Lima tahun telah berlalu sejak kepergian Maya. Kini, si kembar telah tumbuh menjadi anak yang sehat dan lincah.
"Paul, Freya! Ayo cepat turun dan habiskan sarapan kalian!" seru Adam dari bawah memanggil kedua anaknya yang terdengar ribut di atas saat berganti pakaian.
"Ayah, Paul menyembunyikan bonekaku! Padahal aku ingin mengajaknya jalan-jalan saat menjemput Paman Leo di bandara!" jawab Freya dengan suara hampir menangis. Gadis kecil berambut gelap bergelombang itu semakin tampak mirip dengan ibunya seiring dengan bertambahnya usianya.
"Bohong! Kamu sendiri yang lupa meletakkan di mana boneka kelinci jelekmu itu. Jangan menuduh sembarangan!" sanggah Paul dengan suara melengking.
Mata gelap miniatur Adam itu memandang tajam saudarinya yang berukuran lebih mungil darinya. Dengan tubuhnya yang lebih kuat dan besar, dia memang kerap mengusili Freya. Sekalipun dia berkali-kali dihukum, mengusili kembarannya sudah bagaikan candu yang akan tetap dia lakukan tak peduli apa pun konsekuensinya.
Keributan pagi di mansion Wilson seperti ini sudah sangat biasa dijalani Adam dan dua anak kembarnya. Menjadi orang tua tunggal memang bukan hal yang mudah untuk dia jalani. Akan tetapi, dia sudah terbiasa dengan hal seperti ini selama empat tahun lebih lamanya. Adam sadar kesabaran adalah modal utama untuk menjalani peran seorang ayah sekaligus ibu.
Sayangnya, kali ini di tak bisa membiarkan mereka ribut lebih lama lagi karena mereka diburu waktu. Tak mungkin mereka membuat Leo menunggu di bandara bermenit-menit demi menunggu urusan si kembar dan pertikaian mereka selesai.
Adam pun mengalah dan naik ke kamar si kembar. Mereka berdua masih belum berhenti beradu argumen. Mereka bahkan sudah mulai perang bantal saat Adam membuka pintu. Sebagai bonus, dua buah bantal menghantam muka ayah muda itu secara berurutan.
"Ouchh!" seru si kembar bersamaan saat tahu mereka telah melanggar aturan perang mereka: tak boleh ada korban dari pihak yang tidak terlibat perang.
Mereka menutup mulut dengan tangan karena takut ayah mereka akan marah dan menghukum mereka. Hukuman paling mereka takuti adalah kurungan kamar tentunya.
"Aku beri kalian waktu lima belas menit untuk bersiap dan menghabiskan pancake kalian. Terlambat satu menit saja, aku akan meminta sopir untuk menjemput Paman Leo dan langsung mengantarnya ke hotel. Paman Leo favorit kalian itu tidak akan menginap di sini!" ujar Adam dengan bersedekap dan membulatkan matanya–serius.
"Tidaaak!" Si kembar lalu mendadak berubah menjadi anak-anak penurut seperti makhluk ajaib dari negeri dongeng dan mengemasi barang-barang mereka. Walaupun masih terdengar gerutuan Freya yang bersedih karena tak akan membawa boneka kelincinya untuk menjemput Leo, tapi gadis itu cukup tertib dan bisa bekerja sama.
Lima belas menit yang diberikan Adam sangat cukup untuk membuat si kembar berkemas dan sarapan. Mereka bahkan menyelesaikan dalam waktu kurang dari itu. Sekalipun Adam bukan koki dapur yang hebat seperti Leo, akan tetapi anak-anak cukup bisa berkompromi dengan semua masakan yang dibuat Adam.
Seperti pesan Maya, Adam tak membiarkan kedua anak mereka tumbuh dengan fasilitas terlampau mewah agar bisa hidup mandiri saat dewasa nanti. Dia bahkan menghidupi anak-anaknya hanya dari gajinya sebagai CEO. Tidak mengambil dari selain itu.
Pengaturan keuangan Adam sekarang jauh lebih baik dari saat dia masih muda. Namun sayang, ketegasannya akan hal finansial pulalah yang menjadi salah satu penyebab dirinya kehilangan wanita yang dia cintai.
Sabrina tidak setuju dengan semua batasan finansial yang Adam berikan. Dia tak habis pikir, mengapa tak diizinkan untuk memakai fasilitas mewah yang menjadi milik anak-anak Adam. Bukankah dia juga sesekali membantu Adam menjaga mereka?
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Simpanan Suamiku (TAMAT)
RomanceBacaan untuk pembaca dewasa. Anak kecil jangan baca. Tolong patuhi. Hanya untuk 18+. *** Adam menikahi Maya karena perjodohan kedua orang tua mereka. Dia terpaksa memperlakukan Maya dengan baik agar tidak kehilangan warisan. Namun, siapa yang sangka...