Anin tersenyum lega setelah mendapat pesan dari pacar sahabatnya itu. Ternyata dugaan Ayra salah besar. Justru Dion sedang menyiapkan sesuatu untuk sahabatnya itu.
Ah, leganya.
Lalu Ayra membuyarkan lamunan Anin. "Eh, lo kenapa anjir? Senyam-senyum sendiri?"
"Eh, emang gue senyum ya?" Jawab Anin tidak tahu diri.
Ayra menggerutu, "Dih, gila nih anak gue rasa."
Anin terkekeh sambil menahan tawanya, mendengar jawaban Ayra.
"Ra, sorry kayaknya gue nggak bisa nginep ke tempat lo deh."
Ayra menoleh kaget dan menaikkan satu alisnya. Ekspresinya saat ini seperti siap melahap Anin mentah-mentah.
"IH, KENAPA LO?! Punya sahabat baru, hah?!"
Anin menahan tawanya. Ia yakin pasti ekspresinya yang sok serius ini, nggak banget. Lalu ia mengatur nafasnya agar Ayra tidak curiga dengan gestur tubuhnya yang sedang berbohong ini.
"Ya nggak lah, gue kangen lagi sama Mocil —kucing Anin. Makanya gue mau balik dulu."
"Gila! Elo mentingin si Mocil dari pada gue? You broke my heart, Nin!" Ujar Ayra dengan ekspresi kaget sambil memegang dadanya.
Drama alay dimulai.
"Parah sih, udah Dion begitu, ini bestie gue juga mencampakkan gue. Gue kan lagi mellow, lo nggak khawatir emang kalo nanti gue tiba-tiba kepikiran suicidal? Ntar masuk berita, 'Seorang Wanita di Temukan Tewas Akibat Stress Tugas Akhir, Pacar dan Sahabatnya Tidak Ada yang Peduli' terus besoknya lo bakal gue gentayangin seumur hidup!" Ayra dengan ekspresi sok dramatisnya.
Kumat nih lebaynya,
Anin mendengus mendengar jawaban sahabatnya itu. Anin menoyor kepala Ayra, "Lo yang gila nyet! Jauh amat mikirnya ke situ."
Jujur, saat ini Anin sudah tidak kuat ingin tertawa. Namun di tahannya agar semua rencana yang ia susun tidak berantakan. "Emang lo nggak bosen, Ra, hidup sama gue sebulan? Besok juga ketemu lagi, ini kita nempel mulu udah kayak kembar siam, anjir."
Hanya dibalas dengusan oleh Ayra. "Yaudah, lo balik aja, Nin. Bisa kok gue sendiri."
Gotcha! Kena jebakan Batman juga nih si Ayra
"Heh, lo biasanya sendiri juga nggak masalah. Kan lo Miss Independent, kenapa jadi begini dah?"
"Duh, haus kasih sayang nih, Nin. Lagi pengen dimanja dan ditemenin kayak Mocil. Maklum LDR" ucap Ayra sambil mengibaskan tangannya.
"Goblok, jijik banget gue dengernya astaga!" Ujar Anin sambil menjitak kepala Ayra. Berharap isi otaknya kembali normal seperti semula. "Udah, ayok beli ice cream biar otak lo dingin!"
~
"Ra, pesenin gue dong rasa Cookies and Cream. 2 scoops aja, jangan di tambahin topping." Ucap Anin yang sibuk memainkan ponselnya.
"Lah? Elo nggak mau ikut pesen?"
"Nggak ah, gue mau langsung nyari tempat aja. Ntar nggak kebagian duduk, gimana?" Anin melengos dan meninggalkan Ayra sendirian.
"Bangke lo Nin!" Ujar Ayra kesal.
Anin tahu, pasti saat ini sahabatnya itu sangat kesal. Karena kedai Gelato ini tidak banyak pengunjung, jadi bisa dipastikan mustahil jika tidak kebagian tempat duduk.
Biar tahu rasa lo Ra gue kerjain, ntar juga lo dapet kejutan yang setimpal atas perlakuan gue ini. Batin Anin
Selagi menunggu Ayra, Anin buru-buru mencari kontak Dion untuk memberi tahu, bahwa ia sudah menjalankan rencananya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Happier Than Ever [COMPLETED]
RomanceDia yang kupercayai sebagai pemilik hati ini seutuhnya. Namun dia juga yang menghancurkanku hingga menjadi butiran debu. Melupakan memang takkan pernah mudah. Merelakan yang pernah ada, menjadi tidak ada adalah kerumitan yang belum tentu dia tahu ra...