18: Keras Kepala

157 37 4
                                    

Diliputi rasa bersalah, tidak lama setelah Oliv pergi Ghea langsung berlari menyusul. Dia merasa harus menjelaskan sesuatu pada temannya itu, walau bagaimana pun juga alasan Oliv dan Rendy bertengkar kan salah satunya karena dia.

"Liv, Liv!"

Ghea bukan tipikal orang yang rajin berolahraga sebenarnya, mungkin dalam sebulan bahkan bisa dihitung pakai jari. Maka dari itu menyusul Oliv yang menuruni anak tangga tiga lantai dengan langkah tergesa sanggup membuat Ghea ngos-ngosan mengejarnya. Untung saja pergelangan tangan Oliv bisa Ghea raih dan membuat mereka berhenti saat sudah berada di lorong lantai pertama.

"Duduk dulu. Gue capek," pinta Ghea yang sudah tumbang terduduk di lantai dengan tangan yang masih menahan Oliv agar tidak pergi. "Liv, please."

Sebenarnya Oliv malas sih, dia mau cepat pulang dan mengurung diri di apartemen. Oliv tuh punya kebiasaan buruk saat sedang marah, yaitu ia akan kelepasan marah-marah juga ke orang yang bahkan tidak berkaitan dengan masalahnya. Maka dari itu daripada kelepasan marah-marah ke orang yang tidak bersalah, lebih baik menghindar. Begitu pikirnya.

Tapi bagaimana mau menghindar saat tangannya ditahan begini sama Ghea? Alhasil mau tidak mau ia menurut, ikut duduk berhadapan dengan Ghea yang masih berusaha mengatur napasnya.

"Liv, gue minta maaf ya?" ucap Ghea setelah beberapa saat yang terdengar hanya suara napasnya saja.

Alis Oliv terangkat satu, merasa bingung dengan penuturan temannya tersebut. "Kenapa jadi lo yang minta maaf?"

"Lo berantem sama Rendy kan karena gue juga, Liv. Malam itu, waktu gue nelpon lo buat ngasih tau Rendy yang jemput Clara di rumahnya itu gue cuma iseng doang. Karena selama ini gue tau lo tuh anaknya selow nggak cemburuan, bahkan saat tau Rendy dikasih surat cinta sama cewek waktu ospek dulu aja lo malah keliatan biasa aja. Bahkan cuek banget seolah-olah Rendy itu bukan pacar lo. Gue tuh mau manas-manasin lo dengan maksud bercandaan gitu loh, Liv. Lo ngerti maksud gue kan? Tapi kenapa malah jadi begini? Gue nggak nyangka bakal jadi seserius ini masalahnya."

"Oh, nggak apa-apa. Malah gue berterima kasih sama lo, karena tanpa informasi itu gue gak bakal tau kelakuan Rendy di belakang gue."

"Duh, Liv. Nggak gitu!" Ghea sampai frustasi menghadapi Oliv dengan kekeras kepalaannya ini. "Kan tadi Rendy udah jelasin sama lo kalau dia sama Clara tuh cuma mau kerja kelompok, nggak lebih. Lo nggak percaya sama pacar lo sendiri?"

"Menurut lo, gue harus percaya sama dia?"

"Liv, Rendy itu pacar lo. Seharusnya lo nggak sih yang lebih mengenal Rendy tuh kayak gimana anaknya? Apa mungkin coba modelan kayak Rendy bisa naksir cewek aneh modelan Clara-Clara itu? Bahkan kalaupun gue terlahir jadi cowok nih ya, nggak bakal deh gue naksir si Clara!"

"Kan itu menurut pandangan lo, bukan Rendy."

"Liv---"

"Udah, ah. Gue mau pulang aja."

Cukup sekali sentakan, cekalan Ghea pada pergelangannya terlepas. Gadis itu berdiri, menatap Ghea yang mendongak padanya dengan tatapan bersalah bercampur kesal. Dia masih merasa bersalah karena cerita tak pentingnya itu membuat Oliv dan Rendy bertengkar, juga kesal karena Oliv susah sekali dikasih taunya. Sampai-sampai Ghea mikir, 'Ini si Oliv maunya gimana sih?!'

"Olivia, coba lo resapi dulu deh omongan gue tadi."

Namun temannya itu justru merotasikan bola matanya jengah. "Percuma, Ghe. Mau lo ngomong sampai mulut lo berbusa juga kalau guenya masih emosi penjelasan macam apapun nggak akan masuk ke kepala gue."

Ya beginilah Oliv dengan kekeras kepalaannya. Sabar banget Ghea tuh temenan sama dia.

"Mau nelpon siapa lo?" Ghea berdiri sambil menepuk celananya yang sedikit kotor karena debu-debu halus di lantai.

Lovenemy ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang