Suasana ruang meeting sangat menegangkan. Adam menelan ludah. Kiamat sudah baginya. Kehancuran rencana yang telah dia pikir matang-matang sudah menyambut di ambang pintu.
Ini semua karena dia terlalu serakah. Tak mungkin ada manusia yang bisa berdiri di atas dua kursi. Seharusnya, sejak awal dia memilih salah satu saja. Warisan atau Sabrina. Karena tak bisa menjatuhkan keputusan yang tepat, Adam mencoba memperjuangkan keduanya yang justru berujung sengsara.
Sementara itu, Sabrina lebih tercengang dengan apa yang tersaji di hadapannya. Selama ini, dia mengira Leo adalah pria miskin yang tak memiliki pekerjaan tetap. Pertama bertemu, Leo bekerja di sebuah restoran sebagai pelayan. Tak lama karena dirinya dipecat setelah memukul seorang customer yang melecehkan Sabrina. Sejak saat itulah mereka berkencan.
Beberapa bulan kemudian, Leo mendapatkan pekerjaan sebagai seorang bartender di salah satu kelab malam elit. Cukup lama Leo bertahan di sana. Sampai akhirnya dipecat lagi karena menolong seorang pelayan yang dilecehkan oleh seorang customer pria berpengaruh. Saat berpisah, kondisi Leo pengangguran. Lama sekali sejak saat itu Sabrina dan Leo tidak lagi berjumpa.
Terakhir bertemu di hotel Lalaborn beberapa bulan lalu, pria bermata hijau itu mengatakan bahwa dirinya bekerja sebagai pengawal pribadi dengan gaji yang lumayan. Tak salah bila Sabrina saat ini sangat terkejut karena Leo memperkenalkan diri sebagai anak seorang salah seorang taipan terkaya di Amerika.
"Okay, Tuan Warren! Saya sudah mengumpulkan dua orang yang Anda mau. Bisakah kita memulai sekarang?" tanya Tuan Paul dengan semangat.
"Tenanglah, Tuan Paul! Jangan terlalu tergesa-gesa. Mari kita persilakan semua untuk santai dan mengendurkan beban pikiran." Leo tersenyum, menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi dan menghadap Adam dan Sabrina, memberi isyarat tangan agar mereka semua mengambil tempat duduk masing-masing.
"Lucu sekali, padahal saya bukan tuan rumah di sini," lanjut pria berlesung Pipit itu sambil tertawa terbahak-bahak. Hanya berdua dengan Tuan Paul tentunya, karena saat ini Sabrina dan Adam bahkan tak bisa tersenyum sama sekali. Meski demikian, Sabrina dan Adam segera mengambil tempat duduk.
"Sebelumnya, saya ingin Tuan Paul terhibur dulu dengan ini." Leo menatap Adam dan Sabrina dengan tatapan dingin. Kemudian dia meletakkan ponsel di meja dan mengeraskan speaker.
Betapa terkejutnya Sabrina dan Adam karena yang diperdengarkan Leo adalah percakapan mereka semalam tentang status Sabrina. Adam yang dengan jelas mengungkap status Sabrina di hadapan Leo, membuat Tuan Paul sangat terkejut.
Mata Tuan Paul terbelalak. Senyuman sudah tak lagi ada di wajah beliau. Pandangannya kini tertuju kepada Adam dan Sabrina. Penuh murka, beliau berseru, "Biadab! Kau menipuku selama ini?"
Tuan Paul menoleh ke arah Leo. Beliau kebingungan hendak berkata apa kepada kliennya kali ini. Banyak sekali tentunya tanda tanya di benak beliau. Namun, bibirnya hanya mampu membuka tanpa suara. Tampaknya, rasa malu jauh lebih mendominasi. Bagaimana mungkin hal seperti ini diketahui oleh orang luar sebelum beliau sendiri membongkar kebohongan putranya?
"Saya tidak yakin Warren Group akan bersedia bekerja sama dengan seorang pebisnis yang memiliki kepribadian seperti Tuan Adam. Sebelum kerja sama ini terlaksana, saya akan menginformasikan hal ini kepada Tuan William Warren terlebih dahulu." Leo mengakhiri perkataannya kemudian beranjak pergi meninggalkan ruangan, meninggalkan Tuan Paul yang teramat kecewa dan malu.
Tanpa permisi, Sabrina ikut meninggalkan ruangan mengikuti Leo dari belakang. Rok pensil di atas lutut dan stiletto-nya menyulitkan untuk mengejar langkah Leo yang lebar. Karena itulah, Sabrina memilih untuk menggunakan mulutnya agar Leo berhenti, "Leo! Kebohongan macam apa yang kamu rencanakan?"
Seperti yang diharapkan, Leo menghentikan langkah dan menoleh ke arah Sabrina. "Kebohongan?"
Pria yang Sabrina kenal sebagai sosok ramah dan tak pernah berbuat buruk padanya, kini sudah berubah sangat drastis. Dia seperti sudah tak mengenal Leo lagi.
"Mengapa kau mengatakan kepada Tuan Paul tentang rahasia kami? Aku menyesal telah menceritakan ini semua kepadamu!" raung Sabrina meluncurkan tinju lemahnya ke dàda Leo. Keningnya mengernyit seiring umpatan dan kutukan yang keluar dari mulutnya. "Tak tahukah kamu betapa Adam telah mati-matian berjuang untuk mempertahankan haknya?"
"Aku tak pernah menyalahkan siapa pun yang ingin mempertahankan haknya, Bree! Namun aku sangat menentang keras semua orang yang memanfaatkan kepolosan orang lain demi ambisi pribadi!" bentak Leo sambil menghentikan pukulan Sabrina di dadanya. Matanya menatap tajam Sabrina yang juga melontarkan pandangan menantang. "Kau pikir aku tak tahu kecurangan apa yang telah kamu lakukan? Atau aku perlu memberitahukan semuanya ke Adam? Aku tahu, kau banyak menyembunyikan sisi gelapmu darinya, bukan?"
Plak!
Sabrina menampar pipi Leo keras. Namun, tamparan itu tak bisa menghapus senyuman licik dari wajah Leo.
Napas Sabrina tersengal menahan amarah. Dia benar-benar tak menyangka bahwa Leo akan berubah sedrastis itu. "Kupikir, selama ini kau adalah pria baik-baik ...."
"Sama! Aku mengira, selama ini kau adalah wanita berhati emas." Adam mengulangi perkataan Sabrina diambil mengerucutkan bibir dan bersiul pelan. Sindiran yang dia tujukan pada Sabrina sangat mengenai sasaran.
"Lagi pula, mengapa kau ke sini sebagai anak dari William Warren? Mana mungkin anak taipan ternama bekerja sebagai waiter, bartender, dan apa kata kamu kemarin? Pengawal pribadi?" ejek Sabrina dengan sinis dan merendahkan lawan bicaranya.
"Apa anak William Warren takut harta ayahnya habis karena anaknya bermain dengan wanita ke sana kemari tanpa komitmen yang jelas? Atau dia hanya ingin berjalan di depan umum sebagai penipu? Berpura-pura menjadi pria miskin berhati lugu? Huh?" Sabrina melanjutkan cemoohannya dengan bibir atas terangkat.
Leo memicingkan mata. Senyuman perlahan menghilang dari wajahnya. "Aku tentu punya alasan sendiri. Dan asal kau tahu! Uang ayahku bukanlah uangku! Aku tak pernah membohongi siapa pun akan statusku."
Leo berlalu meninggalkan Sabrina yang mematung tak percaya dengan pendengarannya. Pertama kali baginya melihat anak dari orang kaya yang mengatakan bahwa dirinya tak ada kaitan dengan kekayaan orang tua. Sangat berlawanan dengan Adam yang mati-matian ingin mendapatkan kekayaan sang ayah. Seandainya saja Adam memilih untuk bersikap seperti Leo, pastilah bencana ini tak akan pernah mereka alami.
***
Sementara itu di ruangan meeting, tampak seorang ayah yang sangat murka terhadap putra semata wayangnya. Wajah sang anak yang tadinya sudah bersih dari darah, kini ternodai lagi oleh cairan merah itu.
"Jadi, selama ini, kau menipuku?" bentak sang ayah dengan kemurkaan yang sangat. "Kau pun menipu Maya!"
Tuan Paul tak menyangka bahwa selama ini anaknya telah menjalin kasih di belakang pertunangan yang telah ditetapkan sejak dahulu. Berpura-pura menjadi anak baik yang tak menolak keinginan orang tua sama sekali. Pantas saja anaknya selalu menunda-nunda bila beliau memintanya untuk segera menikah.
Tuan Paul kemudian duduk untuk meredam amarah. Kemudian, beliau menengadah dan berkata, "Sudahlah! Kalau memang demikian, aku juga tak akan ragu membatalkan warisan untukmu!"
"Ayah! Aku mohon jangan lakukan itu!"
"Kalau begitu, jadilah suami yang baik untuk Maya dan tinggalkan istri gelapmu!" Tuan Paul berdiri kembali kemudian menggebrak meja. "Kuberi kamu waktu sampai matahari terbit esok hari untuk mengambil keputusan! Pikirkan yang terbaik untuk hidupmu!"
"Ayah!"
"Ingat! Uangku bukan uangmu! Kalau kau mau uangku, turuti aku! Atau carilah uangmu sendiri sebagai gantinya!" Keputusan Tuan Paul tak bisa diurungkan. Adam harus mengambil putusan yang terbaik. Dia mesti memilih salah satu: cinta atau warisan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Simpanan Suamiku (TAMAT)
RomantizmBacaan untuk pembaca dewasa. Anak kecil jangan baca. Tolong patuhi. Hanya untuk 18+. *** Adam menikahi Maya karena perjodohan kedua orang tua mereka. Dia terpaksa memperlakukan Maya dengan baik agar tidak kehilangan warisan. Namun, siapa yang sangka...