Raiya POV
Penampilan pertama baru saja selesai, suara riuh tepuk tangan masih terdengar. Tiba-tiba saja tadi urutan tampil diacak tidak sesuai urutan nomor kelompok. Entah harus senang atau bahagia aku bingung mendefinisikannya. Harusnya kelompokku tampil di urutan nomor 2, tapi setelah mengambil acak kertas tadi menjadi paling terakhir. Awalnya aku bersyukur karena masih di urutan akhir, tapi sekarang justru perasaanku berubah. Aku merasa lebih baik di awal karena sehabis itu udah lega gak ada tanggung jawab.
"Kita saksikan penampilan kedua dari kelompok Pattimura! Beri tepuk tangan yang meriah!" teriak pembawa acara disusul suara riuh tepuk tangan.
"Pattimura!"
"Siap! siap! siap!"
Aku melihat dengan seksama penampilan dari kelompok "Pattimura", baru saja dimulai tapi semangat mereka patut diacungi jempol. Aku pun bertepuk tangan dan disusul yang lain juga ikutan tepuk tangan.
"Jalan di tempat grak!"
"Langkah tegap maju .... jalan!"
"Kami ... pasti bisa!" suara pasukan Pattimura membuat penonton yang ada di sekitar bertepuk tangan kembali.
"Keren banget!" teriaku dan membuat Awan menoleh ke belakang.
"Raiya! Kelompok kita pasti jauh lebih keren!" kata Awan sembari mengacungkan jempolnya.
"Iyain deh, tapi seketika gue jadi takut woy," ujarku pada Awan.
"Jangan gitu dong, kita harus yakin kita pasti bisa! Gak boleh pesimis, buktikan kalau kita bisa dan tampilkan yang terbaik untuk penutup. Oke?"
"Oke deh, Bismillah."
Penampilan berjalan dengan lancar, tinggal satu kelompok lagi setelah itu giliran kelompokku menjadi yang terakhir. Mendadak aku merasa gugup dan ingin pergi ke toilet. Aku ngobrol dengan Agustina yang satu kelompok denganku.
"Eh Agustin, gue kebelet nih. Ke toilet bentar boleh gak ya?" tanyaku pada Agustina.
"Boleh lah masa kagak," jawabnya.
"Ya udah deh bentar ya gue ke belakang," pamitku.
"Oke sip. Hati-hati!"
Aku pun beranjak dari dudukku, beberapa senior yang berjaga di belakang menatapku tidak bersahabat. Aku berjalan ke arah kak Zumna yang kebetulan sedang berdiri di belakang barisanku. Lebih baik aku izin ke dia daripada sama yang lain, tatapannya gak bisa biasa aja apa ya.
"Maaf, Kak. Saya mau izin ke toilet sebentar apakah diizinkan?"
"Boleh silahkan, perlu ditemani atau sendiri?" tawar kak Zumna dengan lembut.
"Sendiri aja, Kak."
"Yaudah hati-hati ya, langsung balik ke barisan lagi nanti."
"Siap, Kak!"
Aku pun berlalu meninggalkan barisan, yang benar saja daritadi senior angkatan 5 terus saja memandangku dengan tatapan yang aku sendiri tidak bisa mengartikannya. Coba aja senior ceweknya kayak kak Zumna semua, bakalan betah kalau diajak ngobrol daripada mereka-mereka yang kalau diajak ngobrol sok judes dan omongannya selalu nyakitin hati. Duh ko malah jadi ghibah gini.
Kulangkahkan kaki ke toilet terdekat dari lapangan, setelah aku sampai di sana ternyata sedang diperbaiki karena ada penyumbatan. Alhasil aku pergi ke toilet di lantai dua, lebih menghabiskan waktu lama. Tapi mau bagaimana lagi, aku gak bisa menahannya sampai nanti. Sesampainya di lantai dua aku langsung masuk ke dalam toilet, aku merasakan kelegaan tersendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
History Balin
Novela JuvenilTentang sebuah rasa, kekeluargaan, kebersamaan, perjuangan dan sebuah mimpi bersama.♡ Cover by @ttmdesignart