Kim Dokja menyusuri lorong koridor yang senyap. Sudah dua tahun berlalu sejak dia memutuskan masuk ke sekolah ini. Kenangan tentang bagaimana satu musim dingin yang dipenuhi penat untuk belajar masih terekam bagai jejak yang sulit dihapus. Dia bisa mengingat bagaimana beratnya perjuangan untuknya belajar demi ujian masuk.
Walau bisa saja dia lulus mengatasnamakan ayahnya yang tak lain salah satu donatur terbesar di sekolah, Kim Dokja tetap tidak menggunakan kesempatan itu. Dia belajar dengan giat demi mencapai nilai minimal yang didukung oleh rentetan capaian prestasinya dalam menari. Dia berhasil membuktikan pada orang tuanya, jika dirinya mampu melangkah masuk ke sekolah idamannya lewat kerja kerasnya sendiri.
Ayahnya menghadiahkan mobil untuknya sebagai apresiasi, mobil yang pada akhirnya hanya terkurung dalam garasi sebab Kim Dokja memutus belajar naik bus hingga kereta bawah tanah untuk mandiri. Dia ingin melihat dunia sekitar lebih jelas dan menikmati tiap momen kesibukan orang-orang pada umumnya. Ayahnya tidak menentang, meski awalnya ibunya ribut karena khawatir.
Kim Dokja melalui masa sekolahnya dengan tenang, menutupi kenyataan jika dia merupakan salah satu pewaris konglomerat. Dia menjalani hidupnya dengan sederhana, tidak mengagungkan statusnya sendiri dan bergaul dengan siapa saja. Itulah yang akhirnya membuatnya memiliki lebih banyak orang di sekitarnya seiring waktu berlalu.
Kendati begitu, kehidupannya yang sekarang dia jalani masih tak kunjung terasa cukup.
Han Sooyoung pernah berkata padanya, "Manusia itu memang tidak ada puasnya jadi wajar saja kalau kau juga merasa begitu. Toh, itu yang membuat kita berkembang."
Pernyataan yang kemudian diakuinya tepat, sebab tanpa itu, peradaban tidak akan maju dan inovasi tak akan mampu beranjak mencapai hal-hal yang dahulu mustahil dilakukan.
Berpikir secara logis, dia sudah memiliki segalanya. Dia tidak pernah kekurangan materi, sendok perak telah terhidang di hadapannya sejak kecil dan meski dia bukan darah daging orang tuanya, keduanya tetap selalu memperlakukannya dengan kasih sayang tanpa batas. Ayahnya mungkin tak banyak bicara tapi pria itu selalu memperhatikan kebutuhannya dengan cermat dan yang paling pertama memenuhi setiap keinginan Kim Dokja. Ibunya bisa jadi sedikit menuntut tapi itu semua dilakukannya demi kebaikan putranya, terlepas dari itu, ibunya sendiri cenderung memikirkan kenyamanan putranya lebih dulu sebelum menuntut suatu hal.
Dia hampir tidak pernah kekurangan kasih sayang sejak kecil.
Langkah Kim Dokja terhenti sesaat. Lelaki yang kini beranjak menjadi seorang pemuda menoleh pada jendela, memandang refleksi dirinya yang terbayang di sana. Dia bukan lagi anak kecil yang diam-diam akan selalu bersembunyi di balik semak tiap kesedihan menggenanginya atau pun kala ada waktu dia merasa tidak mampu melalui hidupnya dengan cara ini.
Sudah berapa tahun tepatnya?
Kim Dokja nyaris tidak mampu lagi mengenali tampilan dirinya.
Dia mengenakan seragam dengan lambang sekolah yang diidamkan banyak orang, statusnya pun tidak biasa, dia punya seorang sahabat baik yang selalu berdiri di sisinya dan ada lebih banyak lagi teman di sekelilingnya.
Dia bukan lagi anak kecil berpakaian lusuh yang terkurung dalam rumah berpetak sempit, tanpa seorang teman pun yang berkenan mengajaknya berbicara.
Tepukan keras di punggungnya memaksa benak Kim Dokja kembali pada kenyataan, dia menoleh ke samping memandang seorang gadis berambut panjang yang menatapnya penuh senyum.
"Hei." Jung Heewon menyapa disusul ringisan panjang. Gadis itu mengusap tengkuknya sebelum menuturkan, "Em soal yang tadi, aku minta maaf kalau aku tidak sengaja menyinggungmu."
Melihat raut bersalah yang datang terlambat, Kim Dokja mendengus geli. "Memangnya aku terlihat marah?"
"Tidak juga, kurasa? Tapi lebih baik minta maaf, mana tahu aku tak sengaja memicu amarahmu." Jung Heewon merasa lebih nyaman jika bisa mencegah hal-hal yang tak menyenangkan. "Lagian, tak kusangka hubunganmu dengan Jonghyuk tidak seburuk itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
[BL] Their Story (JongDok)
Fiksi Penggemar[Omniscient Reader's Viewpoint Fanfiction] Katanya, masa SMA itu waktu paling terkenang. Jadi apa masa sekolah Kim Dokja juga begitu? . Atas cetusan bodoh, Kim Dokja bertaruh dengan Han Sooyoung. Han Sooyoung bertaruh bahwa Yoo Jonghyuk, sosok palin...