12. Tentang Kehidupan Ayana

325 52 29
                                    

Hai?

Jam berapa kalian baca bab ini?

Bagaimana kondisi kalian hari ini? Baik, atau sebaliknya? Untuk yang sedang tidak baik-baik saja, semangat 'ya! Tetap bertahan, dan semoga besok lebih baik. Karena, beda hari beda cerita.

Jangan lupa, vote dulu, dan ramaikan tiap paragrafnya yaa!

Selamat membaca, dan semoga suka.

—Happy Reading—

U

dara pagi hari yang bercampur aroma wangi roti mulai tercium di hidung Ayana ketika ia memasuki halaman kedai Serenity. Ya, hari Minggu ini Ayana berencana untuk berkunjung ke sini, dan menemui seseorang yang menjadi alasannya untuk bertahan sampai saat ini. Di sana, Utami atau yang kerap disapa Bi Utami, si pelayan kedai sedang membersihkan meja dan bersiap-siap untuk mengeluarkan roti dari oven.

"Hai, Bi," sapa Ayana seraya tersenyum tipis.

Utami langsung membalas dengan senyuman hangatnya seraya menoleh ke arah Ayana tanpa menghampirinya. Langkah kaki Ayana menuju kepada seorang perempuan yang duduk di kursi kayu, tepatnya di samping etalase toko.

Namanya Laras, pemilik kedai Serenity, sekaligus ibu kandung Ayana. Perempuan dengan syal di lehernya itu tersenyum penuh arti. Ayana memeluk Laras sebentar, dengan senyum yang terukir di wajahnya ketika melihat mamanya baik-baik saja.

Senyuman yang jarang Ayana tunjukkan kepada orang lain itu, masih tercetak di wajahnya sampai Ayana berjongkok di depan Laras dan memegang kedua tangan hangat perempuan itu.

"Kamu ke mana aja? Dua hari nggak ke sini," ucap Laras kepada putrinya itu.

"Maaf ya Ma, Aya banyak urusan soalnya," balas Aya dengan nada halus.

Laras hanya membalasnya dengan senyuman hangat seraya balik menggenggam tangan Ayana yang terasa dingin. Mata keduanya saling memancarkan rasa sayang dan tidak ingin kehilangan.

"Mama baik-baik aja kan?" tanya Ayana memastikan.

"Mama baik-baik aja, kamu gak perlu khawatir, Ya."

"Gak ada yang nyakitin Mama kan?" tanya Ayana lagi. Laras spontan menggeleng pelan.

"Aya, Mama kangen sama Papa kamu, dan Kak Elara," ungkap Laras dengan nada pelan.

Untuk kesekian kalinya, Ayana tidak tahu harus berbicara apa setiap Laras membahas kedua orang yang berperan penting dalam hidup mereka. Karena, Tuhan lebih dulu mengambil kedua orang itu. Membawanya mengenal arti sebuah kehilangan, dan bagaimana rasa dari kehilangan itu sendiri.

Ayana memaksakan senyumnya, menatap teduh ke arah Laras untuk memberikan efek tenang kepada perempuan itu. Ayana tidak boleh terlihat lemah di depan Laras. Ayana tahu, bahwa hanya ia yang Laras punya sekarang, begitupun sebaliknya.

Bahkan saat Laras depresi karena kematian Elara, kakaknya, saat Ayana masih kelas 10, Ayana sendiri merasa terpukul meskipun saat itu, papanya juga berusaha menguatkannya. Dan saat Laras sudah sembuh, semesta kembali menjatuhkannya. Enam bulan yang lalu, Wijaya, papanya juga meninggalkannya untuk selama-lamanya. Dan itu semua, karena ulah si pembunuh misterius.

Dan saat itu adalah masa-masa terberatnya. Ayana sangat hancur waktu itu, di sisi lain, Ayana juga harus terlihat kuat dan menjadi tonggak untuk Laras. Saat Laras berada di titik terendahnya, Ayana selalu berusaha menjaga dirinya agar tidak hilang dan tetap ada bersama mamanya. Untuk membantu Laras menyembuhkan depresinya pun tidak mudah. Itu sebabnya, Ayana tidak masuk sekolah selama 2 bulan. Ayana merasa sendirian saat itu. Seperti terjebak pada lorong gelap, dan Ayana harus menemukan sendiri jalan keluarnya.

The Mysterious Killer (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang