19: Gengsi

166 34 3
                                        

Duk

Duk

Duk

"Duh, Liv. Itu hp lama-lama rusak juga kalau lo banting ke meja terus!"

Sumpah ya, Ghea sudah gregetan sekali sama kelakuannya si Oliv. Sudah hampir satu jam mereka berada di kelas kosong setelah kelas Sosiologi selesai, tapi karena Oliv tidak mau pergi jadi ya Ghea ikut menemani. Udah gitu selama di sana mereka tidak melakukan apa-apa, Oliv sibuk mengecek layar ponselnya lalu membanting-bantingnya ke meja sementara Ghea asik menonton video YouTube guna memanfaatkan fasilitas WiFi di departemen mereka.

Sungguh kegiatan yang membuang-buang waktu saja. Tapi karena Ghea ini anaknya setia kawan, setidaknya menurut dia, jadi Ghea sabar-sabar saja menemani Oliv yang sedang uring-uringan tak jelas begini.

"Gue tuh sebel banget tau nggak sih, Ghe? Dari semalam Rendy nggak menghubungi gue sama sekali, nggak ada rasa bersalahnya apa ya tuh orang?" dumel Oliv seraya menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi.

Ghea mem-pause sejenak tontonannya di YouTube agar bisa fokus meladeni Oliv di samping kanannya itu. "Lo sendiri udah coba ngehubungin Rendy belum?"

"Ya nggak lah, orang yang salah Rendy ngapain gue duluan yang ngehubungin? Mau ditaruh di mana coba harga diri gue?"

"Kalau gitu ya sama aja, Liv, Rendy juga pasti mikirnya begitu. Orang kalian berdua sebelas dua belas kok pola pikirnya. Sekarang pasti Rendy juga lagi nungguin lo ngehubungin dia duluan deh," Ghea menepuk salah satu bahu temannya tersebut, memasang ekspresi sebijak mungkin di hadapan Oliv yang menatapnya malas-malasan. "Intinya sih kurang-kurangin deh, Liv, gengsian lo itu. Ini gue kasih saran aja nih kalau emang lo mau hubungan kalian tahan lama, tapi kalau semisal lo mau segera putus sama si Rendy sih silakan aja abaikan saran gue ini."

"Nggak ada saran lain ya?" Oliv mencoba bernegosiasi. Sebab ia sadar diri kalau rasa gengsi yang ia miliki agaknya sudah mendarah daging, akan teramat sulit kalau diubah.

"Nggak ada, kecuali keras kepala lo yang bisa diubah."

Oliv menggembungkan pipinya, kecewa. Kalau yang satu itu sih bakal lebih sulit lagi.

"Arghh, stres gue lama-lama. Rendy sialan!" seru Oliv disertai gebukan pelan di meja, rasanya greget sekali ingin menghampiri Rendy tapi dia gengsi. "Udahlah, mending kita ke kantin aja. Gue lapar mau makan."

Mendengar itu Ghea langsung antusias, sebab sejak tadi ia memang sudah menahan lapar. "Ayo, bakso biasa ya?"

"No, gue mau makan di kantin univ aja."

"Jauh amat? di kantin fakultas aja kan deket."

"Males nanti ketemu Rendy."

"Bukannya malah bagus ya? Lo jadi nggak perlu nungguin dia ngehubungin lo kan, tinggal ngomong langsung aja ntar."

"Nggak mau, gue sebel liat muka Rendy," jawab Oliv yang kemudian beranjak dari kursi, tak lupa membawa serta tote bag miliknya.

Ghea hanya bisa melongo, menatap temannya itu dengan pandangan tak percaya sekaligus keheranan. "Liv, sebenarnya lo tuh maunya apa sih? Sumpah gue nggak paham sama pola pikir lo."

Bahkan Oliv saja tidak paham dengan pola pikirnya sendiri, terlalu rumit dan menyebalkan.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Lovenemy ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang