016. Musim Gugur 1976

244 36 0
                                    

Awal Musim Gugur, 1976 

Malam hari kembali tiba menyapa desa pesisir di Pulau Jindo. Suara pelan beriak air terdengar tengah malam di saat hampir semua makhluk hidup beristirahat dalam lelap.

Jeonghan berenang ke permukaan, memuncul kan setengah dari wajahnya mengintip dari permukaan air– kosong. Area bibir pantai malam itu kosong, tak seperti biasanya.

"Tumben nggak kemari? Apa karena ini udah mau masuk musim gugur dan udara jadi lebih dingin dari biasanya?" Gumam Jeonghan dalam hati. 

Splash!

Jeonghan keluar dari dalam air dan melangkah menuju daratan. Sudah hampir satu bulan setelah ia tak lagi mau menemui Bada setelah apa yang ia lihat satu bulan lalu. Entah mengapa hatinya merasa sakit ketika melihat gadis itu bercumbu dengan pria lain meskipun ia sadar jika biar bagaimanapun juga, dia dan Bada tak akan pernah bersatu. 

Selama satu bulan terakhir ini ia tahu jika Bada sering datang ke tepi pantai setiap menjelang tengah malam. Hanya sekedar duduk di sana dan termenung selama beberapa saat. Jauh di lubuk hatinya, sesungguhnya Jeonghan merasa bersalah dan kerap mempertanyakan dirinya apakah ia terlalu jahat pada gadis itu padahal kalau bukan karena Bada, ia tak akan bisa selamat. 

Jeonghan terdiam menatap pantai yang begitu hening. Aneh rasanya tak melihat kehadiran gadis itu hari ini ketika setiap hari dia selalu muncul di sana tanpa terlewat satu hari pun.

"Jadi kamu baru mau muncul kalau aku nggak muncul?" 

"Huh?!" Jeonghan terkejut ketika mendapati Bada muncul di sana. Ia hendak kembali ke lautan namun langkahnya terhenti setelah mendengar ucapan Bada.

"Itu yang terakhir kalinya!!" Seru gadis itu sehingga mampu menghentikan langkah Jeonghan. Melihat hal itu, Bada mendekatinya dengan hati-hati dan berdiri di dekatnya, mendongak– menatap Jeonghan yang lebih tinggi darinya.

"Dia mantan pacarku. Dia yang nggak sengaja menangkap saudari kamu–"

Jeonghan sontak menatap tajam Bada, "Dan kupikir kamu dipihakku?!"

"Denger aku dulu!" Seru Bada menahan lengan Jeonghan. Ia pun menceritakan kronologi sebenarnya bahwa sesungguhnya saat itu sang Ayah tengah mengajak Mingyu berkeliling laut dan mereka belajar menangkap ikan dari nelayan sekitar. Tiba giliran Mingyu menebar jaring, tepat bersamaan dengan munculnya Jeonghan dan saudarinya yang tengah berenang di dekat permukaan laut. 

Ia ingin memulangkan kembali makhluk itu, namun sang ayah melihat itu sebagai peluang bisnis yang bagus demi menarik wisatawan untuk datang ke hotel mereka. Mingyu tak bisa berbuat apapun. 

"Malam itu, terakhir kalinya kita ketemu," ucap Bada. "Dia menikah hari ini…jujur aku juga nggak nyangka bahwa dia akan–" Bada menghela nafas panjang. "Tapi aku akan jujur sama kamu bahwa aku belum bisa lupain dia sepenuhnya, tapi aku sadar kalau aku harus melakukan itu cepat atau lambat.." 

*** 

Semakin larut, suara debur ombak terdengar semakin kencang–seiring angin laut yang saling berkejaran. 

"Masuklah, udaranya makin dingin," ucap Jeonghan yang kini duduk berdampingan di bibir pantai bersama Bada. 

"Tch– nggak apa-apa. Di rumah terlalu sepi. Paling nggak di sini aku bisa dengar suara ombak."

Keduanya terdiam, tenggelam dalam buaian debur ombak malam itu. 

"Dia bukan satu-satunya pria di daratan– nanti kamu juga akan ketemu yang lebih baik." 

"Tch–" Bada tertawa pelan. "Aku nggak mau menikah. Aku lihat gimana kehidupan keluargaku hancur–ayahku pemabuk– dan hampir setiap malam aku cuma bisa sembunyi dengar ayahku mukulin ibuku." 

Sky & Sea [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang