25. Bendera Perang

225 39 7
                                    

HAI SEMUANYA!

JANGAN LUPA FOLLOW, VOTE, DAN KOMEN SEBANYAK-BANYAKNYA!!

*Tandai typo

—HAPPY READING—

Ayana memandangi dirinya sendiri lewat pantulan cermin. Ia menghela napas berat seraya membuang tisu di tangannya ke tempat sampah di dekatnya. Ayana tadi meminta izin kepada guru untuk ke toilet karena ia mimisan, lagi. Ayana sendiri tidak tahu penyebabnya. Tapi mungkin, ia hanya kelelahan. Apalagi, akhir-akhir ini ia tidak bisa tidur.

Ayana membalikkan badannya, hendak kembali ke kelas. Tepat saat di depan pintu, Ayana berpapasan dengan Nava yang terlihat ingin ke toilet juga. Gadis itu menampilkan ekspresi datarnya.

Ayana mencekal lengan Nava saat gadis itu hendak melewatinya. Nava menghentikan langkahnya dan menatap Ayana dengan menaikkan alisnya. "Apa?"

"Lo sadar sama kesalahan lo?" tanya Ayana. Tidak ada nada bersahabat dalam ucapannya. Tatapannya pun terlihat dingin.

"Kesalahan?" balas Nava seolah tidak mengerti apapun.

"Pembunuh," jelas Ayana membuat Nava terdiam.

"Lo sama Rezi yang bunuh papa gue, kalian juga bikin mama gue depresi. Kalian ngehancurin hidup gue," ucap Ayana dingin. Percayalah, ia sedang mati-matian menahan emosinya agar tidak meledak.

"Kalian juga bunuh Alia dan Bu Nilam."

"Satu lagi, kalian bunuh Tante Naura, bundanya Lea."

"Oh, apa masih ada lagi orang yang udah kalian bunuh?" lanjut Ayana tanpa takut.

Kali ini, Ayana tidak ingin diam. Sedangkan Nava, gadis itu tampak kaget. Namun, sebisa mungkin ia menetralkan ekspresinya. Nava sedikit mengangkat dagu seolah menantang Ayana.

"Iya, gue yang bunuh ayah lo. Yang lo ucapin bener. Tapi satu hal yang sama sekali gue nggak ngerti, siapa itu Tante Naura? Mamanya Lea? Gue bahkan nggak kenal dan nggak tau gimana wajahnya dia," balas Nava.

"Jangan pura-pura nggak ngerti," sentak Ayana.

"Gue emang nggak ngerti. Lo nggak usah sok tau. Sekarang lo udah tahu kan, terus apa yang mau lo lakuin? Mau laporin gue sama Rezi? Lo nggak punya bukti." Nava tersenyum miring di akhir kalimatnya.

"Oh ya, satu lagi, bukan gue yang bunuh Bu Nilam," lanjut Nava.

"Lalu siapa?" tanya Ayana tidak percaya.

"Mana gue tahu. Gue emang Mysterious Killer, tapi bukan berarti semua kejadian pembunuhan yang lo temui itu gue pelakunya. Gue nggak akan ganggu seseorang, kalo orang itu nggak ganggu gue duluan," jawab Nava ketus.

"Lo pikir gue bakal percaya sama lo?" sinis Ayana.

"Lo nggak main-main, gue juga nggak akan main-main," ujar Ayana pelan sebelum ia melangkahkan kakinya. Jelas sekali tatapan permusuhan di matanya.

Nava menatap Ayana yang mulai menjauh darinya. Tangan Nava mengepal mendengar ucapan Ayana. Tidak ia sangka, Ayana yang ia kenal sebagai gadis pendiam, berani berbicara seperti itu padanya. Nava telah melihat sisi lain dari seorang Ayana.

The Mysterious Killer (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang