🙈AZ-19🙈

8K 1K 80
                                    

Sksksk, 200 vote 60 komen gas lagi!

><

Rion dan Zavina diminta datang ke sekolah karena kelakuan Aizen dan Laeryn.

Keduanya memang di skors selama 2 minggu, sementara Riyan tidak terkena masalah sama sekali.

Rion tampak santai saja pada Aizen, berbeda dengan Zavina yang sudah emosi terhadap putri satu-satunya ini.

Diperjalanan pulang, Laeryn dimarahi habis-habisan.

"Kenapa kamu selalu cari masalah, hah!? Kalau tadi murid itu mati gimana Laeryn, mau kamu masuk penjara!?" Laeryn diam, dia menunduk.

Selalu saja seperti ini, selalu saja dimarahin, Laeryn kan hanya membela Riyan saja, kenapa dimarahi lagi.

"Kamu dengar!? Kamu gak bisa ya kaya Riyan, dia pintar sampai bisa ikut olimpiade, kamu tuh tau nya buat masalah, nilai sekolah kamu saja gak lebih dari punya Riyan!"

Aizen jadi kasihan pada kekasihnya itu. "Mah, jangan marahin Laeryn kaya gitu, dia cuma belain Riyan yang diejek." sela Aizen kesal.

Dia tak terima, dia harus membela Laeryn mau bagaimana pun itu.

Zavina menatap Aizen tajam. "Kamu diam, Laeryn harus dihukum."

"Mah! Jangan gitu dong."

"Udah Ai, aku udah biasa." Laeryn memberikan senyum tipisnya, hukuman yang bagaimana sih, semua sudah Laeryn rasakan.

Zavina menggeram emosi, apa lagi yang harus dia perbuat pada anak gadisnya ini, agar dia berhenti membuat masalah.

"Kamu ntah kaya siapa, guna nya kamu lahir itu untuk apa sih." gerutu Zavina emosi, dia memang tak suka jika dipanggil ke sekolah seperti itu.

Dan dia selalu dipanggil karena ulah Laeryn, selalu Laeryn.

"Aku gak tau guna nya aku hidup untuk apa, aku juga gak minta di lahirin." balas Laeryn sinis.

Plak!

"VINA! KAMU KOK NAMPAR LAERYN SIH!?" Rion langsung memeluk Laeryn erat, sementara Aizen menatap Mamahnya penuh permusuhan.

"Apasih, mama keterlaluan!" sentak Aizen marah, kurang ajar sekali mamahnya ini, kenapa bisa menampar anaknya dengan mudahnya.

Kalau Riyan sampai tau, pasti dia akan merasa sangat bersalah.

"Udah pa, Lae udah biasa." Laeryn melepas pelukan Rion dan bertingkah seolah tak terjadi apapun.

Sudah biasa dijadikan samsak, sudah biasa dijadikan tempat pelampiasan emosi Mamahnya.

Nampaknya tunggu Laeryn mati dulu agar mamahnya ini berhenti menjadikan Laeryn sebagai tempat emosinya.

Mobil sampai di halaman rumah mereka, dengan cepat Zavina keluar dari mobil.

"Mah!" Aizen mengejar Zavina yang berjalan seraya menyeret paksa Laeryn.

BRAK!

Aizen tak bisa masuk, begitu sampai di dalam rumah, Zavina langsung menarik tangan Laeryn masuk ke ruangan yang tak Aizen tau.

Pintunya dikunci dari dalam, setelah beberapa lama Aizen bisa mendengar suara cambukan dan bantingan barang.

"Papah! Itu Lae nanti luka pa! Ini gimana sih!? Itu perempuan psikopat apa gimana!?" oceh Aizen panik.

Rion sudah menduga hal ini, sisi jahat Zavina masih tetap ada sejak dulu sampai saat ini.

"Bentar, Papa cari kunci nya dulu."

Aizen mengangguk, dia sendiri mencari kotak P3K, pasti Laeryn terluka, dan tugas Aizen sebagai kekasih yang baik adalah untuk mengobati nya.

...

Riyan merasa suasana rumah sangat sepi, dia baru saja pulang sekolah dan berharap disambut baik kakaknya.

Tapi kok malah sunyi begini.

"Bibik, dimana Kak Lae?" tanya Riyan pada Bik Irma.

Bik Irma menunduk pelan. "Nona Laeryn ada di kamarnya, dengan Den Aizen." jawab Bibik sopan kemudian pergi.

Riyan menggerutu kesal, dia berjalan cepat menuju kamar Laeryn yang ada di lantai 2.

"Sama Aizen mulu." gerutu Riyan kesal.

Dia mempercepat langkahnya, dia sampai di depan kamar Laeryn, dia hendak masuk tapi tertahan sesuatu.

"Sakit? Mau ke Dokter aja?"

"Enggak usah, rahasia in dari Riyan ya."

"Kenapa dia gak boleh tau?"

"Haha, Riyan gak pernah tau semua luka ini, luka yang mamah perbuat kalau lagi emosi, jangan sampai dia tau, nanti dia se-"

BRAK!

Aizen dan Laeryn tersentak kaget, mereka menoleh kearah pintu dan tentu saja mereka semakin kaget.

Riyan ada disana, menatap Laeryn dengan tatapan yang susah dijelaskan.

Riyan mengepalkan kedua tangannya saat melihat punggung Laeryn terdapat luka bekas cambukan.

"Riyan-"

Riyan berlari kearah Laeryn dan memeluknya pelan, dia menangis tanpa suara, sial, jadi Riyan seperti orang bodoh saja.

"Sst, jangan nangis dek."

"Hiks..huhuuu hiks.."

Aizen diam, dia akan membicarakan hal ini pada Papahnya, keterlaluan tapi dia tak bisa berbuat banyak.

Yang terpenting dia harus melindungi Laeryn kalau-kalau mamah mereka sedang dalam emosi yang tinggi.

Pasti sasarannya adalah Laeryn, pasti dan selalu akan Laeryn.

Padahal Laeryn ini putri satu-satunya, tapi dia dituntut untuk dewasa dan kuat diwaktu yang bersamaan.

Tak adil, selalu tak adil untuk anak perempuan.

Dituntut sempurna dan serba bisa, tanpa memikirkan fisik dan batinnya yang sudah lelah.

Kalau saja bisa, Laeryn sudah bunuh diri, tapi masih ada Riyan, Laeryn tak bisa meninggalkan adiknya itu di kejamnya dunia ini.

🙈🙈🙈🙈🙈🙈🙈🙈🙈🙈🙈🙈🙈🙈🙈Bersambung🙈

Childish Aizen [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang