[10] "Siswa Terpilih"

4.7K 1K 74
                                    

Han Sooyoung nyatanya pergi menghadap wali kelas mereka kemarin, dia berpikir cermat bahwa itu buang-buang waktu jika meminta Yoo Sangah sebagai Ketua Panitia untuk mendaftarkan Kim Dokja di seleksi. Han Sooyoung yakin Kim Dokja tidak akan mau datang ke seleksi, jadi dia memutar langkahnya mencari wali kelasnya yang juga merangkap sebagai guru pembimbing klub seni musik. Jika itu Sir Kyrgios, pasti bisa untuk memaksa Kim Dokja ikut seleksi.

Benar saja, seperti dugaan Han Sooyoung, Kyrgios belum pulang dan masih mengatur kertas partitur di ruang klub musik. Han Sooyoung benar-benar mendapatkan kesempatan untuk mengajukan teman baiknya.

Namun, belum selesai dia mengajukan niatnya, wali kelasnya yang punya wajah menawan itu lebih dulu berkata, "Jika kau kemari ingin menyarankan teman semejamu untuk pagelaran mendatang, maka tidak perlu. Kepala Sekolah memang sudah menyimpankannya satu kursi. Rencananya minggu depan dia akan dipanggil untuk mempersiapkan diri setelah seleksi berakhir."

Han Sooyoung sempurna terdiam oleh pengaturan itu.

Gadis itu tidak tahu bahwa Persephone telah bergerak lebih cepat dari siapa pun dan sudah menghubungi Kepala Sekolah secara pribadi, wanita itu sudah memaparkan seluruh prestasi putranya dalam dunia tari dan mengajukan agar sekolah memberinya kesempatan untuk menampilkan bakatnya.

Saat ini, di dalam kelas Han Sooyoung cuma bisa menghela napas dan menahan diri untuk tidak memperburuk kemalangan pemuda itu. Gadis itu hanya melambaikan tangannya pada Kim Dokja yang tak henti-hentinya memandang tajam pada teman baiknya lantas dengan enggan mengekori langkah Kyrgios.

"Kim Dokja, jangan salahkan aku. Biar aku tidak menjual namamu, kau pasti akan diajukan juga," desah Han Sooyoung entah ingin ikut simpati atau menertawakan kesialan temannya.

~

"Posisi untuk seleksi tahun ini hanya ada delapan kursi," tukas Kyrgios di tengah perjalanan mereka menyusuri koridor.

"Delapan?" Kim Dokja menoleh, terkejut. Jumlahnya sangat berkurang dari tahun lalu.

Kyrgios melirik siswanya kemudian menjelaskan, "Belum termasuk dua kursi yang telah disimpan untuk Siswa Terpilih." Langkah pria itu kemudian terhenti di depan sebuah pintu ganda berpelitur halus. Tanpa mengetuk, pria itu mendorong ringan pintu seraya menutur, "Salah satunya telah menjadi milikmu sejak rapat awal."

Kim Dokja yang telah menyalahkan semua ini pada Han Sooyoung spontan membeku. Dia menoleh semakin terkejut. "Apa? Tapi kenapa saya, Sir?"

Kim Dokja amat yakin bahwa di antara ratusan siswa di sekolahnya, pastilah lebih banyak yang jauh lebih berpotensi darinya.

"Karena aku berpikir itu akan menarik," jawab suara lain dari dalam ruangan.

Kim Dokja akhirnya memalingkan pandangan. Dia menatap ke depan pada punggung seorang pria yang tengah merapikan tanaman bonsainya di atas meja.

Senyum Kim Dokja sontak tertahan. Dia terdiam sesaat sebelum menundukkan punggungnya sopan memberi salam pada Kepala Sekolahnya.

Kyrgios menatap pria di dalam ruangan tak acuh. Guru itu tanpa kekangan membawa langkahnya masuk ke dalam ruangan kemudian merebahkan dirinya sendiri di atas sofa tanpa izin.

Bihyung—Kepala Sekolah SMA Swasta Star Stream kini memandang penuh senyuman pada siswanya yang berdiri di pintu. "Masuklah. Apa kau lebih suka teh atau kopi?"

"Aku kopi," jawab Kyrgios yang kini membolak-balik majalah di atas meja.

Kim Dokja melirik wali kelasnya yang tak kenal takut dan hanya bisa merapatkan bibirnya. Dia pernah mendengar bahwa Kyrgios adalah sosok dengan latar belakang yang mengagumkan. Dia seorang komposer musik klasik-modern ternama, salah satu lulusan Juilliard. Jika dia mau, kursi megah deretan pengajar profesional di luar negeri juga bisa dia dapatkan. Namun, pria itu justru memilih mengajar di sekolah swasta yang sama sekali tidak memiliki penjurusan seni.

Tidak ada yang tahu apa yang dipikirkan olehnya sama sekali. Mungkin itu sebabnya juga Kepala Sekolah memberinya posisi khusus dan sedikit lebih mengistimewakan kehadirannya.

Kim Dokja menolak sopan, "Saya tidak perlu apa-apa, Sir. Lebih dari itu, saya hanya ingin tahu ada kepentingan apa saya dipanggil?"

"Duduklah dulu lalu bicara, Nak," sahut Kyrgios dari sofa.

Kim Dokja akhirnya mengangkat kakinya dan mengambil sofa kosong di seberang wali kelasnya.

Bihyung datang membawa dua kaleng kopi instan ke meja, yang mana sajian itu diberi cibiran oleh Kyrgios. Namun, pria itu sama sekali tak tampak keberatan dengan tatapan pegawainya dan hanya mendudukkan dirinya di kursi tunggal di antara dua tamu di ruangannya.

"Sebelum itu, aku ingin bertanya." Bihyung memaku Kim Dokja lekat. Satu kurva melengkung di bibirnya. "Kenapa kau tampak tak percaya diri dengan kemampuanmu? Apa menurutmu kau tidak pantas bersaing dengan siswa lain?"

Kim Dokja terdiam. Isi benaknya berputar cepat.

Dia membasahi bibirnya yang kering sebelum menukas, "Saya tidak merasa kemampuan saya seburuk itu, tetapi saya tidak berpikir itu lebih baik dari orang lain."

Jawabannya membuat Kyrgios yang sedang membuka kaleng melirik anak itu lantas berkata pada Bihyung, "Aku tidak tahu dia bodoh atau terlalu merendah."

Bihyung tertawa dan menggeleng lemah. "Kim Dokja, jika seluruh prestasimu tidak termasuk bisa sebanding dengan orang lain, mungkin teman-temanmu yang dibandingkan itu akan merasa kau sedang merendahkan mereka."

Kim Dokja berpikir serius, tidakkah Kepala Sekolah berpikir terlalu banyak tentang dirinya? []

.

.

.

Bersambung.

Kalau Dokja temenku udah kuketok kamus hard cover kesayanganku.


[BL] Their Story (JongDok)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang