17. Deretan Angka

292 48 10
                                    

Haii?

Mohon maaf baru up hari ini karena banyak kesibukan, hehe.

Jangan bosen nunggu cerita ini sampe selesai ya!

Jangan lupa follow dan vote dulu sebelum membaca, dan komen jika berkenan💙

Selamat membaca dan semoga suka.

—Happy Reading—


Sesuai perkataannya kemarin, sepulang sekolah Ayana ingin bertemu ayah Lea untuk membahas dan bertanya hal penting mengenai pembunuh misterius dan juga kematian ayahnya. Mungkin saja, ayah Lea bisa memberinya informasi agar Ayana kembali menemukan jalan untuk menyelidiki kasus pembunuh misterius ini.

Namun sebelum itu, Ayana pergi ke perpustakaan terlebih dahulu untuk mengembalikan buku. Sedangkan Lea, Raga, dan Kala sudah menunggunya di parkiran.

Koridor sekolah sudah mulai sepi ketika Ayana keluar dari perpustakaan. Ayana tetap berjalan tenang tanpa berpikiran buruk. Namun saat hendak menuruni tangga, Ayana berpapasan dengan Aldi yang berjalan berlawanan arah dengannya. Ayana menghentikan langkahnya di ujung tangga ketika Aldi mulai mendekatinya.

Aldi diam sejenak seraya menilai penampilan Ayana dari atas hingga bawah. Sedangkan Ayana menatapnya dengan tatapan malas. Aldi sekilas tersenyum smirk kepada Ayana yang hanya diam.

"Kemarin, lo dianter pulang ya sama Kala?" tanya Aldi dengan nada santai. Ayana tidak menjawabnya, tapi matanya tidak lepas dari Aldi yang menatapnya dengan tidak biasa.

"Atau jangan-jangan, tadi pagi lo juga berangkat sama dia?" lanjut Aldi yang masih tidak ditanggapi oleh Ayana.

"Ada juga ya, yang mau deketin lo."

"Wajar sih, Kala kan anak baru, jadi dia nggak tahu gimana dan siapa lo sebenernya. Setelah gue perhatiin, sifat lo juga berubah ya, beda sama yang dulu. Lo... lebih dingin." Aldi kemudian berdecak kesal karena Ayana sama sekali tidak menanggapi ucapannya. Ia tidak suka jika merasa diabaikan.

Perhatian Aldi beralih kepada lutut Ayana yang lecet karena kejadian kemarin. Namun sepertinya, luka itu telah diobati. Aldi berdecih pelan. Sebenarnya, Aldi memang sengaja menabrak Ayana dan membuat gadis itu terluka.

"Sakit, ya?" ucap Aldi dengan tatapan meremehkan.

"Sakit lo itu, nggak sebanding sama sakitnya gue, waktu Freya nggak ada," lanjut Aldi dingin, serta dengan tatapan yang mulai menajam.

Ayana memutar bola matanya malas, seraya menahan emosi di dadanya. Ia menatap ke arah lain. Ia tahu kemana arah pembicaraan Aldi. Sudah ia duga, kedatangan Aldi akan berhubungan dengan Freya.

"Gara-gara lo, hidup gue hancur. Gue nggak bisa baik-baik aja tanpa Freya!" ucap Aldi secara tidak langsung menyalahkan Ayana.

"Gue udah pernah ngasih penjelasan tentang kematian Freya, tapi lo sama yang lain nggak percaya," balas Ayana dengan nada datar.

"Jangan merasa paling tersakiti, karena bukan cuma lo yang kehilangan Freya. Gue yang lebih dulu kenal Freya, gue yang lebih tahu kehidupannya. Bagi Freya, lo nggak lebih dari sekedar temennya," ucap Ayana penuh penekanan.

Mendengar hal itu, hati Aldi semakin mendidih. Hanya mendengar kalimat Ayana yang terakhir, emosinya kembali memuncak.

Dengan sekali gerakan, Aldi mendorong Ayana sampai punggung gadis itu membentur tembok. Aldi mempertipis jaraknya dengan Ayana, seraya menatap gadis itu dengan tatapan dinginnya. Di depan anak-anak kelas, Aldi berpura-pura baik dengan Ayana. Namun seperti pada saat ini, sikapnya akan berubah 180 derajat.

The Mysterious Killer (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang