[9] "Undangan Kepala Sekolah"

4.8K 1K 30
                                    

Berkat forum sekolah, sekarang Kim Dokja tahu untuk lebih berhati-hati. Dia harus melakukan pendekatan lain.

Kali ini, Kim Dokja akan bersungguh-sungguh untuk membuat Yoo Jonghyuk marah padanya. Dia tidak akan berhenti sampai dia membuat keributan. Semuanya akan semakin sempurna jika ada perkelahian.

Dengan itu, harusnya anggapan yang menyebut relasi tertentu mereka bisa reda.

"Iya, itu ide yang sempurna." Kim Dokja mengangguk atas gagasan barunya.

Namun, gagasan hanya menjadi sebuah gagasan ketika dia dihadapkan langsung dengan kenyataan.

"Sial, aku tidak ingin dipukuli," gumam Kim Dokja mengetukkan keningnya menahan frustasi ke dinding koridor.

Kenyataan Yoo Jonghyuk bisa bela diri saja sudah menyeramkan. Tidakkah jika mereka berkelahi, dia sudah pasti kalah? Yang ada dia akan babak belur!

Kim Dokja nyatanya habis bertanya pada seorang siswa untuk memastikan dugaannya, dan siswa itu menjawab jika Yoo Jonghyuk memang diketahui secara luas ahli dalam perkelahian, dia sering datang ke klub judo meski dia bukan anggota resmi. Menurut pengakuan anak-anak klub itu juga, kemampuan bela diri Yoo Jonghyuk tidak bisa dipandang remeh sama sekali, bahkan para senior bukan tandingannya.

Kim Dokja meratapi kebodohannya sendiri.

"Apa matahari habis terbit dari Barat? Kenapa tampangmu suntuk sekali seperti akhir dunia telah tiba."

Kim Dokja mendengar suara yang dikenalinya dan matanya lekas menyala. Dia menoleh cepat dan seperti dugaannya, gadis berjaket ungu dengan tangkai permen yang tergantung di bibirnya tengah memandangnya seakan dia orang paling aneh yang ditemuinya pagi ini.

"Sooyoung-ah!" Kim Dokja menyeru seakan baru melihat penyelamatnya.

Han Sooyoung spontan menarik langkah mundur, ngeri. "Ada apa denganmu?"

Dia sudah siap jika temannya itu akan mengutuk dan memarahinya, tetapi memandangnya penuh tatapan cerah? Apa Kim Dokja benar-benar masokis sampai begitu senang setelah Han Sooyoung menjual namanya kemarin?

Kim Dokja sudah memikirkan masalah ini semalaman. Sebenarnya ada opsi yang lebih mudah baginya, yaitu dengan membatalkan seluruh taruhan bodoh ini.

Jika dia membujuk, gadis itu pasti akan luluh, bukan?

Kim Dokja nyatanya telah melupakan hal yang lebih penting tentang pagelaran seni kemarin.

Alih-alih pemuda itu kini menarik napas panjang, bersiap mengajukan proposal menguntungkan yang akan sulit ditolak gadis itu. "Sooyoung-ah, mengapa kita tidak memba-"

"Kim Dokja!"

Kalimatnya terpotong oleh panggilan seseorang dari koridor.

Kim Dokja serta Han Sooyoung menoleh dan menemukan seorang gadis berambut pirang panjang dengan wajah blasteran menghampiri mereka. Itu adalah ketua kelasnya.

Anna Croft menghampiri keduanya lantas berkata pada Kim Dokja, "Wali kelas memanggilmu menghadap ke ruang guru."

"Hah? Aku?" Kim Dokja berkedip bingung. Dia tidak ingat buat masalah sampai harus dipanggil menghadap ke ruang guru sepagi ini. "Ada apa memangnya?"

Anna Croft mengangkat bahu. "Tidak tahu, kenapa kau tidak ke sana saja dan tanyakan langsung?"

Kim Dokja tenggelam akan kebingungan, tidak memerhatikan bahwa Han Sooyoung telah mengambil langkah pergi diam-diam.

"Oke, aku akan ke sana sebentar. Sebelum itu, Sooyoung-ah ...." Suara Kim Dokja menghilang seiring menyadari tidak ada kehadiran gadis itu di sisinya.

Melihat penghindaran Han Sooyoung, Kim Dokja ingin mengumpat. Sekarang dia punya dugaan kenapa wali kelas mencarinya.

"Han. Sooyoung."

~

Kim Dokja tidak ingin datang ke ruang guru, jadi dia segera kembali ke kelas tepat dengan gema bel yang berbunyi. Matanya memandang Han Sooyoung tajam di mejanya. Jika guru tidak datang, Kim Dokja ingin sekali buat perhitungan dengan gadis itu.

Namun, pada dasarnya Kim Dokja benar-benar tidak didukung untuk menghindari kenyataan.

Di tengah penjelasan guru sejarah, Kyrgios selaku wali kelas 2-5 datang mengetuk pintu kelas. "Permisi."

Guru pengajar tersebut menoleh ke pintu, menghentikan penjelasan materinya. "Pak Kyrgios? Apa ada keperluan?"

Pria yang mengenakan kemeja biru bergaris dan kini tengah berdiri di ambang pintu menjawab terus terang, "Iya, aku akan meminjam satu siswaku sebentar."

Ketika guru di kelas mengangguk dan mempersilakan, Kyrgios segera melangkah masuk dan memanggil, "Kim Dokja, apa ketua kelasmu tidak menyampaikan pesanku agar kau datang ke menghadap ke ruanganku pagi ini?"

Anna Croft yang duduk di depan menyahut cepat, "Saya sudah menyampaikannya, Sir. Kim Dokja bilang dia akan pergi."

Semua tatapan segera beralih ke arah Kim Dokja.

Han Sooyoung menutup bibirnya dengan tangan, menyembunyikan tawanya, sedang wajah Kim Dokja kian menggelap, tetapi dia berusaha memaksakan senyumnya.

"Maaf, Sir. Saya tadi ke toilet dan lupa karena bel tiba-tiba berbunyi." Kim Dokja dengan berat hati berdiri dan beralasan.

Kyrgios bisa membaca bahwa anak itu berbohong, tapi dia tidak akan mengungkitnya lagi. "Ikut aku, Kepala Sekolah mencarimu."

Mendengar penuturan itu, seluruh kelas segera dipenuhi pertanyaan. Beberapa saling berbisik, bertanya-tanya apa yang terjadi.

Kyrgios melihat tatapan seluruh siswanya dan tanpa beban mengumumkan, "Kim Dokja akan menjadi perwakilan kelas untuk Pagelaran Seni, tolong Ketua Kelas sampaikan izinnya di jam pelajaran berikutnya."

Seusai kalimat itu jatuh, keterkesiapan mengalir sebelum kelas pecah dengan banyak percakapan ribut.

"Bukankah seleksi belum dimulai? Kim Dokja sudah dapat undangan duluan?"

"Bodoh, selalu ada siswa yang berbakat yang dipilih langsung untuk tampil, mereka tidak butuh seleksi."

"Aku tidak tahu Dokja punya bakat seni?"

"Apa dia akan Bermain musik? Atau tampil solo menyanyi?"

"Apa pun itu, tidakkah ini luar biasa?"

"Kelas kita menyimpan bakat terpendam."

"Dokja-ya, semangat!"

"Kim Dokja, jangan mempermalukan nama kelas!"

"Kami mendukungmu!"

Banyak dugaan dan prasangka segera mengalir menjadi dukungan dan tepuk tangan heboh.

Sungguh, Kim Dokja sungguh ingin mengubur dirinya sekarang juga.

Kenapa dia bisa berakhir seperti ini? []

.

.

.

Bersambung.

Ini satu-satunya fanfiksiku sejauh ini yang paling ringan. Vibe-nya tiap nulis cerah banget, tatanan katanya juga lebih santai. Kesannya seperti lagi jalan-jalan di taman? Semua karakternya ga ada yang punya kesulitan soalnya (minus Kim Dokja yang sial mulu).

Tapi begitu pun, Kim Dokja punya orang tua yang penyayang, teman-teman baik, dia populer dan punya segalanya (termasuk calon pacar yang lebih sempurna lagi). Kalau nyari konflik batin besar kayaknya ga bakal ada di sini deh. Ga ada yang punya beban hidup soalnya

[BL] Their Story (JongDok)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang