26. Calon Bayi

3.9K 150 3
                                    

"Maya? Leo? Kalian juga datang untuk memeriksakan kandungan?" tanya Sabrina menyapa. Sekarang, Sabrina memang merasa sedang di atas angin karena Adam menjadi miliknya sepenuhnya.

Sementara itu, Adam yang merasa tak enak hati, terpaksa menyunggingkan senyum juga. Dia merasa sedikit bersalah karena mengecup anak di perut Sabrina dan mengabaikan anak yang berada di perut Maya.

Apalagi saat ini ekspresi Maya yang terlihat sekali bahwa dia tak bahagia. Membuat Adam semakin merasa tak nyaman. Dalam hati, dia sangat menyesali kehamilan Maya. Bila tahu hasilnya akan seperti ini, seharusnya dak tak menghamili Maya agar dia bisa memulai hidup baru dengan pria lain yang mencintainya.

"Kandungan kamu baik-baik saja, 'kan? Apa dia sehat?" tanya Adam pada akhirnya. Dalam hati, dia sangat ingin memberikan kecupan juga di perut Maya. Walaupun dia tidak mencintai Maya, tetapi anak yang dikandung Maya tetap saja anaknya juga. "Kau sudah tahu jenis kelaminnya?"

Pertanyaan Adam, hanya Maya jawab dengan lelehan air mata. Mungkin, untuk orang lain, air mata Maya adalah bukti betapa lemahnya dia. Namun, yang terjadi adalah sebaliknya air mata Maya mengiris-iris hati Adam dan membuatnya merasa telah melakukan kejahatan terbesar di dunia ini. Karena itulah, Adam memalingkan muka dan segera mengajak Sabrina untuk menyingkir.

Di saat yang sama, Leo menatap Maya dan penderitaan yang ditampakkan bahasa tubuhnya. Dalam hati, Leo yakin, Maya masih belum bisa melupakan Adam. Leo kemudian merengkuh jemari kiri Maya dan mengaitkannya dengan jemarinya, membuat Maya menoleh menghadapnya dengan pandangan penuh tanya.

Tanpa diduga, Leo menundukkan tubuh jangkungnya untuk mengecup perut Maya. Terang saja, Adam dan Sabrina terbelalak melihat aksi Leo yang bukan siapa-siapa bagi Maya.

"Lelaki atau pun perempuan, kuharap dia mirip denganmu. Bukan ayahnya," ujar Leo sambil tersenyum, menengadahkan wajah menatap Maya yang bingung dan tercengang.

Tangan Leo menyentuh perut Maya penuh kasih, seolah-olah yang di dalam rahim Maya adalah anaknya sendiri. Semburat cemburu membayang di hati Adam. Bagaimana mungkin Maya mengizinkan pria lain menyentuh anak di perutnya?

"Murahan!" ujar Adam pelan, tak sengaja, sambil mengepalkan tangan dengan kuat.

"Apa kamu bilang? Maya wanita murahan?" Leo yang tak terima Maya dipanggil demikian, segera berdiri dan bersiap menghadiahi Adam dengan tinjunya.

Namun, Maya dengan sigap mencegah. "Sudahlah, Leo! Ini tak seberapa. Aku sudah pernah dipanggil dengan sebutan yang lebih buruk dari itu."

"Apa? Sebutan yang lebih buruk?" Leo semakin terkejut.

"Istri Adam Wilson! Itulah panggilan terburuk yang pernah kudapatkan." Maya menatap Adam dengan tatapan tajam dan menantang. Sementara Leo terbelalak tak percaya bahwa kata-kata barusan keluar dari bibir Maya.

Tentu saja, Adam semakin geram. Dia menarik lengan Sabrina dan segera mengajaknya pergi meninggalkan Maya dan Leo secepatnya. Sama seperti Leo, Adam sangat tak menyangka mulut manis Maya bisa mengatakan hal sepedas itu. Sungguh Adam pasti tak pernah tahu bagaimana seorang wanita yang disakiti akan belajar untuk membalas.

Sepeninggal Adam dan Sabrina, Leo menatap Maya dengan pandangan menyesal. "Maaf! Aku tadi menyentuhmu tanpa izin."

Maya menggeleng dan tersenyum lemah. "Sudahlah! Jangan dipikirkan!"

Mereka kemudian duduk di ruang tunggu sambil berbincang-bincang ringan. Membicarakan beberapa hal yang lucu dan mencairkan suasana. Pemandangan yang indah dilihat mata siapa pun yang menatap. Seperti sepasang suami-istri yang sedang menanti kehadiran buah hati. Itulah sebabnya, orang tua selalu berkata kita tak boleh menilai buku dari covernya saja.

"Istrimu sangat cantik, Tuan! Sudah berapa bulan hamil?" tanya seorang wanita yang duduk di sebelah Leo dengan suara berbisik.

Ditanya demikian, Leo dan Maya tidak menjawab. Mereka malas menjelaskan bahwa mereka bukan pasangan suami-istri atau kekasih karena pasti pertanyaan akan merambah kepada hal yang lebih jauh lagi. Karena itulah, Leo hanya menjawab, "Dia memang sangat cantik walaupun sedang hamil empat bulan."

Maya yang mendengar pujian dari Leo merasa tersipu. Namun, pengalaman sakit hati kepada Adam membuat Maya belajar untuk tidak mudah terbuai dengan kebaikan lelaki. Dia yakin, kebaikan Leo hanyalah karena rasa iba. Bukan disebabkan hal yang lebih istimewa.

Setelah beberapa saat menunggu, akhirnya nama Maya dipanggil. Leo pun menemani Maya masuk ke ruangan untuk bertemu dokter Selena William. Wanita berkulit coklat yang manis itu menyambut kedatangan Maya dan Leo dengan senyuman riang yang menampakkan barisan gigi putih yang teratur. Dia membenahi kuncir ekor kuda yang longgar agar rambut gelapnya tak mengganggu aktivitas.

"Silakan duduk, Tuan Warren! Hi, Maya! Apa kau merasa sehat?" sambutnya dengan sapaan keakraban yang lebih untuk Maya.

Dokter William memang sedikit tahu akan kondisi Maya yang hamil setelah bercerai. Karena itulah, dia secara pribadi pernah meminta Leo agar dapat mendukung kehamilan Maya agar calon ibu muda itu tetap semangat dalam menghadapi kehamilan yang berat.

Dokter William mempersilakan Maya untuk berbaring setelah mengecek apakah ada keluhan selama kehamilan. Beberapa keluhan saat kehamilan Maya sampaikan, mulai dari sakit di bagian perut kanan atas, sakit kepala, dan terkadang penglihatannya terganggu.

Sang dokter lalu mengoleskan gel yang sudah disesuaikan dengan suhu tubuh untuk mengecek kondisi kehamilan Maya. Maya dan Leo dengan antusias memperhatikan gambar yang ditunjukkan layar walaupun mereka tak mengerti.

"Laki-laki atau perempuan?" tanya Leo dengan tak sabar.

"Ini ... laki-laki!" jawab Dokter William sambil mengernyit. "Dan ... perempuan." Dokter wanita itu menambahkan sambil tertawa kecil, disambut dengan keterkejutan Maya dan Leo dengan alasan yang berbeda.

"Apa maksudnya?" tanya Leo kebingungan, dia mengira bayinya berjenis kelamin ganda.

"Kembar, Leo! Aku punya dua pengacau di dalam rahimku!" jelas Maya sambil tersenyum bahagia.

Leo memandang Dokter William untuk mengkonfirmasi. Sang dokter pun mengangguk dengan senyuman penuh arti. "Selamat!"

"Susan, kamu bisa bawa Nona Maya Reinhart dan membantunya untuk melengkapi kuisioner ini?" perintah Dokter William ke salah seorang bidan yang membantunya.

Setelah Maya dipisahkan ke ruangan lain, Dokter William membicarakan sesuatu yang serius dengan Leo. "Saya menangkap ada gejala pre-eklampsia yang dialami Maya. Ke depan, kehamilannya akan berat. Sebaiknya dia tak tinggal sendirian dan harus selalu mengecek tekanan darahnya secara berkala."

Senyuman di wajah Leo memudar seketika. Kabar bahagia tentang bayi kembar menghilang sudah. Berganti dengan kekhawatiran akan keselamatan Maya. "Apakah ini sangat berbahaya, Dok?"

Dokter William kemudian memeriksa hasil kuisioner online yang diisi Maya di ruangan terpisah dengan seksama. Wajah beliau menjadi serius.

"Karena gejala yang dia alami berat, ini berbahaya. Saya takut, pre-eklampsianya akan berkembang menjadi eklampsia hanya dalam beberapa hari saja." Dokter William menjelaskan dengan hati-hati. "Bila keadaan lebih serius, saya mungkin akan menganjurkan untuk aborsi demi keselamatan Maya."

Mendengar hal itu, wajah Leo yang tadinya merah muda menghilang dengan cepat. Putih pucat seperti kertas. Dia tak sanggup membayangkan apa reaksi Maya bila mengetahui hal ini.

"Karena itulah, saya harap, Anda bisa menjelaskan hal ini pelan-pelan kepada Maya."

Istri Simpanan Suamiku (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang