23: Conversation

162 38 7
                                    

Harapan Oliv tidak terkabul rupanya.

Begitu memasuki area komplek perumahan Rendy, hujan justru turun dengan derasnya. Andai saja tau akan begini mending order taksi online saja sekalian, nggak apa-apa deh lebih mahal sedikit. Oliv jadi menyesal sekarang.

Sesampainya di teras rumah Rendy, gadis itu segera mengibas bagian rambutnya yang basah sambil menggigil kedinginan. Kardigan rajut yang ia kenakan rupanya tak cukup membuatnya merasa hangat, terlebih lagi sekarang pakaiannya sedang basah-basahnya. Semoga saja ia tidak sampai terserang flu nanti.

"Ren!" panggil Oliv seraya menekan bel rumah Rendy.

Sebenarnya bisa saja sih ia langsung masuk ke dalam, toh hanya ada Rendy di sana. Tapi Oliv rasa lebih beradab jika ia menekan bel dulu daripada main nyelonong masuk. Beruntung tidak sampai menunggu lama, Rendy dengan kaos rumahan dan celana pendek selututnya datang membukakan pintu.

"Astaga, kenapa malah hujan-hujanan?!" pekik Rendy kaget sendiri saat melihat penampilan pacarnya itu di depan pintu.

Oliv memberengut sebal sambil bibirnya agak bergetar, sore ini hujannya memang cukup deras yang disertai angin kencang. Sepertinya akan lama baru mereda.

"Gue tuh kehujanan, Rendy. Bukan hujan-hujanan."

"Kalau tau mau hujan kenapa nggak mesen taksol aja tadi? Lo pasti ngegojek kan?"

"Lagi penghematan! Udah deh nanyanya nanti dulu, dingin nih!"

"Butuh peluk?" gurau si pemuda, tangannya membuka pintu rumahnya lebih lebar agar Oliv bisa masuk.

Oliv mendengus, "Saran lo nggak berguna sama sekali!"

"Dih?"

Si pemilik rumah membututi Oliv yang berjalan menuju ruang tamu, setelah sebelumnya menutup pintu. Karena di rumah itu hanya ada Rendy seorang, Oliv jadi bisa sedikit lebih santai tanpa harus takut dianggap tidak sopan oleh penghuni rumah.

"Gue numpang ngeringin baju dong, Ren," pinta Oliv sembari melepas kardigannya yang basah.

Sementara Rendy yang kini sudah berada di balik kitchen bar itu menjawab, "Langsung ke kamar gue aja, Liv. Sekalian ganti. Kamar mandinya juga ada di atas kok, tau kan?"

"Iya tau."

Meskipun tidak begitu sering datang ke rumah Rendy, nyatanya ia cukup hapal dengan seluk beluk rumah bertingkat dua itu. Apalagi dulu pas awal-awal main kemari, Rendy bersemangat sekali menunjukkan bagian dalam sampai ke halaman belakang rumahnya pada Oliv.

Sementara Oliv berganti pakaian, Rendy sendiri sibuk menyeduh teh hangat. Dia juga menyiapkan beberapa potong brownies buatan ibunya ke atas piring dan meletakkannya ke meja. Tak berselang lama kemudian, Oliv sudah turun menghampirinya setelah mengganti pakaian basahnya dengan milik Rendy.

Kalau dilihat dari postur tubuh, sebenarnya badan Rendy tidak seberapa besar, ditambah lagi dia kurus. Tapi tetap saja kaos putih miliknya terlihat kedodoran dipakai Oliv. Belum lagi celana kain selututnya yang malah terlihat seperti ukuran nanggung, mau dibilang selutut tapi kepanjangan, dibilang celana panjang tapi nggak panjang. Oliv terlihat seperti orang-orangan sawah, dan itu cukup lucu di mata Rendy.

"Baju lo kenapa nggak ada yang ngepas sih, Ren? Lo hobi banget beli kaos oversize gini." Oliv berkomentar sembari duduk di kursi mini bar berhadapan dengan pemuda itu.

"Badan lo aja kali yang kecil," balas Rendy tak mau kalah.

"Badan lo juga kecil ya, cungkring pula."

"Heh, bisa-bisanya lo ngatain gue cungkring!"

Lovenemy ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang