-Dion POV-
Perjalanan menuju Jakarta hari ini tidak terlalu padat, mungkin karena weekday juga. Saat melihat arloji, jam sudah menunjukkan pukul 12. Tepat jam makan siang, cacing di perut gue sedari tadi pun sudah ribut minta diisi.
Gue memutuskan untuk pergi ke Supermarket terlebih dahulu untuk membeli beberapa barang kebutuhan sebelum menuju Apartemen Ayra. Rencananya gue akan membuat suatu hidangan kesukaan Ayra —Gue memang jago masak apalagi Western Food.
I think she like it!
Memikirkan bagaimana ekspresi Ayra saja sudah membuat gue tersenyum. Gue sangat merindukannya.
Setelah sampai di Supermarket, gue segera bergegas menuju Meat Counter setelah itu memutuskan untuk membeli beberapa buah, sayur, snacks dan beberapa minuman lainnya. Pasti kulkas Ayra kosong, mengingat perempuan itu sudah meninggalkan Apartemen sebulan lamanya.
Saat gue sedang memilih beberapa snacks, tiba-tiba gue dikejutkan oleh suara seorang perempuan.
"Dion?"
Belum sempat menjawab karena otak gue masih mencerna suara siapa ini. Seperti tidak asing suaranya.
"Kamu Dion kan?"
Gue memastikan tidak ada orang lain di lorong itu, baru lah gue menengok untuk memastikan siapa yang memanggil nama gue. Tengsin juga kan kalau ternyata bukan gue yang disapa. Di dunia ini pasti banyak kan nama Dion?
"Hmm... Alexa?"
"Hai Dion! Kamu apa kabar?" Sahut Alexa semangat dan langsung menyosor pipi gue.
Gila nih cewek, main nyosor aja!
"Baik Ca." Jawab gue sekenanya sambil menggaruk rambut yang tak gatal itu.
Awkward moment.
"Makin jadi nih badan, gue lihat-lihat." Sambil memegang bisepnya yang keras itu.
Gue terbelalak kaget. Bisa-bisanya Alexa berkata seperti itu, di tempat umum pula. Gimana coba kalau ada yang lewat?
"Uhm, haha bisa aja lo."
"Ini belanja banyak banget, lo mau ngapain Di? Mau ngasih ke Panti?"
Cewek gila, bener-bener nggak ada otak.
"Oh, nggak kok, ini gue belanja buat ngedate sama Ayra." Jawab gue dengan senyum yang mengembang sempurna.
"Oh, lo masih sama si bocil itu?" Alexa memutar bola matanya.
Sialan!
Masa Ayra dibilang bocil? Walaupun umur Ayra terpaut 2 tahun lebih muda darinya. Tapi untuk sifat, Ayra jauh lebih dewasa dari umurnya. Justru Alexa lah yang childish.
Dih, si kampret, nggak sadar apa dia yang childish? Blok goblok!
Gue mendengus, "Ck. None of your business Ca."
Lama-lama berada di sini membuat gue tidak bisa mengontrol emosi. Di tambah cacing di perut sudah demo dari tadi.
"Sorry Ca, gue duluan ya. Ayra udah nunggu gue, biasa lah dia nggak bisa jauh dari gue." Seru gue sambil menggaruk tengkuk yang tak gatal.
Gue melihat senyum pahit di raut wajah Alexa. Ya, kali ini gue berhasil membuat Alexa kesal.
"Wait Di!" Sahut Alexa sambil mencekal pergelangan tangan gue.
"Forgive me please?" Pinta Alexa dengan muka yang memelas.
"Oh, Come on Ca! That's the past. Let it be!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Happier Than Ever [COMPLETED]
Storie d'amoreDia yang kupercayai sebagai pemilik hati ini seutuhnya. Namun dia juga yang menghancurkanku hingga menjadi butiran debu. Melupakan memang takkan pernah mudah. Merelakan yang pernah ada, menjadi tidak ada adalah kerumitan yang belum tentu dia tahu ra...