History #18

5 0 0
                                    


"Raiya!"

Sontak hampir semua orang di sana menghampiri Raiya. Dia sudah terjatuh dan tenggelam dalam lumpur. Tidak ada pergerakan dari Raiya, itu tandanya dia pingsan. Awan yang berdiri tidak jauh dari sana pun cekatan menghampiri Raiya dan menariknya untuk keluar. Beberapa senior yang di sana juga membantu Raiya.

"PMR PMR!" teriak salah satu senior di sana. Tentu saja semua orang yang ada di sana panik. Aksa yang berada di rombongan kelompok sebelumnya pun mendengar keributan yang sedang terjadi, kelompok dia baru saja pergi meninggalkan pos di sawah. Dan belum jauh berjalan dari sana, keributan pun terjadi. Karena penasaran ia dan yang lainnya pun berhenti.

"Itu ada apa?" tanya Aksa.

"Sepertinya ada yang pingsan," jawab salah seorang dari rombongan mereka.

Seketika Aksa pun terpikirkan nama Raiya, apakah Raiya kecapekan dan pingsan? Untuk memastikan sendiri, Aksa pun berlari menuju pos di sawah. Yang lainnya pun terkejut dengan tindakan Aksa dan memanggilnya tapi tak dihiraukan.

"Aksa!"

"Aksa woy mau ke mana lo!"

"Aksa!"

Langkahnya terus berlari mendekati kerumunan yang tidak jauh lagi dari dirinya. Terlihat Awan sudah menggendong Raiya untuk keluar dari petak sawah dibantu beberapa petugas PMR. Tentu saja semua orang panik di sana.

"Yang lain tetap di tempat, lanjutkan misi kalian. Urusan Raiya sudah ada PMR yang menangani," ucap Fahri. Senior perintis itu juga datang di acara pelantikan calon paskibra angkatan 6.

Masih dengan kondisi yang berlumuran tanah, Raiya dibawa dengan tandu menuju ke pinggir jalan. Awan yang tadinya bersama Raiya pun kini sudah kembali ke pos di sawah untuk melanjutkan misi kelompok mereka.

"Gimana Raiya?" tanya Agustina khawatir.

"Lagi ditangani PMR, kita harus tetap lanjutin misi ini tanpa Raiya," ujar Awan. Dengan berat hati tentunya, mereka melanjutkan misi terakhir ini. Ingin cepat-cepat selesai dan segera menjenguk Raiya.

"Rai Raiya!" teriak Aksa begitu khawatir. Senior yang ada di sana pun merasa heran dengan kedatangan Aksa. Apalagi raut wajah kekhawatiran yang terpancar dari Aksa semakin membuat mereka bertanya-tanya.

"Kok bisa kayak gini sih Rai, pasti lo kecapekan," lirih Aksa. Ia mendekatkan diri pada tubuh Raiya yang masih terbaring di tandu.

"Aksa!" panggil kakak asuh kelompok Aksa. Panggilan itu tidak Aksa hiraukan.

"Aksa!"

"Mending kamu balik ke kelompok kamu, mereka nungguin. Raiya biar kita yang tanganin," ujar salah satu petugas PMR yang menangani Raiya.

"Gak bisa, Kak. Gue mau bantuin Raiya," jawab Aksa.

"Aksa please, ini demi kebaikan semuanya. Lo gak mau kan dengan kejadian ini justru jadi masalah di angkatan lo?"

"Tapi, Kak ..."

"Aksa ..." panggil seseorang tiba-tiba. Aksa tidak asing dengan suara itu, ia pun menoleh. Ternyata seseorang itu adalah Naufal, senior perintis.

"Balik ke kelompok lo sekarang," perintah Naufal. Mendengar hal itu tentu saja membuat Aksa tidak bisa menolak. Ia pun menyerah dan berjalan kembali ke rombongannya lalu meminta maaf.

Tidak lama setelah kepergian Aksa datanglah seseorang yang baru saja Naufal hubungi.

"Astaghfirullah Raiya kenapa bisa gini?" tanya seseorang itu dengan raut wajah khawatir.

♡♡♡

Bara POV

Semesta sepertinya memang berpihak kepadaku akhir-akhir ini. Banyak hal baru dan rasa yang berbeda telah hadir dalam kehidupanku. Bisa dikatakan ini adalah rasa baru dengan orang baru. Aku tertarik pada seseorang sejak pertama kali kita bertemu. Dia berbeda dari yang lain, tingkah lakunya yang judes dan cuek justru membuatku semakin tertarik padanya. Namanya Raiya Kalisya, junior di organisasi Paskibra SMA AKSARA.

Aku belum sepenuhnya yakin apakah rasa ini benar atau sekadar pelampiasan untuk melupakan. Kalau pun ditanya masih sayang sama Zumna atau enggak? jawabannya tentu masih sama, masih sayang lah. Dia adalah orang yang begitu berarti dalam kehidupanku, tapi untuk perihal menjadi sebuah pendamping hidup itu hanyalah sebuah khayalan saja. Perasaanku padanya bertepuk sebelah tangan, sejak lama.

Aku menghargai keputusan dari Zumna karena rasa memang gak bisa dipaksain. Hampir dua tahun berlalu aku berusaha melupakan rasa itu, tapi tidak kunjung menghilang. Hingga suatu ketika aku bertemu dengan seseorang bernama, Raiya Kalisya membuat kehidupanku seketika berubah. Aku menyukai dirinya, hanya saja aku masih terlalu takut. Takut jika rasa ini hanya sebentar dan hanya pelampiasan, pada akhirnya hanya akan menyebabkan rasa kecewa.

Hari ini adalah hari pelantikan paskibra angkatan 6, dan tentu saja Raiya ikut dalam acara hari ini. Tadi pagi dapat kabar kalau Raiya tidak boleh terlalu capek, ia punya penyakit yang meski tidak berbahaya tapi alangkah baiknya mencegah agar tidak semakin parah. Aku juga baru mengetahui hal tersebut saat orang tua Raiya datang ke sekolah tanpa Raiya ketahui. Orang tua Raiya bercerita padaku tadi pagi di saat kondisi hujan dan semua anggota masuk ke ruangan.

Mereka mengatakan bahwa dulu Raiya pernah kecelakaan dan menyebabkan dia amnesia. Sampai sekarang ingatan dia pun belum sepenuhnya pulih, mereka cuman takut Raiya kecapekan dan berpengaruh dengan keadaannya yang belum benar-benar pulih. Karena Raiya sering kalau kecapekan pasti merasa pusing dan mual, mereka khawatir saja jika terjadi sesuatu dengan Raiya nantinya. Kenapa bunda Raiya mau bercerita denganku? Karena beberapa kali aku  bertemu dengan bunda di rumah saat mengantarkan Raiya pulang. Dan mereka berpikir aku punya hubungan dekat dengan Raiya. Harapannya sih seperti itu dalam waktu dekat ini.

"Tolong ya, Nak. Jagain Raiya selama kegiatan nanti," pesan bunda Raiya.

"Iya tante, pasti Bara bakalan jagain Raiya ko."

Baru saja aku mengingat kejadian tadi pagi saat bertemu dengan orang tua Raiya. Tiba-tiba lamunanku buyar saat notifikasi telpon dadi handphoneku berbunyi. Tertera nama 'Naufal' di layar dan aku pun langsung mengangkatnya.

"Ada apa, Kak?" tanyaku.

"Lo buruan dateng ke pos 6, Raiya pingsan,"

Tentu saja berita itu membuatku sangat terkejut.

"Apa? Pingsan? Kok bisa?"

"Udah nanti aja gue jelasin, lo ke sini buruan!"

Baru saja aku mengingat pesan orang tua Raiya untuk memantau keadaannya, tapi sekarang udah kecolongan dapat kabar buruk aja. Aku pun bergegas menuju lokasi pos 6.

Bara POV End

♡♡♡

Raiya terbaring di brankar UKS sekolah, ditemani Bara yang sedaritadi masih setia di sampingnya. Acara pelantikan belum selesai, kelompok yang lain tentu saja masih melanjutkan perjalanan mereka terkecuali Raiya. Bara menatap wajah Raiya intens, terlihat pucat dan membuat hati Bara tiba-tiba terenyuh begitu saja. Saat tiba di lokasi ia benar-benar khawatir dengan kondisi Raiya yang masih berlumuran dengan lumpur. Sesampainya di UKS, Bara pun menyuruh petugas  untuk menggantikan baju Raiya terlebih dahulu biar dia tidak sakit dan merasa nyaman.

Tanpa Bara sadari, ia menggenggam tangan Raiya sedaritadi. Entah apa yang ia rasakan saat ini, ia merasa benar-benar takut jika kehilangan Raiya. Apakah rasa sayang sudah muncul di hati Bara? Kalau pun enggak ada rasa, gak mungkin dia sekhawatir ini sama kondisi Raiya bahkan bela-belain jaga Raiya hingga menunggunya sadar.

"Gue khawatir sama lo, bangun dong jangan kayak gini. Kenapa sih lo selalu paksain diri lo? Kalau gak kuat tuh bilang, jangan malah nyiksa diri lo kayak gini."

"Raiya gue gak mau kehilangan lo, gue gak tau apakah rasa ini itu benar-benar nyata atau enggak. Tapi jujur, gue sayang sama lo ..."

Apa yang dikatakan Bara barusan benar-benar tulus dari dalam hati. Sadar gak sadar ia telah menyatakan perasaannya pada Raiya. Tapi ia melupakan satu hal, konsekuensi menjalin hubungan di organisasi yang sama. Ia tidak berpikir jauh ke situ, apakah yang akan terjadi ke depannya jika semua orang tau akan hubungan mereka?

History Balin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang