"Sunbae, sudah mau pulang?"
Kim Dokja menyampirkan tasnya ke bahu kanan. Satu anggukan menanggapi. "Iya, aku mau singgah ke klub teater dulu, jemput Han Sooyoung."
Dia baru saja menyelesaikan latihan klubnya hari ini dan sekarang sudah waktunya kembali. Meski di lapangan, anak-anak tim basket masih berkumpul untuk latih tanding satu putaran lagi, Kim Dokja tidak tertarik ikut bergabung. Dia sudah lelah dan ingin segera pulang untuk mandi melepaskan gerah kemudian berbaring di ranjang empuknya.
Kim Namwoon yang sedang duduk istirahat di bangku tepi lapangan mengangkat alisnya, dia berkata terus terang menyuarakan pikirannya, "Katanya, itu mustahil laki-laki dan perempuan bisa berteman baik untuk waktu yang lama karena salah satunya pasti akan jatuh hati."
"Lantas?" Kim Dokja bertanya.
Pemuda yang mengecat rambutnya sewarna awan itu mendongakkan kepala, melirik Kim Dokja dengan seringai. "Sepertinya itu tidak berlaku untuk kalian."
Kim Dokja mengernyit, terbayang bagaimana jika dia jatuh hati pada gadis sinis itu dan tak tahan merasakan bulu kuduknya bergidik. "Han Sooyoung sudah seperti saudara perempuanku," ungkapnya tegas.
Bagaimanapun, Han Sooyoung lebih sering menghabiskan waktu bersama keluarga Kim Dokja, sebab orang tua gadis itu sendiri selalu sibuk dengan urusan masing-masing dan meninggalkan putri semata wayang mereka begitu saja di bawah perawatan pengasuh. Mereka berpendapat bahwa tugas mereka sebagai orang tua telah selesai selama keduanya menjamin kehidupan Han Sooyoung dengan nyaman.
Sejak kecil, gadis itu sudah sangat terbiasa menghabiskan waktunya seorang diri sebelum Kim Dokja mengenalnya.
"Kami akan selalu menjadi teman, tidak akan pernah lebih dari itu," lanjut Kim Dokja membungkukkan punggungnya ke tanah untuk memungut bola basketnya yang berbaring di dekat kaki juniornya.
Kim Namwoon sejak tadi juga ingin mengakhiri latihan, tetapi dia berpikir akan lebih bosan jika dia tiba di rumahnya. Sekolah yang ramai masih jauh lebih baik dibanding berdiam di rumahnya yang senyap.
Pemuda itu menggoyangkan botol minumannya santai. "Jadi tipe sunbae yang seperti apa?"
"Tipe?"
Kim Dokja menggenggam bola basketnya. Dia memandang ke depan, menyaksikan bagaimana peluit bergema di lapangan dan bola basket di lemparkan ke udara, lantas tangan Kapten timnya lebih dulu meraih ujung bola dan mendapatkan kendali pertama untuk menyerang.
"Entahlah, aku tidak punya yang semacam itu," jawab Kim Dokja sekenanya. Dia sendiri tidak pernah memikirkannya.
Sesuatu semacam memiliki hubungan dengan orang lain tidak pernah terlintas dalam benaknya sekali pun.
"Memangnya kenapa butuh standar untuk menyukai seseorang?" desah Kim Dokja memikirkan tipe sebagai bentuk pengekangan standar yang bodoh.
Kim Namwoon memaku sisi wajah seniornya yang tampak tenang. Di saat tertentu, Kim Dokja bisa terlihat begitu sederhana dan jauh. Ada perbedaan yang besar ketika dia tersenyum dan tanpa senyuman, seperti binar cahaya yang benderang disandingkan dengan lilin yang padam.
"Aku tidak ingin membayangkan tipe idealku akan seperti apa, karena pada akhirnya hal itu hanya akan membuatku meletakkan ekspetasi pada hubungan." Kim Dokja menoleh, menarik lengkung senyum pada Kim Namwoon yang memandanginya. "Ketika ada waktu datang, di mana aku menemukan pasanganku di masa depan tidak sesuai dengan kriteria itu, rasanya pasti mengganggu, bukan?"
Kim Namwoon terkekeh dan mengangguk. "Benar juga."
"Oke, aku harus pergi sekarang. Sampaikan pada Kapten untuk mengembalikan jaketku yang dia pinjam minggu lalu," tutur Kim Dokja seraya melambaikan tangan lalu melangkah pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
[BL] Their Story (JongDok)
Fanfiction[Omniscient Reader's Viewpoint Fanfiction] Katanya, masa SMA itu waktu paling terkenang. Jadi apa masa sekolah Kim Dokja juga begitu? . Atas cetusan bodoh, Kim Dokja bertaruh dengan Han Sooyoung. Han Sooyoung bertaruh bahwa Yoo Jonghyuk, sosok palin...