Tanpa memedulikan bagaimana raut protes jelas pada wajah Kim Dokja dan ketertegunan Yoo Jonghyuk, Kyrgios menyampaikan, "Diskusikan apa yang ingin kalian tampilkan aku ingin rinciannya ada di mejaku besok."
"Sir!" Kim Dokja menyeru, ingin menolak keras. "Partner? Itu mustahil—"
"Kim Dokja, bukankah kau butuh partner sebelumnya?" Kyrgios memotong. "Sempurna sekali, semua kriteria yang kau inginkan ada pada orang di sisimu dan omong-omong ada di peringkat berapa kau di ujian terakhir?"
Lidah Kim Dokja spontan terikat. Dia tidak bisa menjawab dan punggungnya kini dijalari dingin. Tidak peduli apakah Yoo Jonghyuk memenuhi kriteria atau tidak—yang tentu saja Kim Dokja yakin itu hanya bualan belaka—pemuda itu kini hanya dapat mengeluhkan nilainya yang nyatanya sangat mengerikan.
Kyrgios tahu dasar negoisasi terletak pada keuntungan yang bisa diraih oleh dua pihak, maka pria itu menuturkan murah hati. "Aku akan memastikanmu tidak ikut kelas tambahan pada liburan musim panas nanti seburuk apa pun nilaimu di ujian selanjutnya, tapi itu terbatas jika kau berhasil tampil dengan baik bersama rekan barumu di Pagelaran Seni mendatang."
Kelas tambahan di liburan musim panas! Kim Dokja merasakan bulu kuduknya meremang ketika mendengarnya. Dia sudah berencana akan pergi ke Maldives tahun ini. Dad juga telah berjanji padanya akan mengambil cuti untuk ikut dengannya menghabiskan liburan musim panas sekeluarga. Kim Dokja tidak bisa membayangkan rencananya hancur berantakan jika dia harus ikut kelas tambahan di liburan musim panas.
"Kurasa tidak ada lagi masalah untukmu, bukan?" kata Kyrgios tahu bahwa dia sudah menang atas muridnya.
Pandangannya beralih pada siswa lainnya yang diam saja, tetapi jelas bahwa pemuda jangkung itu tidak senang tentang pengaturan ini. Itu akan jadi masalah jika Yoo Jonghyuk sendiri tidak bisa diajak bekerja sama.
Setidaknya, itu bukan masalah bagi Kyrgios untuk mengambil celahnya. "Dan kau, aku akan berbicara pada guru Namgung untuk membebaskanmu dalam mengikuti olimpiade termasuk segala jenis perlombaan lainnya agar kau bisa fokus dengan studimu sampai akhir tahun ini."
Yoo Jonghyuk tertegun, dia tidak bisa untuk tak memandang goyah akan tawaran guru seninya.
Pada nyatanya, hidup Yoo Jonghyuk sebagai peringkat teratas tidaklah mudah. Terlebih wali kelasnya—Namgung Minyoung adalah seorang wanita gila yang mengajukan pada Kepala Sekolah untuk menjadi wali kelas Yoo Jonghyuk selama tiga tahun. Jadi, di mana pun Yoo Jonghyuk ditempatkan, akan ada Namgung Minyoung menjadi wali kelas di sana.
Guru itu terobsesi dengan bakat Yoo Jonghyuk. Dia kagum bahwa Yoo Jonghyuk punya banyak sekali kemampuan dan pemuda itu juga sangat jenius. Berkat wali kelasnya yang sangat perhatian padanya, semenjak masuk sekolah, Yoo Jonghyuk yang tak suka ikut berpartisipasi dalam lomba apa pun, jadi punya segudang prestasi dan medali yang membanggakan nama sekolah.
Dia secara sepihak dipaksa untuk ikut olimpiade, juga mendaftarkan namanya dalam segala jenis lomba, baik itu pidato, cerdas cermat, hingga lomba tak biasa seperti menulis kaligrafi dan catur.
Yoo Jonghyuk bahkan tidak dibiarkan menolak sebab jika dia melakukannya, guru itu akan membawanya atas nama pelatihan ke ruang klub judo dan mulai mendisplinkannya berkali-kali.
Itu juga salah satu alasan utama Yoo Jonghyuk sering mampir ke klub judo.
Jika ada hal yang Yoo Jonghyuk takuti di dunia ini, mungkin hanya bayangan wali kelasnya yang menjadi iblis batin terbesarnya.
Beruntung bahwa Namgung Minyoung tidak tertarik pada Pagelaran Seni atau mungkin Yoo Jonghyuk juga tak punya pilihan selain ikut berpartisipasi.
Tawaran Kyrgios untuk menjamin kebebasannya hingga akhir tahun adalah hal yang begitu berarti. Dia punya kebebasannya sendiri selama setengah tahun mendatang dan tidak akan sulit untuk menghadapi tahun depan sebab dia akan naik kelas tiga. Namgung Minyoung tidak bisa terlalu mendesaknya lagi jika dia sudah kelas tiga, sebab kelas tiga harus mulai fokus untuk ujian akhir serta persiapan masuk universitas. Kepala Sekolah pasti tidak akan menyetujui keikutsertaannya yang padat dalam perlombaan di tahun ketiga.
Kyrgios memegang seluruh kelemahan siswanya dan dia lekas merasa puas dengan hasilnya. Memang begini seharusnya seseorang bertindak. Kepala Sekolah mereka terlalu naif.
"Sepertinya tidak ada keberatan lagi, berusahalah menampilkan yang terbaik dan jangan membuatku berubah pikiran di akhir," pungkas Kyrgios tersenyum lebar.
Dengan itu, Kyrgios beranjak pergi meninggalkan ruangan. Dia harus memberi tahu Bihyung bahwa masalah ini telah diatasi olehnya dan pria itu harus memberinya banyak kompensasi atas jasanya.
Kim Dokja berjongkok dan mengerang tertahan. Dia ingin mengumpat ratusan kali, memarahi gurunya ribuan kali, dan mengutuk jutaan kali pada sekolahnya yang sudah membuat acara merepotkan seperti ini.
Sekarang tidak hanya dia mesti tampil, tetapi juga dengan Yoo Jonghyuk. Dengan Yoo Jonghyuk. Dia menekankan berkali-kali kengerian luar biasa itu. Kim Dokja mendadak ingin pulang ke rumah sekarang. Dia ingin pindah sekolah saja rasanya.
Pemuda itu kemudian berdiri dan beranjak ke jendela di sudut ruangan yang tertutup. Kim Dokja membuka jendela itu kemudian melongokkan kepalanya ke luar jendela, membiarkan udara segar menyapu semua emosi yang meluap dalam dirinya.
Namun, dia masih tidak bisa menahan dirinya.
"Persetan dengan pagelaran itu! Siapa yang mau tampil di acara mengerikan itu?! Dasar sekolah sialan!" Hanya setelah dia mengumpati sekolah itu tanpa kekangan selama beberapa menit barulah suasana hatinya lebih lega.
Yoo Jonghyuk di sisi lain telah menutup pianonya dan kini berdiri bersandar di badan piano selagi memandang rekan barunya yang meluapkan amarah di sudut ruangan.
Dia memang tidak setuju tentang ini, tidak peduli siapa rekannya, Yoo Jonghyuk akan pasti menolak. Dia sudah muak berpartisipasi dalam apa pun dan hanya ingin kehidupan sekolahnya yang biasa. Namun, tampaknya bukan hanya dia yang tidak tertarik dengan acara merepotkan itu di sini. Seseorang selain dirinya rupanya juga ada yang terseret.
Entah harus disebut apa sebuah kesialan bersama yang mengurung mereka, bagaimanapun sekarang keduanya dituntut untuk melakukan sesuatu guna keluar dari situasi ini.
Kim Dokja juga bukan orang yang tidak masuk akal. Dia tahu sekarang tidak ada lagi pilihan selain melangkah maju. Pemuda itu menoleh, dia bisa melihat Yoo Jonghyuk yang bersandar di badan piano dan sedang mengatensikannya dari tengah ruangan.
"Bajingan, mari lakukan ini," gumam Kim Dokja pada dirinya sendiri, tentu saja suaranya tidak bisa didengar oleh Yoo Jonghyuk.
Tidak ada gunanya untuk menyalahkan. Hal itu tidak akan menyelesaikan masalah. Lebih baik untuk segera menjalaninya dan pergi secepat yang dia bisa.
"Jadi, mari kita diskusikan." Kim Dokja berkata dengan suara yang cukup jernih untuk didengar Yoo Jonghyuk. "Bagaimana kita harus menyelesaikan ini?" []
.
.
.
Bersambung.
Rasanya aku jadi rajin update. Perasaan belum 12 jam deh tapi aku sudah update tiga cerita. Dahlah.
Sampai jumpa di hari Senin!
KAMU SEDANG MEMBACA
[BL] Their Story (JongDok)
Fiksi Penggemar[Omniscient Reader's Viewpoint Fanfiction] Katanya, masa SMA itu waktu paling terkenang. Jadi apa masa sekolah Kim Dokja juga begitu? . Atas cetusan bodoh, Kim Dokja bertaruh dengan Han Sooyoung. Han Sooyoung bertaruh bahwa Yoo Jonghyuk, sosok palin...