27 - Tamu tak diundang

253 15 10
                                    

"Thank you, ya bang, lo udah nganterin gue belanja. Capek kan lo?" Ucap Ayra meledek Rama.

Mereka sudah berada di lift apartemen Ayra. Rama membantu membawakan barang belanjaan Ayra yang menggunung itu.

"Capek sih, iya. Tapi gue udah biasa, Ra. Gue suka nganterin mama belanja. Jadi yaaa, udah terlatih sih, gue."

"Seriously? Lo mirip Kemal deh. Anaknya family man banget. Pokoknya mama nomor satu." Ayra mesem mengingat sahabatnya itu.

Ck! Kemal, Kemal, dan Kemal!

Rama memutar bola matanya jengah. Ia tahu, jika Kemal sahabat Ayra, tapi mendengar namanya sering dibanggakan oleh Ayra membuat hatinya panas.

"Ya emang seharusnya gitu kan, Ra?"

"Nggak, bang! Mantan gue nggak kayak gitu. Gue nggak ngejelekin dia ya, tapi beberapa keburukan dia itu kadang bikin gue tutup mata aja gitu. Pas putus baru deh, nyadar." Ayra melirik sekilas ke arah Rama, sambil memencet kode apartemennya.

"Ah, welcome home! Ayok, masuk bang!"

Rama berjalan mengekori Ayra. Ia menyimpan semua barang belanjaannya di atas table bar.

Rama sudah duduk di stool dan melihat Ayra yang sibuk mondar-mandir merapikan barang belanjaan. "Lo nggak capek, Ra? Gue liat-liat tenaga lo nggak abis-abis deh."

Ayra mesem, "Kalo abis grocery shopping harus dilanjut food prep, bang. Kalo ditunda makin males gue."

"Ah, iya! Lo mau minum apa, bang? Sorry gue baru nawarin," Ayra menyengir kuda yang menampilkan gigi rapinya.

"Gampang, Ra, nanti aja."

"Lo ambil sendiri aja ya, bang? Anggap aja kayak rumah lo sendiri."

Rama beranjak dari stoolnya melirik barang belanjaan yang masih banyak. Ia berniat membantu Ayra.

Ayra melirik ke arah Rama sekilas, "Ih lo ngapain, bang? Udah lo duduk aja. Kasihan gue, liat lo kecapekan."

"Yaelah, lebay banget lo, Ra." Rama menghiraukan larangan Ayra, ia tetap memegang barang belanjaan Ayra.

"Nooo!!! Stop, bang! Udah, lo ajakin gue ngobrol aja!"

"Ngobrol apaan, Ra?" Tanya Rama dengan wajah polosnya.

"Ya, nggak tahu." Ayra mengedikkan bahunya.

"Bebas deh lo mau ngobrol apa, yang penting jangan marahin gue."

Rama terkekeh,

Sejahat itu kah, gue di mata Ayra?

"Apa rencana lo setelah lulus, Ra?" Tanya Rama sambil memasukan beberapa minuman ke kulkas.

"Hmm, no clue sih. Gue disuruh balik ke Semarang. Bantuin perusahaan bokap, tapi... gue nggak berminat sih kayaknya."

"Loh, kenapa? Kan enak tuh. Nggak usah pusing-pusing cari kerjaan." Rama terus menatap Ayra yang mondar-mandir seperti setrikaan.

"Justru itu, gue nggak mau. Mau nyari sendiri, berjuang sendiri. Tapi, mungkin gue nggak kerja deh."

Rama mengerutkan dahinya, "Why?"

"Gue maunya bikin lapangan kerja sendiri." Ayra tertawa getir,

Hening, tidak ada tanggapan dari Rama.

"Ketinggian banget ya, mimpi gue?" Ayra menggelengkan kepalanya sendiri saat suasana menjadi hening.

"Nggak, kok. Siapa bilang? Malah gue kagum sama pemikiran lo." Rama menatap Ayra serius. Ia terdiam bukan karena tidak suka, melainkan Rama terkagum dengan pemikirannya.

Happier Than Ever [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang