Steal my girl

241 8 56
                                    

Rasanya Ayra ingin menghempaskan tubuhnya saat sampai di Apartemen. Lelah. Kata itu lah yang menggambarkan kondisi Ayra saat ini. Hari ini, bertepatan dengan grand opening cabang ke dua The Hideout yang berada di gedung perkantoran milik calon papa mertuanya. Ia tidak pernah membayangkan jika usahanya akan berkembang sepesat ini.

"Aku sebenernya nggak ikhlas kalo kamu perform diliatin cewek-cewek mupeng. Tapi penampilan kamu itu yang paling ditunggu. Lumayan juga sih bisa nge-press budgeting kantor." Ucap Ayra yang sedang melepaskan stiletto dari kakinya.

"Udah biasa kok aku diobral sama calon istri sendiri." Balas Rama yang tak ingin berdebat.

Ayra memicingkan matanya ke arah Rama. "Kok kamu ngomongnya gitu, mas?"

Rama tertawa meremehkan, "Kamu pikir aku ikhlas lihat kamu sama Dion satu project?"

Ayra terdiam. Hubungan antara Ayra dan Dion memang sudah membaik. Ayra telah berdamai dengan masa lalu mereka. Memang Dion yang menggarap project kedua The Hideout, tapi perlu digaris bawahi itu semua berdasarkan permintaan Rama yang menyarankan agar project ini dipegang kembali oleh Dion.

"Mas," sahut Ayra setelah sekian lama terdiam.

Rama melengos, "Aku mau mandi dulu, lengket banget ini badan."

Harusnya Rama bisa tenang karena Dion sudah menikah dengan Alexa. Namun tetap saja ada sedikit percikan api cemburu. Rama masih bisa melihat tatapan cinta dari sorot mata Dion setiap menatap Ayra.

Ayra tak mau ambil pusing ia langsung bangkit menuju kitchen island menyiapkan makanan untuk Rama. Mungkin dengan cara ini mood Rama akan membaik. Seminggu ini memang emosi Rama sedang tidak stabil. Mirip Ayra saat tamu bulanannya itu akan datang. Untung saja Ayra memaklumi. Kalau tidak, pasti Apartemennya sudah berubah menjadi kapal pecah.

Ayra langsung berkomentar saat melihat Rama yang selesai mandi. "Mas, aku udah siapin makanan."

"Sayang, maaf ya aku harus pergi. Aku masih ada kerjaan yang belum selesai." Jawab Rama sambil mengibaskan rambutnya yang setengah basah.

"Harus sekarang banget? Kamu nggak mau makan sedikit mas?" Tanya Ayra dengan wajah penuh harapnya.

"Uhmm.. kayaknya nanti aja, aku bisa makan di luar kok sayang." Kini Rama sibuk memakai polo shirt-nya.

Ayra menghembuskan napasnya perlahan. "Sini aku bantu mas." Tawar Ayra.

"Nggak usah. Aku bisa kok sayang." Rama terkekeh.

Ayra semakin membatin. Biasanya Rama selalu senang saat Ayra membantu untuk merapikan pakaiannya.

"Kamu istirahat ya, pasti capek. Jangan nakal ya kalo aku tinggal." Ucap Rama sambil mengecup dahi Ayra.

Ayra hanya menganggukan kepalanya. Hampir saja buliran air matanya terjatuh. Walaupun Ayra telah berdamai dengan mantannya itu, tapi Ayra tidak pernah mau bertemu hanya seorang diri, ia selalu meminta Rama atau para sahabatnya untuk menemaninya bertemu dengan Dion.

Kenapa sikap Rama jadi berubah?

Apa mungkin ini adalah ujian menjelang pernikahan seperti yang dikatakan kebanyakan orang?

Atau ...

Ayra menepis semua pikiran buruk yang hinggap di kepalanya. Mungkin Rama sedang banyak masalah dengan pekerjaannya ditambah lelakinya itu sedang menempuh pendidikan program doktoral.

Pikiran Ayra sangat kusut malam ini. Ia menangis sambil menghabiskan makanan yang telah ia siapkan untuk Rama. Rasanya tidak pernah sesakit ini, karena tidak ada satu orang pun yang menolak masakan Ayra. Terlebih ini adalah Rama yang menolaknya. Rasa sakitnya berubah menjadi berkali lipat dan tidak bisa dijelaskan.

Happier Than Ever [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang