33. Hilang

184 33 8
                                    

—Happy Reading—

***

Ruangan itu terasa dingin. Raga menelan ludahnya sebelum mengatakan semua yang ia tahu kepada 3 orang di hadapannya. Lea, Laras, dan Artika menatap tidak sabaran kepada Raga yang terlihat ingin mengatakan sesuatu.

"Nak Raga, kamu mau bicara apa? Ayo kasih tahu kami," Laras tersenyum tipis.

Raga menghela napas pelan. "Jadi, sejauh ini Raga sama Kala udah tahu banyak hal tentang Mysterious Killer dan semua peristiwa pembunuhan yang menimpa orang terdekat kita."

"Yang pertama, sosok dibalik Mysterious Killer memang Nava dan Rezi, teman sekelas Raga. Lalu, yang membunuh Tante Naura, atau bundanya Lea itu namanya Aldi. Dia pembunuh bayaran yang disuruh sama Om Arzan buat ngelakuin hal kejam itu," jelas Raga membuat Laras dan Artika terkejut setengah mati. Lain dengan Lea yang memang telah mengetahui lebih dulu.

"Dan tentang kematian ayahnya Ayana, itu bukan karena bunuh diri. Bu Laras, suami Ibu dibunuh oleh Aldi, yang juga disuruh sama Om Arzan." Raga menatap Laras yang masih terdiam.

"Kenapa Arzan tega ngelakuin itu? Apa salah suami saya?" tanya Laras bingung.

Raga menggelengkan kepalanya seraya menghela napas berat. "Raga nggak tahu, Bu."

"Tunggu, suaminya Bu Laras pengacara, bukan? Pak Wijaya?" tanya Artika tiba-tiba.

Laras mengangguk membenarkan.

"Sepertinya saya tahu penyebab Arzan menyuruh Aldi untuk membunuh Pak Wijaya. Waktu itu, Arzan terlibat kasus hukum karena karena Pak Wijaya melaporkannya ke pengadilan atas tuduhan korupsi. Saya tahu kalau tuduhan Pak Wijaya memang benar. Mungkin, karena takut semuanya terbongkar, Arzan menyuruh pembunuh bayaran untuk membunuh Pak Wijaya agar semuanya tidak ada yang bocor," ujar Artika membuat semuanya terkesiap.

Laras sedikit menunduk untuk menutupi kesedihan yang terpancar dari kedua matanya. Tangannya saling menggenggam kuat di atas paha. Lea yang menyadarinya segera mengusap pundak wanita itu.

"Sekarang suami saya di mana?" tanya Artika.

"Tadinya Pak Arzan menculik Lea, entah apa tujuannya. Saya berhasil menghadang di tengah jalan. Tapi, tiba-tiba Pak Arzan diserang dari jauh. Beberapa bagian tubuhnya terkena tusukan pisau, Bu. Saya nggak tahu siapa yang melakukannya. Tapi saya menduga kalau itu Mysterious Killer," jawab Raga dengan nada pelan.

"Terus keadaannya gimana sekarang?" tanya Artika tampak khawatir.

Raga terdiam sebentar. "Saya baru dapat kabar dari teman saya, kalau Pak Arzan sudah dibawa ke rumah sakit dan dinyatakan meninggal beberapa menit yang lalu."

Artika menutup mulutnya, tidak menyangka. Arzan memang telah membencinya, tapi jauh di dalam lubuk hatinya, Artika masih menganggap laki-laki itu bagian dari hidupnya.

"Sekarang Ayana sama Kala di mana?" tanya Laras yang teringat kepada putri kesayangannya itu.

"Kala baik-baik aja. Tapi... saya nggak tahu Ayana di mana. Dia tadi sempat ikut Kala ke pelabuhan buat nolongin saya yang dihajar sama Aldi, tapi sekarang Ayana hilang nggak tahu ke mana. Kala lagi berusaha buat nyari Ayana. Bu Laras tenang aja ya, saya yakin Kala pasti bisa nemuin Ayana," jawab Raga panjang lebar.

Laras merasa pasokan udara di sekitarnya berkurang. Ia susah payah menghela napas panjang. Rasa khawatirnya terus menggebu sejak tadi.

"Ada satu hal lagi yang mau saya sampaikan," ucap Raga membuat semua menoleh ke arahnya.

"Tentang kematian kakaknya Ayana, saya dan Kala sudah tahu pelakunya. Kak Freya ternyata dibunuh juga oleh Aldi, karena waktu itu Kak Freya tahu kalau Aldi itu pembunuh bayaran."

Laras menyandarkan punggungnya ke sofa. Matanya terpejam seraya menghela napas berat. Semua ini terlalu berat dan sakit untuk diterima. Dan yang terpenting, Laras tidak ingin kehilangan putri satu-satunya yang ia punya sekarang.

***

Kala mendudukkan dirinya di tepi sebuah kapal besar yang bertengger di pinggir dermaga. Rambutnya tertiup angin malam yang lumayan kencang. Suhu udara yang dingin sama sekali bukan masalah bagi cowok itu. Matanya menatap kosong ke arah air yang menampakkan bayangan dirinya yang tampak lelah. Suara sirine mobil polisi telah hilang, dan tinggallah dirinya sendiri di sana bersama sepi.

"Lo di mana sih, Na?" gumaman itu keluar begitu saja dengan putus asa.

Kala telah mengelilingi pelabuhan, tetapi matanya tak juga menemukan sosok yang ia cari. Kala menaruh curiga kepada Rezi dan Nava. Namun, Kala tetap tak bisa berbuat apa-apa karena mereka berdua tidak aktif saat Kala hubungi.

Kala menggoyangkan kakinya yang tergantung. Keringat menetes dari dahinya. Setidaknya, polisi telah berhasil menangkap pembunuh bayaran yang sering meresahkan banyak orang. Meski telah mengetahui kabar tentang Arzan yang meninggal, Kala tak tahu mengapa dirinya terlihat biasa saja seolah laki-laki itu bukan siapa-siapa. Pikirannya hanya terpusat pada satu orang.

Ayana Candranala.

Kala yakin berita tentang Ayana yang hilang telah disebarkan oleh pihak kepolisian.

Kala memang berharap semua masalah ini akan selesai. Namun Kala tidak pernah berharap hubungannya dengan Ayana akan selesai sampai di sini. Kala masih ingin bertemu dengan gadis itu.

Sungguh.

***

Mereka beradu tatapan tajam. Kala tidak pernah menghilangkan ekspresi dinginnya sejak berhadapan dengan dua orang di depannya ini. Rezi dan Nava. Kala sendiri yang menemui mereka berdua di rooftop tanpa rasa takut meski ia tahu bahwa yang sedang berhadapan dengannya adalah Mysterious Killer.

"Ayana di mana?" tanya Kala.

Rezi menaikkan sebelah alisnya. "Mana kita tahu? Bukannya lo yang deket sama dia?"

"Jangan coba-coba sembunyiin Ayana." Kala berucap demikian. Nadanya tak main-main.

Nava menghela napas kesal. "Apaan sih lo? Dateng-dateng nanyain Ayana, nuduh kita nyembunyiin Ayana, nggak jelas banget lo!" sinisnya.

Kala diam-diam mengepalkan tangannya erat. Ia benci orang-orang yang suka berbohong.

"Gue tahu Ayana dinyatakan hilang semalam. Gue juga tahu kalau Aldi udah ditangkep polisi. Tapi hilangnya Ayana waktu penangkapan Aldi semalam, nggak ada sangkut pautnya sama kita. Oke kalau lo nganggep kita pembunuh, orang jahat, tapi kita bukan orang yang nyulik Ayana seperti yang ada di pikiran lo." Rezi menjelaskan seraya menahan emosinya. Wajar kalau Kala menuduh mereka berdua, karena memang selama ini yang menginginkan Ayana tiada, yang membenci gadis itu, memang mereka—Mysterious Killer.

Kala maju satu langkah. Dagunya sedikit terangkat mendengar ucapan Rezi. "Memangnya siapa lagi?"

Rezi berdecih pelan. "Kalo lo nggak punya kemungkinan lain siapa pelakunya, bukan berarti lo bisa nuduh kita seenaknya."

Kala mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia lelah, energinya hampir habis untuk menanggapi dua orang penuh drama di hadapannya itu.

"Oke. Jangan salahin gue kalo semua orang tahu apa yang udah kalian lakuin. Selama Ayana belum ditemukan, jangan pernah berharap bisa hidup tenang."

Kala melangkahkan kakinya setelah mengucapkan kalimat penuh penekanan itu. Tak peduli dengan Rezi dan Nava yang menahan kesal. Kala akan memastikan mereka berdua mendapatkan balasan atas nyawa-nyawa yang telah mereka hilangkan.

***

Spam for next!

Mohon maaf karena updatenya lama, jangan pernah bosan buat nunggu yaa.

Aku mohon dukungan kalian, cerita ini bakal kuusahakan untuk selesai. Sabar ya, karena aku juga punya kesibukan lain.

Oh iya, follow akun Instagram @awannyalangitt buat dapetin info tentang karya-karyaku yaa🙏🏻

See you next part!

Terima kasih atas atensinya💙

Salam hangat, Awan ☁️

The Mysterious Killer (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang