017. Penyesalan

279 30 0
                                    

Jeonghan duduk bersandar di dinding sambil melipat kedua lengannya di depan dada. Ia melirik Haneul–yang menatap nanar– kaleng bir dalam genggamannya. Setelah hidup bertahun-tahun, baru malam ini ia mendengar fakta bahwa ayahnya dan neneknya sesungguhnya tak memiliki hubungan darah.

Beliau diadopsi di usia satu tahun enam bulan dan menetap di Pulau Jindo hingga usia 18 tahun. Lee Dal tak sengaja menemukan surat adopsinya dan ia begitu kecewa ketika mengetahui bahwa ternyata selama ini ia diadopsi. Semenjak itu, hubungannya dengan Bada memburuk dan selepas lulus SMA, pria itu kabur ke Seoul dan bertemu dengan seorang wanita di klub malam. 

Keduanya berhubungan dan sang wanita pun hamil. Karena rasa cintanya yang besar pada kekasihnya, Lee Dal pun mau menikahi sang wanita. Keduanya menikah di usia 19 tahun. 

Saat itu Bada tak punya pilihan selain merestui dan menghadiri pernikahan sederhana itu. Hingga Haneul kecil lahir dan hal itu memberikan kebahagiaan tersendiri bagi Bada. Ia tak keberatan untuk tinggal bersama Lee Dal dan istrinya sementara untuk merawat Haneul namun ternyata istri dari Lee Dal tak terlalu menyukai kehadiran Bada di sana.

Demi sang istri, Lee Dal pun terpaksa meminta Bada kembali ke Pulau Jindo dan dengan berat hati, ia menuruti kemauan putranya itu. 

Meskipun tinggal terpisah, nyatanya Bada tetap memantau anaknya tersebut– khususnya Haneul. Semasa remaja, Haneul sering bertukar surat dengan sang nenek yang selalu memberitahunya untuk datang ke pantai terdekat jika hidupnya sedang terasa penat. 

Bada melakukan itu agar Jeonghan–yang mampu berenang jarak jauh–bisa memantau Haneul dan memberi kabar pada Bada. Dari Jeonghan, Bada mengetahui jika Haneul begitu frustasi akan rentenir yang terus datang menagih hutang pada orang tuanya. Terkadang anak itu menolak pulang dan tertidur semalaman di bibir pantai.

Ketika tertidur, Jeonghan sering mendekat padanya dan tak sengaja mendengar Haneul meracau tentang masalah orang tuanya. Hingga waktu berlalu dan Haneul tak lagi pernah datang ke pantai karena disibukkan oleh persiapan kuliah dan proyek menulisnya. 

"Dia memutuskan untuk mengosongkan rumah ini tanpa menjualnya karena dia berpikir bahwa mungkin kamu akan membutuhkan ini semua sewaktu-waktu. Karena ia tak yakin jika Lee Dal dan istrinya akan berubah. Berhutang demi memenuhi gaya hidup mereka sudah jadi bagian dari kebiasaan mereka," ucap Jeonghan termenung.

"Hiks–" 

Jeonghan kembali menatap Haneul yang tengah menangis tersedu-sedu lalu menenggak kaleng birnya hingga habis dan ia membiarkannya begitu saja karena Bada juga memiliki kebiasaan yang sama–mengkonsumsi bir– ketika pikiran nya tengah kalut. 

"Apa nenek– hiks–" ucap Haneul sesenggukan mencoba untuk melanjutkan ucapannya dengan batin yang terasa sesak, "Apa dia sendirian– di saat–hiks– terakhirnya?

"Nggak. Aku ada di sini–" ucap Jeonghan getir. "Dia pergi dengan tenang– tidur dan nggak lagi terbangun di pagi harinya."

"Hiks– hh–huwaaa– neneek-" 

Jeonghan kembali menoleh menatap Haneul yang menangis tersedu-sedu di dekatnya. Setiap kali Haneul memejamkan matanya, air mata mengalir deras dari pelupuk matanya. 

Ia tak tahu harus berbuat apa, dan yang terburuk– Jisoo yang belakangan ini selalu ada untuknya– tak ada di sini bahkan sekedar hanya untuk menemaninya. 

*** 

Di lain tempat, Jisoo duduk sendiri di ujung tempat tidurnya menatap kalung berbandul kerang bertali hitam yang baru ia selesaikan pagi ini agar ia dan Haneul memiliki kalung yang berpasangan.

Pertemuannya dengan Ran di pesta tadi mempertemukannya dengan Nyonya Hong. Ketika ia dan Haneul akan pulang, Nyonya Hong menahan mereka dan memohon untuk bicara empat mata dengan Jisoo. 

Sky & Sea [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang