Rendy berasa di-prank.
Bagaimana tidak? Dia sudah dibuat ketakutan sampai lari kocar kacir bahkan meninggalkan pacarnya di belakang hanya untuk mendapati gadis di depannya ini cengengesan, sementara anak yang satunya lagi memandangnya dengan tatapan bosan.
"Sorry, Ren," ucap gadis yang umurnya setahun lebih muda darinya itu.
Darah Rendy langsung mendidih saat mendengar suaranya, "Ran, Ren, Ran, Ren. Gue ini lebih tua dari lo, panggil gue kakak!"
"Iya-iya. Maaf, Kak Rendy," ulang Kay lagi.
Gadis itu menyikut pinggang Lean yang berdiri di sampingnya, membuat si empunya mendengus sebal namun langsung paham apa maksud temannya itu.
"Sorry," jawabnya tanpa rasa bersalah sama sekali. Karena ya memang bukan salahnya juga, kan dari awal mereka tidak ada niatan menakut-nakuti Rendy dan Oliv. Kedua orang itu saja yang parnoan.
"Sebenarnya kalian tuh ngapain sih malam-malam gini di sekolah?" Oliv yang lebih bisa mengontrol dirinya itu mulai bertanya, meski keringat di keningnya masih menyisa sehabis berlari beberapa saat lalu.
Karena dia tau kalau Lean tidak akan berniat menjelaskan, maka Kay yang langsung inisiatif menjawab.
"Gue cuma mau ngambil novel gue yang disita guru aja sih, Kak. Fyi aja itu novelnya masih baru, gue baru baca setengah pas di bagian konflik, kan lagi seru-serunya tuh malah disita sama guru. Makanya gue nekat nyusup ke sekolah malam-malam buat ngambil tuh novel. Kebetulan sekolah juga lagi nggak ada satpamnya kan, terus ruang guru biasanya emang nggak dikunci makanya gue memberanikan diri buat ngambil. Si Lean sebenarnya nggak mau ikutan tapi gue paksa soalnya gue takut gelap, makanya minta dia buat nemenin."
Oliv mengangguk mengerti, pandangannya kemudian berpindah pada sosok anak laki-laki yang tingginya melebihi Rendy dengan wajah sombong khasnya itu. Sejujurnya dari dulu Oliv tidak begitu menyukai anak bernama Lean tersebut, dia terlalu pongah, tatapan matanya seperti sedang merendahkan orang lain, belum lagi mulut ceplas-ceplosnya yang bikin Oliv greget ingin memukul. Tapi kali ini anak itu hanya diam, setia berdiri di samping Kay dengan tangan terlipat ke dada.
"Terus suhu dingin tadi asalnya dari mana ya? Asli, gue sampai merinding," tanya Rendy kemudian.
Lean berdecak mendengarnya, dengan nada malas dia menjawab. "Itu cuma AC."
"Serius?"
"Iya itu AC ruang guru lupa dimatiin, Kak Ren. Kan pas kalian di depan ruang guru pintunya setengah kebuka kan? Wajar suhu dinginnya sampai ke luar ruangan." Kay ikut menjelaskan kesalahpahaman itu. Agak lucu juga sih sebenarnya, kejadian tadi membuat Kay jadi mengetahui salah satu titik kelemahan Rendy.
Pemuda itu takut hantu ternyata.
"Oh, gitu. Terus kalau yang suara buku jatuh itu ulah kalian?"
Kali ini baik Kay maupun Lean tidak langsung menjawab. Keduanya malah saling tatap dengan ekspresi yang sulit dijelaskan apa maksudnya, Oliv pun ikut kebingungan.
"Itu ... bukan kami, Kak."
"Hah? Terus kalau bukan ulah kalian, ulah siapa dong??"
"Ya nggak tau. Gue sama Lean aja kaget kenapa tiba-tiba buku di rak guru bisa jatuh, padahal kami nggak nyentuh sama sekali. Soalnya kan pas dengar suara kalian, kami langsung sembunyi di bawah meja, nggak pindah-pindah posisi sampai kalian pergi lagi. Nah, kalau suara kejeduk itu emang asalnya dari kami. Lebih tepatnya kepala Lean yang kejeduk meja pas lagi sembunyi."
"Waah, beneran angker ternyata." Rendy bergidik ngeri sembari menatap kembali bangunan sekolah di belakang mereka.
Tampilan gedung sekolah yang biasa mereka lihat di pagi hingga sore hari tidak terkesan angker memang, terlebih lagi sekolah ini sudah mengalami renovasi berulang kali. Namun meski tampilannya tidak seram bukan berarti tidak ada penunggunya bukan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Lovenemy ✓
FanfictionDebat, bertengkar, dan menjelekkan satu sama lain sudah menjadi hal biasa di hubungan Rendy dan Oliv. Dari awal, teman-temannya sudah berkata kalau mereka tidak akan cocok jika menjalin suatu hubungan. Hal itu karena mereka punya banyak sekali persa...