16. Dua Orang dalam Satu Nama

293 47 4
                                    

Hai, apa kabar?

Gak bosen nunggu cerita ini kan?

Jangan lupa vote dulu, dan silakan koment yaa!

Selamat membaca dan semoga suka.

—Happy Reading—


Untung saja, malam ini langit di hiasi bulan serta bintang yang ikut menerangi gelapnya malam. Ayana, Lea, Kala, dan Raga sudah berdiri di depan pintu gerbang yang sudah tertutup sempurna dan terkunci tentunya. Lea sedikit merinding melihat keadaan sekolah yang teramat sepi dan minim pencahayaan karena mungkin pengurus sekolah tidak menghidupkan seluruh lampu di SMA Gemintang.

Lea menatap tingginya gerbang yang berdiri tegak seraya menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Ini gimana caranya kita masuk?" tanya Lea bingung.

Ayana melirik Lea sekilas. Kemudian, ia mendekati gerbang dan menaiki satu persatu bagian gerbang yang bisa menjadi pijakannya. Tidak butuh waktu lama, Ayana mendarat di tanah dengan sempurna.

Raga melongo melihat Ayana yang begitu lihai dan gesit dalam memanjat pintu gerbang. "Dia cewek bukan sih?" ucap Raga spontan, dengan nada pelan yang tidak didengar oleh Ayana.

Ayana melirik ke arah motor Raga dan Kala yang terparkir tepat di depan gerbang. "Oh ya, lebih baik motor kalian pindahin aja. Kalo ada satpam atau orang lain yang liat, kita bisa ketahuan ada disini," ucapnya demikian pada Raga dan Kala.

Setelah memindahkan motornya ke belakang sekolah, Kala ikut memanjat pintu gerbang dengan mudah. Ia berdiri di samping Ayana seraya menatap Lea yang memanjat dengan hati-hati dan dibantu oleh Raga.

Setelah mereka berempat berhasil melewati pintu gerbang, mereka melanjutkan langkahnya, menyusuri area sekolah lebih dalam. Raga menyalakan senternya untuk membantu menerangi perjalanan mereka.

"Kita kemana sekarang?"

"Langsung ke rooftop aja," Ayana menjawab pertanyaan Raga dengan mata yang melirik sekitar dengan waspada. Entah mengapa, ia merasa ada orang lain selain mereka berempat di sekolah ini.

Saat hendak menaiki tangga, Ayana yang berjalan paling depan tiba-tiba berhenti. Kala, Lea, dan Raga di belakangnya pun ikut berhenti.

"Kenapa, Na?" tanya Lea heran.

Ayana tidak menjawab pertanyaan Lea. Ia menengokkan kepalanya secara perlahan ke arah samping atas. Matanya menyipit kala melihat sosok berjubah hitam sedang berdiri di lantai dua dan sedang memperhatikan ke arah mereka. Jubah hitamnya itu sedikit berkibar karena efek dari angin malam yang sedikit kencang. Refleks, Kala, Lea, dan Raga mengikuti arah pandang Ayana. Raga dan Lea membulatkan matanya kaget. Lain dengan Kala yang hanya biasa saja karena memang sudah merasa ada yang mengawasi sedari tadi.

"Tenang, dia nggak bisa nyerang kita pake pisaunya itu, kecuali..." Ayana menggantungkan ucapannya, membuat Lea menatap Ayana dengan penasaran sekaligus panik.

"Kecuali kalo dia bisa nyerang dari jarak jauh," sambung Kala dengan nada cepat.

Prang!

Tepat setelah mengucapkan kalimatnya, Kala menarik mundur tubuh Ayana karena sebuah pisau melesat cepat ke arah Ayana. Beruntung, karena tindakan cepat Kala, Ayana selamat dan pisau itu membentur besi pembatas tangga.

"Kan, baru aja Kala ngomong," gumam Raga tanpa melepaskan tangannya dari tangan Lea seraya melindungi sahabatnya itu.

"Gue harus dapetin kamera itu malam ini juga," ujar Ayana sebelum berlari menaiki tangga.

Mau tidak mau, Kala, Lea, dan Raga akhirnya mengikuti Ayana sebelum kehilangan jejak. Di lantai 2, tepatnya di depan perpustakaan, si pembunuh misterius muncul dan menghalangi langkah Ayana.

The Mysterious Killer (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang