History #19

3 0 0
                                    


Raiya POV

Aku berusaha mengerjapkan mata dan mengingat-ingat apa yang baru saja terjadi. Masih terasa pusing di kepala, aku edarkan pandangan di sekitar, pandanganku terlihat kabur. Aku meringis kesakitan sembari memegangi kepalaku yang masih terasa pusing, tiba-tiba seseorang membantuku untuk bangun. Masih belum jelas siapa dia, suaranya terdengar sama-sama di telingaku.

"Eumm siapa ya?" tanyaku. Seseorang di depanku terdiam membisu. Aku belum bisa jelas melihat wajahnya, kenapa seperti ini. Pandanganku kabur lagi dan tiba-tiba rasa pusing di kepalaku semakin bertambah dan semuanya gelap lagi.

Raiya POV end

Bara masih setia menunggu Raiya di ruang UKS, ia juga sudah meminta panitia yang lain untuk memberikan penanganan yang khusus pada Raiya. Sempat terjadi perdebatan tentunya. Rose dan Rizal datang menghampiri ke UKS, melihat kondisi Raiya apakah sudah kembali pulih atau belum.

"Gimana keadaannya, Bro?" tanya Riza yang baru saja memasuki ruangan.

"Lemah banget sih gitu aja dah pingsan," nyinyir Rose. Mendengar hal tersebut membuat Bara justru tersinggung, mulut Rose memang tidak bisa dikondisikan.

"Diem deh gak usah banyak omong," jawab Bara ketus. Respon dari Bara tentunya membuat Rose terkejut, tidak biasanya ia bersikap dingin kepadanya. Rose pun saling tatapan dengan Riza, seolah bertanya ini anak kenapa ya.

"Heh selow, Bro. Lo demen ya sama tuh anak?" tebak Rose.

Mendapat pertanyaan dari Rose membuat Bara terdiam. Ia harus hati-hati dengan perkataannya, jangan sampai banyak yang tau akan perasaan ini. Terlebih lagi teman seangkatan dan senior di atas mereka. Terlalu beresiko untuk semuanya tau.

"Enggak. Udah deh kalian mau ngapain ke sini?" tanya Bara to the point.

"Dia kalau udah siuman suruh balik ke kelompoknya, misi dia belum selesai," ujar Rose.

"Lo gila ya? Dia baru aja pingsan masih disuruh lanjutin misi?" tanya Bara dengan nada tidak bersahabat. Entah kenapa dia jadi terpancing emosi.

"Lah loh yang kenapa? Ini aturannya, kalau pun dia gak bisa ya kenapa harus masuk sini! Mental-mental lemah!" Perkataan Rose pun semakin membuat Bara emosi.

"Heh jaga omongan lo ya! Dia sakit Ros! Lo mau penyakit dia semakin parah? Lo mau tanggungjawab hah?"

"Kenapa lo peduli banget sama dia? Profesional man, ini di organisasi. Dia junior dan kita senior di sini, gak bisa beda-bedain dia sama yang lainnya,"

"Sekarang gue tanya sama lo, apa iya lo bakalan maksa junior lo buat lanjut kalau lagi sakit gini? Enggak juga kan? Jangan senioritas gini deh harus tau keadaan. Oke aturan emang aturan, tapi apa kita harus melupakan sisi kemanusiaan?"

"Udah deh udah! Ini di UKS kenapa kalian justru ribut! lerai Riza. Dia sedaritadi sudah pusing mendengar perdebatan mereka.

Bara dan Rose sama-sama diam, yang satu keras kepala yang satunya suka nyinyir dan gak mau mengalah. Cocok deh debat gak akan ada ujungnya.

"Kondisinya parah?" tanya Riza sekali lagi tentang keadaan Raiya.

"Gue juga belum tau, tapi udah dari satu jam yang lalu dia belum siuman," jelas Bara.

"Lanjut tidur kali," sahut Rose. Hampir saja Bara ingin membalas perkataan Rose, tapi sudah dicegah oleh Riza.

"Rose jangan memperkeruh suasana," lerai Riza.

"Mending lo telfon orang tuanya deh," saran Riza.

"Udah, mereka lagi perjalanan ke sini."

"Yaudah aman kalau gitu, kabari yang lain kalau ada apa-apa. Lo jagain dia aja di sini karena lo yang udah diamanahi sama orang tua Raiya. Kita balik dulu kalau gitu," pamit Riza.

History Balin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang