi bakalan ada yang cinlok.

"Serius?" tanyaku tidak percaya. Sebelum pembahasan kami berlanjut, suara ledakan kembang api sudah terdengar saling bersahutan di langit. Karena terlalu fokus ngobrol, kami jadi lupa dengan acara kembang api.

Sangat indah.

Seketika pandanganku terkunci memandangi langit. Pemandangan di atas sana begitu menenangkan, ditambah lagi langit bertaburan dengan bintang-bintang. Aku pun tersenyum bahagia, rasanya tenang banget.

Sudah sepuluh menit berlalu, tapi kembang api masih bersahutan di atas sana. Leherku terasa pegal sedaritadi mendongak ke atas, aku pun menyudahi memandangi langit dan kuedarkan pandangan di sekitar. Ada yang masih setia menikmati keindahan kembang api dan sebagian sudah asyik bercengkrama.

Saat pandanganku lurus ke depan, kulihat Bara sedang melihat ke arahku. Sampai aku pastikan sekali lagi jika Bara emang sedang melihat ke arahku. Dan benar saja, seperkian detik pandangan kami bertemu. Ia tersenyum ke arahku dan tanpa kusadari aku membalas senyuman itu. Segera kualihkan pandanganku darinya. Hal barusan seperti terjadi begitu saja.

Tak lama kemudian orang-orang berpindah tempat menuju pendopo, acara yang dibilang spesial tadi akan segera dimulai. Yang benar saja, sekarang aku lihat bang Fahri dan kak Ana berdua di depan menjadi pusat perhatian. Terlihat sangat jelas keterkejutan dari kak Ana akan hal ini, sepertinya ia tidak tau apapun. Sorakan terdengar begitu jelas, semua orang kini fokusnya teralihkan.

Semua orang menunggu-nunggu bang Fahri menyatakan perasaan pada kak Ana. Berbekal cerita dari Alea dan Syifa tadi, bang Fahri memang sudah menyukai kak Ana sejak lama, saat masih duduk di SMA tetapi perasaannya tidak terbalaskan. Lantas aku sekarang berpikir, apakah kak Ana kini juga telah mempunyai rasa yang sama pada kak Fahri? Apakah masih sama seperti dulu, pasti rasanya nyesek kalau ditolak. Duh, kenapa aku jadi ikutan deg-degan gini, aneh.

Seketika hawa terasa dingin kembali, aku mendekap tubuhku dengan kedua tangan sembari mengusap lengan untuk menetralkan rasa dingin yang menusuk ini. Tiba-tiba aku dikejutkan dengan sebuah jaket yang kini telah tersampir di badanku, aku pun menoleh ke belakang. Betapa terkejutnya aku dengan seseorang yang baru saja memberikan jaket itu.

Siapa lagi kalau bukan Bara, perasaan daritadi ketemu Bara terus. Dan aku merasa malam ini sikap Bara berbeda dari biasanya, sedikit manis. Eh maksudku tidak galak dan ngeselin seperti biasanya, mungkin karena faktor situasi juga. Yang biasanya formal di organisasi tapi sekarang acara santai bersama seluruh angkatan. Aku juga tidak mau kege-eran dengan sikap Bara.

"Terima kasih," ujarku pada Bara. Dia pun hanya membalasnya dengan senyuman dan seolah memberikan kode padaku untuk melanjutkan menyaksikan kejadian di depan.

Jantungku jadi ikutan tidak karuan sendiri rasanya menunggu jawaban dari kak Ana.

"Maukah kamu menerima lamaranku?" Kurang lebih begitu pertanyaan yang dilontarkan bang Fahri pada kak Ana. Terlihat sangat jelas kak Ana masih diam dan belum juga menjawab pertanyaan dari bang Fahri.

"Diterima gak ya," gumamku dan sepertinya Bara mendengar ucapanku dan merespon.

"Semoga aja," sahut Bara.

Semua orang masih setia menunggu jawaban dari kak Ana, tidak lama kemudian kak Ana membalasnya dengan anggukan dan cincin itu diterima olehnya. Sontak semua orang yang hadir menyaksikan moment tersebut bertepuk tangan.

"Aaaa romantis banget .... jadi pengin!" teriakku.

"Ya udah yok mau kapan?"

"Hah?"

History Balin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang