[27] "Ketidakselarasan yang Saling Menyatu"

3.7K 883 187
                                    

Kim Dokja tidak tahu apa yang ingin dibicarakan Yoo Jonghyuk dengannya. Apa pun itu, dia amat sangat yakin pastilah bukan hal yang bagus untuknya.

Yoo Jonghyuk mendorong pintu ruang kesehatan. Belum ada perawat mau pun dokter yang bertugas. Di belakangnya, Kim Dokja menyisir tatapan ke sekeliling ruang sejuk yang selalu tampak menenangkan baginya tapi terasa seperti beban berat pagi ini.

Berkali-kali Kim Dokja meyakinkan dirinya sendiri, apa pun yang terjadi dia tidak boleh berlari. Dia tidak yakin apa selanjutnya Yoo Jonghyuk akan datang ke kelasnya dan menyeretnya untuk mengobrol.

Memangnya apa yang bisa mereka perbincangkan? Kim Dokja ingin meratapi nasib buruknya.

Sejak dia mulai mengganggu Yoo Jonghyuk, hidupnya mulai melaju ke arah yang tak bisa diprediksi. Kim Dokja sedikit cemas apakah ini sudah merupakan langkah yang baik atau tidak. Bagaimana kalau kehidupan sekolahnya benar-benar hancur berantakan karena masalah ini? Sejujurnya, banyak sekali prasangka negatif yang tak hentinya berseliweran dalam benak Kim Dokja.

Tanpa tahu bagaimana pihak lain tertekan, Yoo Jonghyuk melangkah secara pribadi ke lemari obat. Dia memandang deretan label di balik kaca lemari sebelum menarik salah satu botol pil yang dikenalinya sebagai obat sakit kepala yang cukup ringan dan tidak akan memberikan banyak efek samping.

Kim Dokja sungguh tak tahu harus memasang ekspresi apa saat Yoo Jonghyuk menjatuhkan botol pil itu ke tangannya.

"Apa dia sengaja memperolokku atau mengujiku?" batin Kim Dokja berpikir keras. "Bukan seolah aku akan mengeluh sakit lagi untuk mencari kesempatan melarikan diri." Siapa pun yang punya logika juga jelas tahu sakitnya hanya alasan tadi.

Namun, Kim Dokja tak akan menyadari jika Yoo Jonghyuk sendiri punya dugaan itu memang alasan saja tapi tidak menutup kemungkinan itu juga benar. Jika Kim Dokja sungguh sakit, Yoo Jonghyuk meyakinkan pada dirinya sendiri itu akan menyulitkan persiapan tampil mereka, bukan karena dia ingin peduli. Meski Yoo Jonghyuk cukup sadar bahwa dia sedikit kesal tadi. Walau sudah berlalu, obsidiannya masih saja tak bisa lepas mengunci pipi kanan Kim Dokja.

Kim Dokja mengartikan tatapan itu sebagai Yoo Jonghyuk yang menantinya untuk meminum obat jadi dia hanya bisa menahan ringisan di dalam hati dan pergi menenggak satu pil. Yoo Jonghyuk tidak mungkin memberinya obat aneh-aneh, biar pun benar tidak akan ada obat yang bisa membahayakannya di klinik sekolah. Kim Dokja terus mengalirkan pikiran positif.

Langkah Kim Dokja yang tak ragu menelan pil sembari menarik gelas bersih untuk mendapatkan air dari dispenser di ruang kesehatan membuat Yoo Jonghyuk terdiam. Jadi yang tadi bukan alibi belaka, pikirnya serius. Kim Dokja benar-benar kurang sehat.

Jika sudah seperti ini, Kim Dokja mempertimbangkan apa harus memanfaatkan sakit pura-puranya sekalian untuk melewati kelas pagi. Sudah terlanjur basah, bukankah lebih baik dia terjun saja ke laut?

"Jadi apa ada yang ingin kau katakan?" tanya Kim Dokja mengalihkan kembali pikirannya ke tempat yang benar. Dia menyingkirkan seluruh isi kepalanya yang terus-menerus bercabang.

Yoo Jonghyuk tidak segera menjawab. Dia beranjak menjatuhkan diri di tepi salah satu ranjang bersih yang kosong. "Duduk," ujarnya meminta Kim Dokja yang berdiri untuk mengambil tempat.

Kim Dokja menatap ketegasan Yoo Jonghyuk dan akhirnya menyerah. Dia mendudukkan dirinya di samping pemuda itu, seperti yang Yoo Jonghyuk inginkan, walau sebenarnya Yoo Jonghyuk tidak bermaksud agar Kim Dokja duduk di sampingnya. Itu bisa di mana saja.

Bagaimanapun, Yoo Jonghyuk tidak memiliki keberatan akan pilihan itu.

"Masih pusing?"

Pertanyaan pertama yang terlontar dari pemuda itu akan sangat bernilai baik hati jika saja Kim Dokja benar-benar sakit. Sayangnya, dia terlalu sehat pagi ini. "... Tidak, sudah mendingan." Kim Dokja berusaha keras agar suaranya terdengar meyakinkan.

Yoo Jonghyuk berpikir pemuda ini selalu saja memaksakan diri. Setelah berpikir sejenak, pemuda itu mendorong satu kata pengertian, "Istirahatlah."

"Hm?"

Kim Dokja yang sedari tadi telah menanti apa yang ingin Yoo Jonghyuk utarakan padanya, terdiam oleh gerakan pemuda itu yang mendadak bangkit berdiri. Walau ekspresi Kim Dokja tampak tenang di luar, kepalanya tak kunjung berhenti memutar rangkaian skenario terburuk membuat jantungnya tidak bisa untuk tak berdegup cemas.

Namun, akhirnya Yoo Jonghyuk akan pergi begitu saja?

Tanpa mengatakan apa-apa lagi?

"... Kau benar-benar akan pergi?" Kim Dokja tanpa sadar mengutarakan kebingungan dalam benaknya.

Yoo Jonghyuk tidak lekas menjawab, tatapannya justru jatuh ke bawah dan baru pada saat itu Kim Dokja tersadar jika dia secara refleks menarik ujung blazer pemuda itu.

"Ah, aku ...." Kim Dokja bergegas menarik tangannya, kepanikan akan gerakan di bawah nalurinya membuat otaknya stagnan sejenak, tak tahu harus memberi penjabaran apa.

Melihat wajah pucat Kim Dokja yang mencoba menurunkan pandangan menimbulkan ketidakberdayaan di hati Yoo Jonghyuk. Dia tidak bisa diam saja setelah menemukan keengganan yang terlukis jelas dari sikap canggung Kim Dokja.

Tangan Yoo Jonghyuk lantas terulur ke depan, diusapnya singkat kepala pemuda yang terduduk di dekatnya. Dia telah memikirkannya semalaman dan Yoo Jonghyuk sudah menarik sebuah keputusan. "Aku tidak peduli pada apa pun kata orang."

Kalimat yang dituturkannya menarik Kim Dokja kembali dari keterpakuan akan sentuhan mengejutkan di kepalanya. Dia mengangkat tatapannya, menatap lekat obsidian yang entah sejak kapan Kim Dokja menemukan itu tidak lagi sedingin yang biasa dilihatnya.

"... Kau benar-benar tidak akan mempermasalahkannya?" Kim Dokja melirih dengan mata yang tidak disadarinya bergetar samar.

Yoo Jonghyuk cukup menyukai perasaan helai lembut di permukaan tangannya. Dia mengelus singkat surai pemuda itu sekali lagi sebelum menarik tangannya dengan sedikit enggan. Jika Kim Dokja mengkhawatirkan perasaannya akan membuat Yoo Jonghyuk menjauh, maka jawaban yang bisa diberi oleh Yoo Jonghyuk adalah pernyataan tegas. "Itu tidak akan pernah mengubah bagaimana aku memandangmu."

Setelah semua hal memalukan yang terjadi dan Yoo Jonghyuk masih bersedia memberinya pengertian, mustahil jika Kim Dokja tidak merasa tersentuh akan itu.

"... Mengapa kau jadi sangat baik," gumamnya kecil.

Menilai hubungan mereka yang tidak dekat, Kim Dokja berpikir kebaikan ini sedikit membebaninya.

Yoo Jonghyuk tidak bisa memberi jawaban tentang itu. Dia sendiri belum bisa memastikan alasan apa yang kerap menariknya untuk menyimpan begitu banyak kesabaran dalam menghadapi pemuda ini. Untuk dirinya sendiri, hal ini juga terhitung mengejutkan.

Namun, satu hal yang pasti diketahui olehnya. "Kim Dokja, aku tidak baik pada semua orang."

Kim Dokja tidak mengerti maksud pernyataan itu, tetapi Yoo Jonghyuk juga tidak mengatakan apa pun lagi dan hanya beranjak meninggalkan ruang kesehatan untuk memberi Kim Dokja istirahat tenang.

Dua remaja dengan dua jalan pikir yang tidak selaras terus saja terjebak arus yang akan menyeret keduanya pada hal-hal yang tidak akan pernah mereka bisa bayangkan.

.

.

.

Bersambung.

Mereka sejujurnya sangat manis.

[BL] Their Story (JongDok)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang