23. Tiba-Tiba

1.5K 169 42
                                    

🌸 Nadira

Aku baru masuk ke dalam ruang kerjaku, saat telingaku menangkap adanya suara dering dari ponselku.

Bergerak cepat untuk meraih telepon genggamku, ternyata panggilan video yang masuk adalah dari calon suamiku.

"Assalamu'alaikum, Mas."

"Wa'alaikumsalam, sayang. Dira kenapa? Kok kelihatan pucat banget kaya gitu?"

Mendapat pertanyaan seperti itu dari Mas Alan, dengan gerakan cepat, aku langsung mengusap keringat yang kini sedang mengalir di dahiku. Supaya Mas Alan tak lagi merasa khawatir dengan kondisiku.

"Dira nggak papa, Mas."

"Kalau nggak papa, kenapa wajah Dira masih kelihatan pucat, sayang? Hm? Kenapa? Ada apa?"

"Dira nggak papa, Mas. Ini cuma karena Dira lagi keringetan aja kok."

"Terus kenapa Dira baru terima telepon Mas sekarang? Dari tadi, Dira juga nggak kasih kabar sama Mas Alan."

Belum sampai aku menjawab pertanyaan dari Mas Alan, ternyata aku kembali mendapatkan sebuah panggilan.

"Permisi, dokter Nadira. Sudah dipanggil oleh dokter Haryata."

"Oya, Sus. Terimakasih ya."

"Iya, dok. Sama-sama."

"Saya akan segera menyusul ke sana."

"Iya, dok. Untuk perlengkapannya, sudah saya siapkan semuanya. Dan nanti, biar saya saja yang membawanya."

"Sekali lagi, terimakasih, Sus."

"Sama-sama, dokter Nadira. Kalau begitu, saya permisi dulu."

Aku langsung menganggukan kepalaku, saat seorang perawat perempuan yang biasa membantuku, kini sudah keluar dari ruang kerjaku.

"Mas Alan, maaf, Dira harus kerja lagi. Nanti Dira telepon ya, Mas?"

Kini, aku tak bisa memperhatikan apa jawaban yang sedang Mas Alan berikan. Karena di sini, aku sedang sibuk sekali mempersiapkan semua perlengkapanku supaya jangan sampai ada yang ketinggalan.

"Sayang."

Baru saat aku mendengar panggilan lembut itu, aku mulai kembali untuk mengangkat wajahku.

"Maaf, Mas. Tadi Dira jadi nggak dengerin apa jawabannya Mas Alan."

"Dira sebenarnya sedang apa? Kenapa terlihat gugup sekali seperti itu?"

"Iya, Mas. Dira ada tugas penting lagi habis ini. Jadi maaf ya, Mas. Karena teleponnya nggak bisa lama. Tapi nanti, kalau Dira sudah selesai kerja, insyaAllah, Dira pasti langsung telepon Mas Alan. Maaf ya, Mas."

"Tapi Dira nggak papa kan?"

"Dira nggak papa, Mas. Mas Alan tenang aja. Dira tutup dulu ya Mas teleponnya. Maaf. Tapi nanti, pasti, Dira telepon lagi. Janji."

"Sayang ..."

Aku melirik jam tangan yang hari ini begitu setia melingkar di pergelangan tanganku. Dan melihat waktu yang terus berlalu, aku benar-benar jadi tak bisa mendengar dengan jelas jawaban apa yang sedang diberikan oleh calon suamiku. Karena di sini, tugas penting sungguhan sudah menunggu kedatanganku.

Nadira Beserta Bahagia Miliknya ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang