Malam hari pun tiba. Malam ini Haneul melewatinya di rumah sakit karena ia masih belum bisa makan dengan baik. Perutnya masih terasa mual dan tak banyak makanan yang bisa dikonsumsi. Namun ia sudah merasa lebih baik setelah Jisoo menemaninya di sana.
Haneul membuka kedua matanya setelah tertidur selama beberapa saat. Kepalanya masih terasa pusing terutama setelah ia menangis seharian tadi.
Clik!
Pintu kamar mandi terbuka dan sosok Jisoo muncul dari dalam sana dengan handuk menutupi kepalanya, "Oh? Kamu udah bangun?" Ucapnya.
"Eum– mandi?"
"Eum–" ucap Jisoo mengusap-usap kepalanya dengan handuk lalu meletakkannya di badan kursi sebelum duduk disisi tempat tidur Haneul, "Apa yang kamu rasain sekarang?"
"Pusing–" gumam gadis itu lesu, "Tapi nggak seburuk tadi pagi. Ah, Jeonghan–"
"Dia pergi begitu aku datang. Entah kemana– " balas Jisoo. Ia menghela nafas pelan dan meraih tangan Haneul dan menggenggamnya erat, "Nggak usah terlalu dipikirin…kamu nggak sendirian, Lee Haneul. Ada aku–"
Haneul hanya tersenyum getir sebelum menggeser posisi berbaringnya, memberi ruang bagi Jisoo agar bisa berbaring di sampingnya.
Pria itu pun menuruti kemauan Haneul dan berbaring berhadapan dengan gadis itu.
"Gimana, ibumu?" Tanya Haneul menatap wajah Jisoo yang hanya berjarak beberapa senti darinya.
"Baik. Kami udah bicarakan semuanya–" balas Jisoo menyibak beberapa helai rambut Haneul lalu mengusap pipi gadis itu. Ia lalu menyadari ekspresi getir di wajah gadis itu.
"Hei–" tegur Jisoo membuat Haneul kembali menatapnya. "Kamu akan tetap terus sama aku, jangan kuatir–"
"Apa ibu kamu tahu tentang kita?"
"Eum."
"Ya, tapi– kita itu kan–"
"Pura-pura, aku tahu," sambar Jisoo cepat. "Apa kamu gelisah karena itu?"
"Eum– kita nggak bisa selamanya kayak gini."
"Terus kamu mau udahin ini semua gitu aja?"
Haneul termenung muram lalu menggeleng pelan.
Jisoo tertawa pelan lalu kembali menyentuh pipi gadis itu, membuat Haneul menatapnya, "Akupun…dan asal kamu tahu semalam aku nggak bisa tidur karena nggak ada kamu di sebelahku dan aku nggak bisa bayangin kalau ini semua harus berakhir."
Haneul hanya terdiam menatap lekat Jisoo.
"Kamu yang mulai ini semua, maka tanggung jawablah," ucap Jisoo.
"G-Gimana–"
"Ayo menikah–" ucap Jisoo menatap lekat Haneul, "Sungguhan–"
Jantung Haneul berdebar cepat kala mendengar ajakan menikah pria itu. "Tapi–"
"Lee Haneul," sambar Jisoo cepat, "Aku tahu benar bagaimana rasanya sendirian. Biarpun dulu Jeonghan merawatku, tapi dia nggak pernah benar-benar ada buatku. Aku ngelewatin hari demi hari sendirian karena aku nggak bisa berenang ke daratan–nggak seperti Jeonghan–" ucap Jisoo.
"Rasa takut yang selalu nemenin setiap harinya–berpikir bahwa aku bisa aja mati hari itu– entah diterkam predator atau dibunuh siren– itu nggak mudah dan kamu nggak tahu betapa leganya aku setelah tahu bahwa aku dipertemukan dengan makhluk sebaik kamu yang matahin persepsiku bahwa nggak semua manusia itu jahat– sebagian terlahir sial– kita contohnya."
Haneul tersenyum tipis ketika mendengar Jisoo mengulangi ucapannya beberapa waktu lalu, "Kamu– sial?"
"Eum, aku sial. Kakekku yang melakukan perbuatan ilegal– tapi aku yang jadi korbannya."
"Tch–agh–" rintih Haneul tertawa pelan namun lalu kepalanya kembali terasa berkunang-kunang.
"Tch– tidurlah," ucap Jisoo mengusap kepala gadis itu. Namun Haneul justru mendekat dan memeluknya erat– membenamkan wajahnya di dada pria itu.
"Kamu hangat–" gumam Haneul lirih.
Jisoo mengecup singkat kening Haneul sebelum kemudian melingkari lengannya dan memeluk gadis itu, "Aku baru tahu kalau ini ternyata pujian–bukan sesuatu yang buruk– aku senang dengarnya."
Haneul tertawa pelan lalu akhirnya memejamkan kedua matanya dan larut ke alam mimpi dalam dekapan hangat Jisoo.
***
Ran membereskan peralatan di meja kerjanya dan meraih handphonenya untuk menghubungi Seungwoo, namun sejak dua jam yang lalu, pria itu tak menjawab panggilannya.
"Ini udah jam 9, kemana sih?" Gumamnya melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Ran berdecak sebal dan mematikan handphonenya ketika lagi-lagi Seungwoo tak menjawab teleponnya.
Ia memasukkan beberapa peralatannya dan memilih untuk kembali ke villa pribadinya. Beberapa karyawan menyapanya dan ia balas menyapa mereka ramah. Lee Ran berjalan menuju lobby hotel namun langkahnya terhenti ketika ia melihat seorang pria berdiri di lobby, mendongak menatap patung siren yang berada di tengah ruangan lalu pergi tak lama kemudian.
Sebelum tiba di Pulau Jindo, Ran mendengar bahwa ada seorang pria yang sering datang ke hotel hanya untuk menatap patung siren. Namun karena ia tak pernah membuat keributan dan tak juga merusak patung itu, maka petugas membiarkannya begitu saja.
Pria itu menghentikan langkahnya sejenak lalu menoleh ke belakang, menatap Lee Ran dan membungkuk sopan sebelum kembali bergegas pergi.
"Huh?" Lee Ran memperhatikan sekitarnya bahwa tak ada siapapun di sekitarnya, "Apa dia sadar kalau kuperhatikan?" Gumam Ran dalam hati.
Baru beberapa hari terakhir ini, Ran melihatnya sendiri– bahwa pria itu memang selalu ke hotel hampir setiap malam dan perlahan hal ini mulai mengulik rasa penasarannya.
Lee Ran mempercepat langkahnya. Hari ini ia terpaksa pulang dengan menggunakan taksi karena Seungwoo tak bisa dihubungi. Jadi dia memutuskan untuk menuntaskan rasa penasarannya dan mengikuti pria berambut pirang itu.
***
Tak terasa, langkah Ran membawanya ke area jalan di mana disana terdapat sederetan restoran dan tempat karaoke.
Ran melihat pria itu masuk ke dalam salah satu tempat karaoke. Ia berdiam diri di luar selama beberapa saat–memastikan agar pria itu benar-benar sudah masuk. Setelah menunggu selama beberapa menit dan pria itu tak lagi keluar, barulah Lee Ran bergegas masuk dengan alasan jika seseorang sudah membooking ruangan untuknya.
Lee Ran melangkah menyusuri lorong tempat karaoke yang disinari lampu merah remang-remang yang mengganggu penglihatan, aroma rokok dan bir yang begitu terasa di sana, serta suara musik berbeda yang saling beradu dari satu ruangan dengan ruangan lainnya dan perlahan hal itu membuatnya pusing.
Seolah tersadar, Lee Ran mulai mempertanyakan apa yang dia lakukan di sini. Gadis itu memijat keningnya sesaat dan memutuskan untuk pulang, namun ketika berbalik, ia tak sengaja melihat sepasang pria dan wanita memasuki salah satu room di ujung lorong.
Ia pun dengan hati-hati mendekati ruangan tersebut dan ternyata pintu tersebut tidak tertutup sepenuhnya, sedikit meninggalkan celah baginya untuk mengintip apa yang terjadi di dalam sana.
Betapa terkejutnya Ran ketika melihat sang wanita terlihat didorong oleh sang pria memepet dinding dan keduanya bercumbu dengan mesra dan liar di dalam sana. Ran menutup mulutnya, tak percaya dengan apa yang ia lihat.
Ia tahu benar siapa pria di dalam sana itu, "Seungwoo–" ucapnya tertahan. Karena terlalu shock, ia tak bisa berkata-kata dan refleks terhuyung melangkah mundur hingga punggungnya tak sengaja menyentuh pintu salah satu bilik karaoke.
Tak lama kemudian, pintu itu terbuka dan seseorang menariknya dari dalam.
"Aahh! Hmphh–" Ran berteriak kaget ketika ia ditarik ke dalam ruangan dan didorong hingga memepet tembok. Sebuah tangan membekap mulutnya dan sebuah wajah kini terlihat jelas dalam pandangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sky & Sea [COMPLETE]
FanfictionDi tengah hidupnya yang tengah hancur, Lee Haneul berencana untuk mengakhiri semuanya. Namun selembar surat dari sang nenek ternyata mampu membuatnya berubah pikiran. Melepaskan gemerlapnya kehidupan kota, Haneul pun pindah dan menempati rumah sang...