Kim Dokja tidak tahu mesti menjawab apa. Dia membuka mulutnya tetapi tidak tahu caranya mengungkapkan semuanya dan akhirnya kembali mengatupkan rapat bibirnya.
Bagaimana dia harus menjelaskannya? Mana mungkin dia menyebutkan isi forum sesat itu dan jika Yoo Jonghyuk akhirnya mengerti, bagaimana dia akan menghadapinya kemudian? Tidakkah dia masih punya tugas untuk menyatakan perasaannya? Rasa panik dan gugup yang menyerang bergegas membuyarkan seluruh isi kepalanya, hanya menyisakan kekosongan yang membuatnya terpaku seperti orang bodoh di sana.
Pada akhirnya, Kim Dokja menyeru, "Ah, aku lupa! Aku masih harus mengambil jaketku di Kapten. Jam berapa sekarang?" Pemuda itu melirik asal-asalan arlojinya kemudian bergegas menyeberang jalan tanpa peduli apa ada zebra cross atau tidak. Dia sepenuhnya mengabaikan bunyi klakson nyaring dari protes para pengendara.
Beruntung baginya ada halte terdekat sekitar sepuluh meter jauhnya yang bisa membawanya kembali ke sekolah. Itu arah yang berlawanan dari jalan pulangnya yang seharusnya searah dengan Yoo Jonghyuk. Secara kebetulan, dia tidak perlu menanti lama sebab kurang dua menit kemudian ada bus yang singgah. Dia melarikan diri dengan sangat cepat sampai Yoo Jonghyuk sendiri tidak bisa untuk mencegah kegesitannya.
Kim Dokja menjatuhkan dirinya di salah satu kursi bus yang kosong dengan helaan napas berat. Dia menutupi wajahnya dengan kedua tangan, menyembunyikan rasa malu tak berujung yang menggali kewarasannya.
Sebagai seseorang yang termasuk berkulit tebal, Kim Dokja saat ini benar-benar diliputi sesal akan kebodohannya sendiri. Dia merasa mampu untuk bertingkah konyol tanpa berpikir bahkan di tengah lapangan dan di depan teman-temannya, tidak peduli apakah dia jadi bahan tertawaan atau tidak, tetapi mengatakan hal tidak masuk akal di depan Yoo Jonghyuk? Semua rasa malunya seperti ditarik keluar tanpa sisa.
"Sial, dia pasti menganggapku sudah gila," gumamnya frustasi.
Jika menghitung sisi positif, ini adalah hal yang bagus untuk meningkatkan probabilitas dirinya ditolak jika Yoo Jonghyuk menjaga jarak darinya, akan tetapi Kim Dokja tidak bisa tenang sama sekali. Dia siap untuk menyatakan cinta di akhir pagelaran seni dan sungguh-sungguh tidak menampakkan dirinya di depan Yoo Jonghyuk lagi setelah ditolak, bagaimana pun mereka berada di kelas yang berbeda dan tidak di klub yang sama, kemungkinan bertemu akan sangat tipis.
Namun, sebelum itu dia tidak sanggup menghadapinya. Mereka masih harus berpasangan dalam penampilan mendatang dan akan ada banyak temu yang terjalin hingga saat itu tiba. Tidak apa jika Yoo Jonghyuk kesal akan sikapnya atau marah padanya karena sikap biang onarnya selama ini, tetapi seandainya Yoo Jonghyuk memandangnya aneh atau yang terburuk melihatnya jijik untuk setiap waktu, bagaimana dia bisa menghadapi pemuda itu? Rasanya pasti akan sangat canggung.
Kim Dokja kian dirundung khawatir.
Setibanya dia di sekolah, pemuda itu tidak tahu lagi bagaimana harus menentukan arah. Pada akhirnya, Kim Dokja tetap pergi membawa langkahnya ke gedung senior.
Kelas tiga punya kelas tambahan hingga jam sepuluh malam, jadi Sun Wukong masih ada di kelasnya pada jam enam. Kehadiran Kim Dokja kebetulan bertepatan dengan waktu istirahat dan para siswa dibebaskan pergi mencari makan malam sebelum kembali belajar jam tujuh.
"Kenapa tampangmu berantakan sekali seperti itu?" Michael yang hendak melangkah ke luar tak sengaja menemukan juniornya di ambang pintu. Dia tidak menanti jawaban dan segera menoleh ke dalam kelasnya untuk berteriak lantang, "Wukong, dongsaeng-mu ada di sini."
Sun Wukong yang tengah bermain game dengan seorang teman sekelasnya spontan mengangkat wajah. "Hah?" Gerakannya membuatnya luput menyadari serangan menyelinap musuh dari balik semak dan dalam sekejap karakternya sudah terbaring mati di tanah.
"Sialan kau monyet tidak berguna!" Seorang pemuda yang berperawakan lebih mungil menendang meja Sun Wukong geram.
Sun Wukong mengabaikan protes Abyss, alih-alih dia mengoper ponselnya ke teman di belakang kursinya. "Hei, gantikan aku sebentar."
Tanpa menunggu jawaban, pemuda jangkung itu lekas bangkit berdiri dan beranjak ke pintu kelas. Alisnya terangkat heran melihat junior terdekatnya hadir di jam seperti ini, terlebih dengan wajah yang begitu kusut. "Ada apa denganmu?"
Kim Dokja di depan kapten basketnya hanya bisa menghela napas, dia menanggalkan seluruh keformalannya yang biasa dan perlahan memanggil dengan nama yang hanya akan disebutnya di luar waktu latihan. "Hyung." Suara Kim Dokja yang sejak tadi tertahan akhirnya bergumam dengan nada yang terdengar lebih serak seakan dia tengah menyuarakan setumpuk keluhan tak terkatakan. Dia sekarang tampak seakan baru saja dianiaya.
Sun Wukong tidak tahu ada apa dengan anak itu jadi dia hanya merangkulnya dan membawanya masuk ke kelasnya. Sebagian besar kursi sedang kosong sebab mayoritas siswa pergi makan malam di luar sekolah. Saat ini, tersisa Sun Wukong dan Abyss di kelas, satu teman mereka yang tadi juga sudah angkat kaki dari kelas—menghindari amukan Sun Wukong karena dia menolak melanjutkan game tadi. Lebih baik tidak memainkannya dibanding kalah dan mendapat amukan yang lebih besar.
Sun Wukong mendudukkan Kim Dokja di bangkunya ketika dia menarik kursi lain ke dekat anak itu. Tangan Sun Wukong lantas meraih kembali ponselnya yang ditinggalkan temannya, dia sendiri sudah tidak niat lagi melanjutkan permainan.
Abyss mendesis pada teman semejanya yang menyeretnya pada kekalahan. Pemuda itu yang duduk di atas meja orang lain tidak jadi mengajukan protes sewaktu menemukan kehadiran Kim Dokja di sana.
Alih-alih, kening Abyss mengernyit. "Kau habis apakan lagi anak orang?" tuduh Abyss berpikir Kim Dokja pasti baru saja dimarahi lagi oleh kapten timnya.
"Bukan aku yang melakukannya!" sergah Sun Wukong berdecak kesal.
Jika ada satu emosi yang tidak bisa Kim Dokja sembunyikan dengan cara apa pun, maka itu akan menjadi emosi bermasalah. Saat dia terhadang masalah wajahnya benar-benar sempurna berubah. Alisnya akan mengerut dengan banyaknya pikiran. Jika itu hal yang serius dan menyangkut orang lain dia akan menjadi lebih banyak diam dan menghela napas, jika itu menjadi hal yang membawa dirinya sendiri pada kerugian maka dia akan tampak lebih sedih, seperti anak yang baru saja dirundung oleh teman-temannya.
Tentu saja saat ini Sun Wukong dengan sangat yakin itu adalah hal yang terakhir. Memerhatikan kondisi junior kesayangannya begini, mana mungkin Sun Wukong bisa tega untuk diam saja.
Jadi, dia mulai menutur tegas, "Katakan, siapa yang sudah mengganggumu?" tanyanya terdengar lebih tajam seakan siap turun tangan memberi pelajaran bagi siapa saja yang membawa ketidaknyamanan pada adik kelas yang dianggapnya sudah seperti adik kandungnya sendiri. "Biarkan hyung ini memberikan pelajaran yang baik padanya." []
.
.
.
Bersambung.
Yoo Jonghyuk di sisi lain: "Kenapa aku tiba-tiba merasa merinding?"
KAMU SEDANG MEMBACA
[BL] Their Story (JongDok)
Fanfic[Omniscient Reader's Viewpoint Fanfiction] Katanya, masa SMA itu waktu paling terkenang. Jadi apa masa sekolah Kim Dokja juga begitu? . Atas cetusan bodoh, Kim Dokja bertaruh dengan Han Sooyoung. Han Sooyoung bertaruh bahwa Yoo Jonghyuk, sosok palin...