Kim Dokja mendedikasikan dirinya pada balet sejak kecil. Dia telah memasuki kelas pertamanya di usia enam tahun, seusia tertarik setelah Persephone membawanya menonton teater balet Swan Lake di salah satu acara amal mewah yang diselenggarakan oleh perusahaan afiliasi ayahnya, Hades.
Lantas dia memulai kehidupannya di sekolah seni dan belajar menari seiring pertumbuhannya.
Sebab jalan yang dipilihnya berbeda, di masa lampau banyak anak sebaya di lingkungannya yang selalu memandangnya remeh, sebab Kim Dokja tidak tahu cara bermain bola atau mengerti tentang mainan apa yang sedang populer di kalangan anak laki-laki.
Kim Dokja belajar melenturkan badannya ketika anak lelaki lain berlatih menendang bola, dia berusaha mengenal gerakan tari, serta tempo musik dan lebih menghafal lagu-lagu klasik dibanding tahu bagaimana anak laki-laki semestinya saling bergaul, berkelahi atau memperbincangkan mainan robot baru.
Kelemahannya itu juga yang menjadikannya bertemu dengan Han Sooyoung, seorang anak perempuan yang lebih tampak seperti anak laki-laki dibanding dirinya sendiri.
Berkat Han Sooyoung, Kim Dokja belajar bahwa ada lebih banyak hal menarik di luar menari.
Namun, dia sudah terbiasa dengan menari dan sudah menjadi bagian kesehariannya untuk diajari mengenai tata krama serta keanggunan.
Butuh waktu hingga Kim Dokja mulai perlahan meninggalkan sepatu baletnya untuk berlari mengenakan sepatu ketsnya.
Usianya tiga belas ketika Kim Dokja memutuskan berhenti menari balet.
Dia tidak ingin masuk sekolah seni lagi, dia hanya ingin sekolah biasa dan menjalani kehidupan seperti anak laki-laki lainnya.
Tentu saja, orang tuanya menentang keras.
Kim Dokja juga akhirnya sadar keputusan itu terlalu gegabah. Dia sudah menjalani hampir seluruh hidupnya untuk menari dan tiba-tiba berhenti membuatnya kesulitan beradaptasi, tetapi dia hanya ingin menjadi serupa anak-anak lain yang bisa bermain dan tertawa bebas saat mereka mau, tanpa perlu terkekang teguran atau batasan status serta tata krama yang mencekik.
Di sekolahnya sendiri, mayoritas pelajar adalah perempuan dan hanya segelintir anak laki-laki sebaya yang bisa ditemukan. Kebanyakan dari mereka juga tidak senang bergaul dan selalu memandang satu sama lain sebagai rival. Masa kecil Kim Dokja selalu dihabiskan dengan jadwal latihan yang padat serta deretan les tambahan dari jejeran guru privat asing yang disiapkan oleh orang tuanya. Dari bangun tidur hingga menutup mata, setiap langkah Kim Dokja telah diatur rapi.
Dia tidak pernah menentang itu dan merasa sangat wajar atas hal tersebut sebab semua teman-teman sekolahnya juga melakukan kegiatan yang serupa.
Kim Dokja nyatanya tidak pernah tahu apa itu teman hingga dia benar-benar bertemu Han Sooyoung.
Dia menekuri lama sekitarnya sebelum menyadari bagaimana monotonnya kehidupan yang dia lalui selama ini, begitu kontras dibandingkan langkah riang yang dijalani Han Sooyoung, lantas anak itu mulai memahami dan berpikir untuk tidak ingin menyesali masa kecilnya seperti yang dikatakan Han Sooyoung—jika dia tidak cukup bersenang-senang dan menikmati kebebasannya sendiri.
Walau pada akhirnya, Kim Dokja tetap memutuskan bahwa dia tidak akan berhenti menari seusai melihat kekecewaan ibunya, tetapi dia ingin mencoba hal lain seperti tari hip hop atau breakdance yang menurutnya lebih keren.
Oleh sebab itu, Kim Dokja masuk ke SMP umum yang sama dengan Han Sooyoung dan setiap pulang sekolah hingga malam dia akan melanjutkan waktunya untuk latihan tari modern di studio baru yang didaftarkan oleh orang tuanya.
Prestasi Kim Dokja di dunia balet nyatanya tidak sederhana. Dia adalah anak berbakat yang telah memenangkan banyak sekali kompetisi nasional hingga internasional. Tumpukan piala, medali, serta sertifikat kemenangannya terpajang di dalam lemari kaca di ruang kerja ayahnya.
Pada awalnya, menjalani peralihan dari klasik ke modern cukup sulit baginya. Dunianya seperti sebuah tuntutan keteraturan yang mendadak diminta untuk dia porak-porandakan secara pribadi, sebab tari modern lebih dekat ke arah kebebasan yang nyata dan mendukung banyak improvisasi. Gaya mereka seperti dua kutub yang berlawanan.
Dalam dunia tari, Kim Dokja adalah seorang pembelajar yang luar biasa. Tidak cukup menggambarkan bagaimana kekaguman bagi para pengajarnya melihat bagaimana anak itu berkembang tiap hari.
Terlebih dukungan penuh dari orang tuanya membuat akses Kim Dokja semakin luas. Dia mulai mengikuti beragam kompetisi dan tumpukan kemenangan lagi-lagi seperti jalan yang mengaliri hidupnya sampai Kim Dokja mulai tiba di titik dia lelah dan ingin beristirahat.
Dia ingin duduk dan memikirkan apakah memang menari itu hidupnya? Atau mungkin dia punya jalan lain yang bisa dia capai.
Kim Dokja ingin sekali tahu tentang itu.
Jalan yang dia lalui, Kim Dokja sendiri masih tidak mengerti apakah ini sudah tepat. Bagaimanapun, di dunia ini, apa yang bisa dilakukannya dengan sempurna hanyalah menari.
~
"Jadi kau tidak diizinkan menolak?"
Han Sooyoung siang ini menunduk mengambil dua kaleng minuman dingin dari mesin penjualan minuman otomatis. Dia mengulurkan salah satunya pada pipi teman baiknya.
Kim Dokja meraih kaleng minuman itu tanpa melihat apa jenisnya dan hanya langsung membuka untuk meneguk. Rasa manis yang menyatu dengan pahit dari kopi dan karamel menguasai indra pengecapnya.
"Kau seperti tidak tahu saja bagaimana Sir Kyrgios itu," decak Kim Dokja seusai menyegarkan tenggorokannya yang kering.
Han Sooyoung mengangkat bahu lantas menarik terbuka kaleng minumannya sembari berkomentar, "Setidaknya selamat, kau sekarang pemilik kursi terpilih. Urutan penampilanmu pasti akan ditaruh di awal atau paling tidak di puncak acara."
Mendengar itu tidak membawa ekspresi baik pada Kim Dokja selain emosi yang kian mendung. Kim Dokja sendiri belum bisa mengakui pada Han Sooyoung jika bukan saja dia harus tampil, tetapi entah bagaimana dia telah menjadi partner Yoo Jonghyuk. Kim Dokja tidak ingin membayangkan bagaimana tawa puas gadis itu mengejeknya jika dia tahu kenyataan mengerikan itu.
Lebih baik tidak pernah mengatakannya hingga pagelaran seni itu selesai.
Melihat wajah kusut temannya, Han Sooyoung tidak bisa untuk tidak berbaik hati sedikit menghiburnya. "Hei, mau pergi nonton pulang sekolah? Aku yang traktir."
Kata traktir bagi Han Sooyoung adalah sebuah kemurahan hati terbesar dan Kim Dokja nyaris melompat semangat mendengarnya, akan tetapi dia semakin pundung ketika mengingat janji yang telah dia buat tadi dengan Yoo Jonghyuk.
Pemuda itu mengacak rambutnya mengutuk, "Sial, aku tidak bisa. Kyrgios berengsek itu menyuruhku mengumpulkan konsep."
Ini sebabnya Kim Dokja benci ikut berpartisipasi dalam apa pun lagi, semuanya menyita waktu bebasnya.
Setelah ini, dia harus pergi ke lokasi yang telah mereka putuskan bersama untuk berdiskusi lebih lanjut. Tentu saja, Kim Dokja demi apa pun berharap dia bisa lari saja—hanya jika seandainya dia tidak tahu bahwa Yoo Jonghyuk pastinya tak akan diam saja kalau dia mendapati Kim Dokja berani membebani pemuda itu sendirian dengan tugas.
Memancing kemarahan Yoo Jonghyuk memang tidak apa, tetapi memancing kemarahan Kyrgios pasti akan menjadi masalah.
Kim Dokja sendiri belum tahu bahwa nyatanya kemarahan Yoo Jonghyuk adalah mimpi buruk yang sebenarnya. []
.
.
.
Bersambung.
Sedikit kangen dengan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
[BL] Their Story (JongDok)
Fanfiction[Omniscient Reader's Viewpoint Fanfiction] Katanya, masa SMA itu waktu paling terkenang. Jadi apa masa sekolah Kim Dokja juga begitu? . Atas cetusan bodoh, Kim Dokja bertaruh dengan Han Sooyoung. Han Sooyoung bertaruh bahwa Yoo Jonghyuk, sosok palin...