Malam harinya, Haneul dan Jisoo mendatangi gazebo balai desa. Para warga sudah berkumpul di sana. Ada beberapa deret mobil mewah terparkir tak jauh dari balai desa.
"Kayaknya memang ada orang-orang dari hotel yang kemari," gumam Haneul.
"Eum, yuk–" ucap Jisoo mendorong pelan Haneul agar mereka segera masuk. Namun tak lama kemudian–
"Hei! Kalian!"
Buk!
"Agh–" Jisoo merintih menahan nyeri di punggungnya ketika suami dari ChanMi menegur mereka sambil menepuk punggung Jisoo, tanpa tahu jika punggung pria itu sedang terluka.
"Kalian datang?!"
Haneul menatap Jisoo khawatir karena pria itu terlihat tengah menahan sakit, "I-iya– ah tolong jangan main tepuk begitu saja! Punggungnya lagi terluka!" Sungut Haneul mengusap punggung pria itu.
"Ooh! Maaf! Tapi bukannya luka itu kau yang buat? Kudengar dari ChanMi kalau kalian 'main' berat–" ledek suami dari ChanMi.
"Ya–" Haneul hendak membalas pria itu tapi Jisoo menahannya.
"Udahlah, aku nggak apa-apa. Cuma sedikit perih aja…ayo," balas Jisoo menggandeng Haneul memasuki area balai desa. Mereka tak sengaja melihat Bibi Yang, tengah sibuk menyajikan makanan. Beliau melihat mereka dan melambaikan tangannya mempersilahkan keduanya untuk mencari tempat duduk.
"H-Haneul?"
Haneul menoleh ke belakang dan betapa kagetnya ia ketika melihat mantan kekasihnya, Seungwoo muncul di sana.
"K-Kupikir aku salah orang!"
"S-Seungwoo– kamu ngapain–"
"Ah, pria ini– ya, bukannya kau sudah menikah?" Tanya Seungwoo menunjuk Jisoo, bingung.
Haneul melirik keduanya bergantian dengan bingung.
"Eum! Ini istriku," ucap Jisoo dengan tenang menunjuk Haneul.
"Huh??" Seungwoo menatap Haneul terkejut. "T-Tapi kita–"
"Ceritanya panjang. Tapi kayaknya sekarang bukan lagi jadi urusan kamu," ucap Haneul menarik pelan tangan Jisoo, "Ayo."
"Eum–" balas Jisoo tersenyum. Ia membungkuk sopan pada Seungwoo dan lekas pergi mencari tempat duduk bersama Haneul.
"Sayang?"
"Y-Ya?" Seungwoo terkejut ketika Ran menghampirinya. "Kamu ngapain di situ? Ayo! Bibi Hong nanti nyariin kita."
"Huh? Eo–" ucap Seungwoo kembali menoleh sejenak pada Haneul dan Jisoo yang tengah berbincang mesra.
"Kamu kenal mereka?" Tanya Ran.
"Eum– aku kenal gadis itu dan pria itu mengaku sebagai suaminya. Hong Jisoo namanya–"
"Tunggu!" Tahan Ran cepat, "Kamu bilang apa tadi?? Siapa nama pria itu?"
"Hong Jisoo, begitu dia ngenalin dirinya tadi siang," ucap Seungwoo acuh meninggalkan Ran sendiri.
Gadis itu kembali menoleh ke spot di mana Jisoo dan Haneul duduk bersama. Pria itu terlihat tengah berbincang mesra dengan gadis yang datang bersamanya.
Ran mematung di tempatnya kala melihat kerutan di area mata Jisoo ketika pria itu tersenyum, membawa serentetan memori akan sahabat kecilnya yang hilang di masa lalu. Sesaat ia teringat ucapan Nyonya Hong yang begitu yakin jika putranya itu masih hidup.
"Dia punya senyum yang sama persis dengan Jisoo yang kukenal dulu," gumam Ran dalam hati. Bagai pucuk dicinta ulam tiba, salah satu penduduk memanggil wanita yang terlihat bersama Jisoo. Ia diminta untuk membantu sehingga Jisoo terpaksa ditinggalkan sendiri.
Ran mengepalkan tangannya perlahan dan memberanikan diri melangkah mendekati Jisoo. "Malam, Hong Jisoo?"
Jisoo mendongak menatap Ran, yang berdiri di dekatnya.
"Aku, Lee Ran–"
"Lee Ran?" Balas Jisoo menatap gadis itu.
***
Splash!
Sepasang kaki muncul dari dalam laut dan bergerak ke tepian. Jeonghan terus melangkah menuju satu tempat yang belakangan sering ia kunjungi diam-diam semenjak membawa Jisoo ke permukaan– tempat tinggal Haneul. Rambut panjangnya perlahan memendek begitu ia tiba sepenuhnya di daratan.
Jeonghan memperhatikan sekitarnya. Suasana desa malam itu begitu sepi. Ia ingat–dari percakapan yang tak sengaja didengarnya– ketika beberapa nelayan berbincang sambil mencari ikan, bahwa malam ini ada jamuan makan malam dari yang disponsori pihak hotel Mystique yang kabarnya tengah merangkul masyarakat sekitar dan mau mensponsori perkembangan pariwisata di Pulau Jindo.
Rumah Haneul sendiri juga terlihat kosong, maka dari itu ia memutuskan untuk masuk ke dalam sana diam-diam.
Jeonghan terdiam menatap setiap sudut rumah yang kini tak lagi kosong itu. Tak banyak hal berubah dari tempat itu. Selama satu tahun terakhir setelah kematian Lee Bada, ia sering menjadikan tempat itu sebagai peristirahatan ketika sedang berkunjung ke daratan.
Jeonghan melihat-lihat seisi rumah itu yang kini sudah terlihat kembali rapi dan hangat. Lalu matanya tak sengaja menangkap selembar foto tergeletak di bawah bantal.
Ia meraih foto itu dan terdiam menatap foto dirinya sendiri yang ditangkap lensa kamera Bada berpuluh-puluh tahun yang lalu, "Tch– sudah puluhan tahun dan dia masih menyimpan foto ini?" Gumamnya tersenyum getir.
Jeonghan ingat, foto itu diambil Bada di akhir musim panas 1976, ketika ia kembali ke laut untuk yang pertama kalinya setelah berminggu-minggu tinggal bersama Bada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sky & Sea [COMPLETE]
FanfictionDi tengah hidupnya yang tengah hancur, Lee Haneul berencana untuk mengakhiri semuanya. Namun selembar surat dari sang nenek ternyata mampu membuatnya berubah pikiran. Melepaskan gemerlapnya kehidupan kota, Haneul pun pindah dan menempati rumah sang...