Rekomendasi lagu pemutar latar belakang:
When The Party's OverーBillie Eilish.
.
.
Setiap orang punya alasan terdasar untuk memulai sesuatu. Begitu pun dengan Kim Dokja. Bukan hanya putaran memikat para penari di atas gemerlap panggung yang memicu keinginannya, tidak pula kepiawaian gerakan anggun menaungi sebuah cerita yang meletupkan bara cahaya dalam mimpinya. Alasan awalnya memutuskan terjun di dunia tari tidaklah sesederhana itu saja.
Kim Dokja mematung lama memandang refleksi dirinya di cermin. Dia termenung dalam ruang latihan pribadi di kediaman tempatnya dibesarkan.
Ayahnya membuatkan satu lokasi khusus untuknya. Dia mengubah rumah kaca menjadi satu ruang pribadi untuk Kim Dokja, membatalkan niat awal untuk mendirikan tempat bersantai keluarga.
Di ruangan inilah Kim Dokja menghabiskan banyak waktu untuk mengembangkan kemampuannya. Kadang kala dia tertawa di ruang ini, tersenyum begitu lebar saat berhasil menampilkan hasil latihan kerasnya pada orang tuanya. Di lain waktu, dia akan terduduk sendiri atau pun mengubur wajahnya ke lutut tiap dia ingin menangis karena banyak hal. Entah sebab kekalahan pertamanya atau pun kesedihannya tentang keluarganya.
Setiap momen di dalam hidupnya tidak lepas dari ruang ini.
Di dalam tempat yang dipenuhi kaca, Kim Dokja tak lepas menyaksikan dirinya beranjak dewasa.
Pemuda itu melepaskan blazer seragamnya, menggantungnya pada barre atau pegangan yang melekat di cermin sebagai latihan bantunya tiap menari balet. Dia berhenti dari sekolah baletnya, tetapi bukan berarti Kim Dokja tidak lagi menari balet. Dia tidak akan pernah bisa meninggalkan tarian yang sudah mengalir secara naluri di nadinya. Setiap seminggu dua kali, masih ada guru yang datang mengajari ke rumah, di luar waktu latihan dance yang dia jalani di studio.
Kim Dokja melonggarkan dasinya lantas melepaskan dua kancing teratas. Dibawanya langkah menuju sudut ruang, memutar satu lagu untuk mengiringi langkahnya.
Alunan musik perlahan mengalun pada ruang yang hanya disinari cahaya redup. Pekat mendominasi, memeluk Kim Dokja pada rentetan pikiran yang menyeruak tanpa bisa dibendung.
Kim Dokja melepaskan masing-masing kancing kemeja di pergelangan tangannya. Musik terus berjalan tapi pandangannya masih memaku ke cermin.
Dia melihat dirinya berdiri di tengah ruang. Seorang diri.
Kelopak matanya perlahan terpejam seiring alunan nada membawa tubuhnya mengalir bergerak.
Tiap pikirannya diselimuti sesak, Kim Dokja secara naluri ingin menggerakkan tubuhnya, berupaya melepas sesak yang menaungi hatinya.
♫ Don't you know I'm no good for you?
I've learned to lose you, can't afford to ♫Dalam ruangan yang luas, dia melangkah bebas membawa tangannya berayun di udara. Membiarkan detak demi detak yang memasungnya 'tuk lesap di antara kegelapan pekat. Tiap kenang lama yang telah dibungkusnya rapat turut mengalir menyuarakan kesepian dan putus asa yang telah lama dipendamnya.
♫ Tore my shirt to keep bleeding
But nothing ever stops you leaving ♫Ada banyak emosi yang menggenanginya. Satu per satu luka yang telah ditutupnya begitu lama menggema tak terkendali. Kendati begitu, tidak ada cukup kehangatan yang bisa menutupi rasa sakit kehilangannya. Meski dia mengupayakan segala hal untuk merajut senang, kepergian sosok itu masih membekas bagai goresan yang tak pernah bisa digerus oleh waktu. Terpatri dalam kesendiriannya. Gelap memerangkapkan bayangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[BL] Their Story (JongDok)
Fiksi Penggemar[Omniscient Reader's Viewpoint Fanfiction] Katanya, masa SMA itu waktu paling terkenang. Jadi apa masa sekolah Kim Dokja juga begitu? . Atas cetusan bodoh, Kim Dokja bertaruh dengan Han Sooyoung. Han Sooyoung bertaruh bahwa Yoo Jonghyuk, sosok palin...