-Skizofrenia-
Malam harinya Regan baru saja pulang. Melangkah nan selajur mencium aroma rumah yang khas. Niat hati ingin segera mandi dan beristirahat, ibu Maria malah menghalanginya di ruang tamu. Ia berkacak pinggang seolah Regan baru saja membuat kesalahan yang tidak bisa di ampuni."Ibu? ada apa?" tanya Regan dengan polosnya, kemudian menutup pintu dan menguncinya. "Kamu tahu gak sih?! satu komplek ngomongin Fara. Ibu jadi malu tau gak mau keluar rumah buat beli makanan aja!"
Regan menilik ke arah ruangan lain, ke arah dapur lebih tepatnya. Fara terduduk lemas di kursi makan. Tertunduk bisu tak berani menjawab.
"Emangnya kita perlu bahas ini sekarang, ya, bu?" timpalnya seraya membuka perlahan kancing baju menggunakan satu tangan.
"Kamu ini! Ibu kerja banting tulang untuk ngebesarin kamu. Supaya kamu hidup enak setelah dewasa. Kamu malah nikah sama perempuan gila itu, kamu sadar gak?!" makinya tak berperasaan.
"Ibu juga baru tau soal kejadian lalu. Dia wanita kotor, Regan! Mau maunya dia diprkosa!" Mendengar kalimat yang tak pantas itu keluar dari buah bibir Ibu, Regan menukas dengan berani.
"Cukup, bu! cukup Regan bilang!" senggak Regan Melempar tas tenteng berwarna coklatnya, naik pitam.
Ia tidak pernah semarah ini melawan sang ibunda. Tapi perbuatan Maria memang sudah diatas batas wajar baginya."Regan izinin ibu menginap, karena Regan gak mau jadi anak durhaka yang ngelupain semua hal yang udah ibu perbuat untuk Regan. Tapi mohon, bu, jangan cari -cari kesalahan Fara terus.
Fara itu menantu ibu, bukan penjahat. Gak capek ibu hina-hina Fara terus""Berani kamu ngomong kaya gitu ke ibu?! ibu lebih tua disini, ibu yang paling paham soal hubungan. Dan dia—" Ibu mengangkat telunjuk setinggi bahu, mengarahkannya pada ruang dapur, alias menunjuk Fara. "Perempuan yang gak tau malu itu, udah ngerusak harga diri kita Regan. Dia bawa semua masalahnya ke-keluarga kita. Kamu gak bisa hidup dibawah itu terus!"
"Sadar Regan!"tegas Maria sekali lagi. Regan selajur menggeleng jengah, tak habis pikir. Bagaimana bisa karakter antagonist seperti Maria mampu menerobos layar kaca televisi untuk hidup di dunia nyata."Regan gak ngerasa harga diri Regan rusak. Regan bersyukur punya Fara, dan Regan juga yakin ibu akan sama bersyukurnya seperti Regan. Jika saja ibu mau kenal Fara, bu!" jelas Regan. Namun tak cukup membuat Maria diam.
"Ibu udah cukup kenal! dia perempuan kotor yang sudah merusak hubungan kamu dan ibu. Dia juga mandul, gak bisa kasih kamu apa – apa! yang cuman bisa dia kasih hanya masalah!""Bu! berhenti, ya, bu! ibu udah kelewatan batas!" peringat Regan, memapah jarak lebih dekat. Sampai terasa berdengung telinga ibu mendengar suara lantang putra semata wayangnya itu.
"Kamu yang harusnya berhenti!" ia menggantung kalimatnya dan menatap tajam. Menyalurkan panas keseluruh badan, dan menimbulkan suasana tegang di setiap detiknya.
"Fara itu sakit jiwa!"
"ISTRIMU GILA!"tempiknya sekali lagi.
Regan balik menatap tegas, menyekat tanpa rasa takut. "Dia memang Skizofrenia! tapi ibu perlu tau, bahwa tidak ada satupun orang yang boleh membuat Fara merasa menjadi manusia paling hina dimuka bumi ini. Bahkan itu ibu sekalipun!"
Regan mencengkram bahu wanita paruh baya itu, lalu kembali menegaskan. "Martabat apapun yang ibu jatuhkan, gak akan ngerubah sedikitpun rasa sayang Regan ke Fara!"
Ia buang segenap rasa amarahnya, mengambil tas yang tadi ia lempar lalu pergi menghampiri Fara dan membawanya ke kamar. Sementara ibu diam tak berkutik. Kakinya seakan lemas lalu jatuh bersimpuh tak percaya.
Ia merasa bahwa putra semata wayangnya telah dicuci penuh otaknya oleh Fara. Regandra yang baru saja berdebat dengannya seolah berbeda dengan Regandra yang selama ini ia kenal. Regandra putranya selalu patuh, dan tidak suka melawan meski dituding atas kesalahan yang tidak pernah ia perbuat. Regandra yang selalu ia sayang, kini telah menghancurkan hatinya. Dan itu semua karena Fara.
Sementara di balik kamar, kini suara tangis senyap sedikit terdengar samar. Fara menangis di balik dada sang suami. Jemarinya ia gunakan untuk menutup mulut agar tidak ada sedikit pun suara terdengar."Maafin aku, ya? Maaf karena harus menempatkan kamu di posisi seperti ini" lirih Regan tepat pada kembang telinga milik Fara.
Ia usap punggung itu perlahan guna menenangkannya. Sembari tak henti hentinya meminta maaf atas perbuatan, yang tentu saja tidak diperbuat olehnya, melainkan oleh ibunya sendiri. Meski ia sadar, bahwa kata maaf tak lebih dari cukup untuk membuat hati Fara yang hancur kembali pulih. Hati dan jiwanya sudah terlalu rapuh tertikam pilu yang menderu, atas dunia yang selalu menyudutkannya pada ujung jurang nan mendorongnya jatuh.
Jikalau mampu Fara berterima kasih pada dunia. Ia akan berterima kasih karena telah dilahirkan sebagai manusia paling menderita, yang berhasil membuat semua orang mencibir cela atas kehadirannya yang tidak di harapkan itu.
"Ibu kamu benar, harusnya kamu gak maksa nikah sama aku" isak Fara disela sela itu. Dengan cepat Regan menggeleng, membantah perkataan yang terucap pada buah bibir Fara. "Pernikahan kita bukan kesalahan Fara. Aku menikahi kamu atas dasar cinta, bukan karena perjodohan apalagi pemaksaan."
Fara menaruh jarak, memundurkan kepalanya jauh dari posisinya semula. Lalu tiap jemarinya bergerak menghapus air mata dari pulupuk mata, namun tak sedikit pun menghentikan tiap tetesnya untuk jatuh. "Cinta gak bisa kasih kamu kebahagiaan"
"Bisa! aku bahagia punya kamu" bantah Regan."Kamu jangan munafik Mas, aku tahu apa kebahagiaan yang kamu mau"
"Apa?! Beritahu aku, apa yang aku perlukan menurutmu?" Baru usai berdebat dengan sang ibunda, kini waktunya memulai perdebatan dengan sang istri.
Fara dengan isak pilu yang tak lagi mampu ia tahan, membalas pertanyaan Regandra terbata bata. "Ka-kamu perlu segalanya.Anak, keluarga yang menerima hubungan pernikahan kamu, tetangga yang ramah, dan tentu saja istri yang tidak punya aib""Kamu perlu itu semua Mas..." hilir Fara dengan isak tangis. Kemudian Regan terbangun dari tempatnya, menatap keluh tubuh Fara yang bergetar. "Harus berapa kali aku bilang? bahwa gak ada yang perlu kita sesalkan atas takdir yang udah kita dapat. Kamu gak perlu mikirin kebahagian aku bagaimana. Karena kebahagiaan aku, ya kamu! Cuman kamu" jelasnya. Berbicara dari jarak yang merenggang
"Jangan menyia nyiakan waktu kamu untuk memikirkan apa yang juga dipikirkan ibu. Karena kamu tidak seperti itu, Fara! Kamu baik, dan aku gak malu punya kamu."
-Skizofrenia-
KAMU SEDANG MEMBACA
02 | SKIZOFRENIA - SPIN OFF LOSE [END]
Teen Fiction[SUDAH DITERBITKAN] 1990, akan selamanya abadi dalam relung hati dan pikiran Fara. Perihal hari dimana ia dilecehkan seperti binatang seksual, dan menjadi bahan gunjingan para tetangga dan ibu mertua. Sejak saat itu kehidupannya hancur dan berantaka...