Semua persiapan untuk soft opening sudah rampung 90%. Sisanya tinggal bagaimana eksekusi saat acara berlangsung. Semalaman Ayra tidak bisa tidur memikirkan apakah acaranya berjalan dengan lancar atau ada hambatan.
"Ay?" Kemal berdiri di daun pintu karena melihat Ayra yang sedang bercermin.
Ayra hanya berdeham. Wanita itu sedang sibuk memoles wajahnya untuk menutupi kantung matanya yang menghitam. Semalam Anin, Della dan Kemal memutuskan untuk ikut menginap juga di kantor.
"Ada back up plan nggak buat pengisi acara? Kayaknya band yang Della undang nggak bisa dateng. Vokalisnya harus isolasi."
Deg!
Ayra berhenti memoles wajahnya. Apakah ini jawaban dari kegelisahan hatinya semalam? Ia menatap Kemal dengan wajah mode seriusnya.
Kemal mengangkat bahunya. "It's all out of control. Gimana? Lo ada solusi nggak, Ay?"
"Can you please leave me alone? I need more time to think." Kebiasaan Ayra saat sedang dihadapkan dengan masalah. Ia harus menyendiri untuk menenangkan pikirannya agar solusi yang ia ambil tepat dengan kepala yang dingin.
"Okay," Kemal meninggalkan Ayra sendiri. Ia paham sekali dengan kebiasaan Ayra yang satu ini.
Selang beberapa waktu, tiba-tiba saja pintu terbuka, menampilkan sosok yang selalu membuat perasaan Ayra damai. "Sayang!" Rama tersenyum sumringah. "Makan dulu yuk? Aku udah bawain bubur kesukaan kamu nih."
"Kamu makan duluan aja mas. Aku lagi pusing banget."
Rama menghampiri untuk mengecek keadaan wanitanya. "Kamu kenapa? Kurang istirahat ya?"
"Band yang buat ngisi acara nggak bisa dateng. Pusing banget aku harus nyari pengganti padahal acara 4 jam lagi mulai." Keluh Ayra sambil memijat pelipisnya.
"Inhale ... exhale ... sayang. Kamu tenang dulu, pasti ada jalan keluarnya kok."
Ayra memejamkan matanya sejenak, ia terus mengurut pelipisnya yang semakin terasa sakit. Sedangkan Rama tetap setia menunggu Ayra sambil duduk di samping wastafel membelakangi cermin. Membuat Rama leluasa memandangi wajah cantik Ayra.
Setelah beberapa menit Ayra berdiam diri, akhirnya ia membuka suaranya. "Mas?"
"Apa sayangku?"
Ayra menghampiri Rama, kini ia berdiri diantara kedua kaki Rama. "Kamu sayang nggak sama aku?" Tanya Ayra dengan wajah memelas andalannya.
Kurang pembuktian apa sih gue? Masih aja Ayra nanya gue sayang apa nggak sama dia.
"Kok kamu nanya gitu sayang? Sikap aku kurang nunjukin kalo aku sayang banget sama kamu ya? Bahkan aku cinta loh sama kamu."
Ayra menggelengkan kepalanya kuat, "Bukan sayang." Ia memainkan cincin yang berada di jari manisnya, "Kalo aku minta sesuatu, kira-kira kamu mau nurutin permintaan aku nggak?"
Jantung Rama berdegup dengan kencang. Ditambah ia melihat gerak-gerik Ayra yang mencurigakan karena terus memegang engagement ring-nya. "Kamu mau minta aku menjauh terus mutusin aku?" Tanya Rama dengan suara yang lemas.
Ayra membulatkan matanya. Ia mencubit paha Rama dengan gemas. "Kok kamu ngomongnya gitu?!" Nada Ayra sudah meningkat satu oktaf.
"Aawww! Sakit sayang." Rama mengaduh. Ternyata cubitan Ayra membuat kulit Rama terasa sedikit panas dan meninggalkan bekas kemerahan. "Ya gimana aku nggak negative thinking kalo sikap kamu aja kayak mau ninggalin aku."
Ayra mengecup bekas cubitannya tadi, "Maaf ya." Tangannya terus mengusap agar bekas kemerahan tersebut bisa menghilang.
"Ya Allah, kenapa ya kok bisa aku cinta sama orang yang galak kayak nenek sihir." Ucap Rama dengan muka yang memelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Happier Than Ever [COMPLETED]
RomansaDia yang kupercayai sebagai pemilik hati ini seutuhnya. Namun dia juga yang menghancurkanku hingga menjadi butiran debu. Melupakan memang takkan pernah mudah. Merelakan yang pernah ada, menjadi tidak ada adalah kerumitan yang belum tentu dia tahu ra...