Tak terasa, sudah sepuluh hari berlangsung misi Adam untuk mengatur kesibukannya di kantor dan di rumah. Sabrina tak terlihat marah karena Elena, sekretaris senior yang diperbantukan menghandle lebih banyak pekerjaan sekaligus memeriksa kembali pekerjaannya.
Sedangkan Maya yang hanya memiliki pikiran positif kepada Adam, justru merasa prihatin dengan kondisi suaminya yang saat ini sedang tertidur pulas di sampingnya. Badan Adam akhir-akhir ini terlihat lebih kurus. Wajahnya tak terlihat segar.
"Apakah kamu terlalu sibuk dan tidak makan dengan baik?" bisik Maya pelan. Dia lalu mengecup kening suaminya dan memikirkan apa yang sebaiknya dia lakukan untuk membantu kesibukan Adam. "Ah, mungkin aku akan membuatkan bekal saja untuknya. Akhir-akhir ini dia berangkat terlalu pagi sebelum aku bangun dan tidak sarapan sampai di kantor!"
Waktu menunjukkan pukul empat pagi. Maya sengaja bangun lebih awal kali ini agar bisa menyapa Adam sekaligus membuatkannya sarapan lebih pagi.
Tak lama, masakan sudah siap saat alarm Adam berbunyi. Pria itu terkejut mendapati Maya yang telah bangun dan menyiapkan makanan untuknya.
"Makan dulu, Sayang! Aku sudah membuatkan pancake blueberry yang kamu suka," ujar Maya dengan antusias walaupun wajahnya terlihat kurang tidur. "Aku bawakan bekal untuk makan siang juga, ya?"
Adam termangu menatap semua usaha yang dilakukan Maya untuknya. Dia tak menyangka semua ini akan Maya lakukan demi seorang suami yang mencuranginya. Pikiran murninya yang bersih dari kelicikan saat bangun tidur, membuatnya tak sanggup dan ingin menghentikan semua sandiwara ini.
Adam mendekati Maya, menatap mata wanita yang dulu dia benci, tapi kini telah menjadi istrinya yang sah. Dia melakukan semua tugas dan tanggung jawabnya sebagai istri dengan sangat baik. Air mata menggenang di pelupuk, membuat pandangan mata Adam menjadi kabur. Tangan Adam mencengkeram lembut bahu Maya, membuat Maya berhenti melakukan aktivitasnya menata bekal di kontainer makan yang baru setengahnya ditata.
"Adam, sarapan dulu—"
Perasaan Adam membuncah. Dia tak sanggup menahan apa yang dibisikkan nalurinya saat ini. Mungkin, ini pertama kali dia melakukan dengan Maya dengan diiringi emosi. Bukan seperti yang sebelumnya dia lakukan, yang hanya berdasarkan keinginan primal semata yang semua lelaki bisa melakukan meski tanpa ada rasa dalam hati.
Maya bingung. Dia ingin membuat Adam lebih fit. Namun, dia tak mampu menolak keinginan Adam saat ini. Sehingga, pagi itu pun, semua tak berjalan seperti yang biasanya dijadwalkan oleh Adam.
Lebih siang dari biasanya, Adam melangkahkan kakinya masuk ke kantor. Beberapa file yang harus dipisahkan sudah berada di meja–bersama seorang wanita dengan penampilan molek yang duduk di atasnya.
"Terlambat satu jam!" ujar wanita berblazer merah itu dengan nada datar. "Kamu ngapain aja?"
Adam tak menoleh. Dia tahu Sabrina akan marah. Namun, dia tak kuasa memutar kembali waktu dan mengulangi kejadian tadi pagi agar berjalan dengan normal saja, tanpa terbawa perasaan.
"Maaf, Maya bangun lebih pagi dan memasak untukku. Aku harus bersikap baik dan berterima kasih padanya!" ujar Adam tanpa menatap mata Sabrina.
"Oh, bersikap baik dan berterima kasih dengan memberikan pelayanan istimewa?" sindir Sabrina dengan kadar cemburu tingkat tinggi membakar dadanya.
"Sabrina! Aku baru kali ini meluangkan waktu untuknya dan kau sudah marah. Bukankah kamu berjanji akan mendukung rencanaku? Ayah bisa menghukumku bulan depan bila masalah bulan lalu tak terselesaikan!" Adam mulai mengatakan isi hatinya dengan jujur kali ini. Dia tak menyangka Sabrina tak bisa bersikap lebih dewasa dan kooperatif dalam menyikapi hal remeh seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Simpanan Suamiku (TAMAT)
RomanceBacaan untuk pembaca dewasa. Anak kecil jangan baca. Tolong patuhi. Hanya untuk 18+. *** Adam menikahi Maya karena perjodohan kedua orang tua mereka. Dia terpaksa memperlakukan Maya dengan baik agar tidak kehilangan warisan. Namun, siapa yang sangka...