Mattea

411 67 10
                                    

" Rey kenalin ini Mattea Chad, sahabat gue sekaligus partner kerja gue di Agency ** "

Azella mengenalkan teman sekaligus rekan kerjanya pada Reybong. Mattea memiliki paras cantik dengan mata yg begitu indah. Tak salah jika memang dia seorang model majalah ternama di New York.

" Hallo gue Mattea, Gue udah liat sih hasil kerja Lo kemarin dan itu bikin gue gak sabar untuk pemotretan sama Lo "

" Kalau modelnya cantik gini sih, gampang banget "

Candaan Rey membuat Mattea tersipu malu..

" Yaudah Rey gue balik kerja dulu ya, Lo sama Mattea bisa ngobrol - ngobrol dulu, pendekatan sebagai partner kerja "

Azella tersenyum lalu masuk kedalam kantor..

" Pemotretan masih dua jam lagi, gimana kalau sekarang kita ngopi dulu? " Ajak Mattea

" Kebetulan sih, pagi ini gue belum ngopi. Yaudah yuk.. "

Rey berusaha untuk berteman baik dengan lingkungan barunya. Dia juga berharap semua akan mempermudah pekerjaan yg saat ini sedang dia jalani.

Begitu tiba di tempat ngopi, mereka langsung memesan dua gelas kopi panas..

" Lo berapa lama jadi photographer? " Pertanyaan itu muncul dari bibir tipis Mattea..

" Emm, baru sih kalau dibilang kerja. Gue cuma hobby foto aja Matt, gak pernah diseriusin.. tapi kemarin temen gue kasih info soal lowongan pekerjaan di Majalah *** pas gue daftar ternyata diterima, ya Alhamdulillah dong.. "

" Eem.. Oke! Semua berawal dari hobby ya.. gue juga belum lama jadi model. Berawal dari narsis sih.. " Tawa Mattea terdengar nyaring..

" Lucu amat Lu! " Rey ikut tertawa..

Mereka banyak ngobrol tentang pribadi masing - masing. Rey juga tau bahwa Mattea kuliah ditempat yg sama dengan Sandrinna, dan empat bulan lagi kuliahnya selesai..

" Kalau udah lulus, Lo mau tetep disini atau balik? "

" Gue sih pengennya disini, melanjutkan karir tapi belum dipastikan juga, kan orang tua gue juga di Bali.. mereka selalu minta gue balik ke Indonesia "

" Berat sih pasti jauh dari anaknya lama - lama, apalagi cantik begini kan " Puji Rey untuk kesekian kali..

" Daritadi muji mulu, Lo gak minta gue bayarin Kopi Lo kan? "

Rey kembali tertawa, dia menemukan sesuatu yg baru ketika berbincang dan mengenal Mattea..

***

Sandrinna mulai fokus lagi pada kuliahnya. Badan terasa sangat lelah, dan sakit. Namun semua tanggung jawabnya harus dia selesaikan..

" Menyerah itu hanya untuk pecundang.. dan itu bukan gue! Seberat apapun, gue harus terus maju "

Tekadnya dalam hati sudah bulat, apapun yg terjadi dia harus menyelesaikan kuliahnya empat bulan lagi..

" San.. "

Yoshi berlari mengejar Sandrinna yg hampir masuk kedalam gerbang Universitas..

" Lo ngapain disini? " Mata Sandrina melirik kekanan dan kekiri, takut jika Rey juga ada disana..

" Gue bawain Lo susu coklat panas, Semangat ya kuliahnya "

" Lo baik banget sama gue " Sandrina menerima pemberian Yoshi..

" Gue kan sahabat Lo, dan sampai kapanpun gak ada yg bisa memutus ikatan itu.. Gue akan selalu ada dibelakang Lo San.. "

Ucapan Yoshi terdengar begitu tulus. Sejak dulu, Yoshi tidak pernah menyakiti dan membuat Sandrina kecewa, kecuali ketika dia pergi tanpa pamit saat orang tuanya pindah ke Kampung karena bangkrut..

" Makasih banyak ya, memang disaat seperti ini gue butuh banyak dukungan. Gue udah kangen banget sama Mama dan Kak Sat, tapi belum bisa balik "

" Jangan sedih, semua akan indah pada waktunya koq San.. "

Yoshi memberikan senyuman terbaiknya, membuat Sandrina juga ikut tersenyum karenanya..

" Yaudah gue masuk ya, sekali lagi makasih susu coklat nya "

" Iya sama - sama.. Semangat Sandrinna "

Setelah Sandrinna masuk, Yoshi tiba - tiba bersedih..

" Kenapa Lo harus hidup dalam beban besar seperti ini San? Lo harus kuliah, ngurus Apartemen, ngurus Rey yg sakit juga.. bukannya itu tugas keluarga Rey ya? Kenapa harus Lo yg nanggung semuanya sendirian "

Yoshi mengambil handphone, dia menelfon Winata.. Ibunya yg kini sudah kembali ke Indonesia..

" Bu, aku mau Ibu melakukan sesuatu untuk Sandrinna.. "

***

Winata mengerti apa yg anaknya mau. Dia juga prihatin ketika mendengar semua cerita tentang Sandrina di New York. Tak seharusnya Sandrina berkorban sebesar itu untuk Reybong..

Tak lama setelah Yoshi menelfon, Winata segera mendatangi Linda di Resto SanMichi..

" Minum dulu Mbak, kopinya.. " Linda selalu ramah seperti biasanya..

" Terimaksih Dek Linda, kedatangan saya menemui kamu karena ada hal penting yg harus dibicarakan "

" Tentang apa ya Mbak? "

" Yoshi meminta kamu dan Satria untuk ikut bersama saya ke New York. Sandrinna rindu dengan kalian berdua.. "

Linda sedih mengingat hatinya juga sangat merindukan Sandrinna.

" Saya juga rindu dengan dia Mbak, tapi gimana dengan Resto? Saya tidak mungkin berangkat bersama Satria "

" Kalau begitu, biar Satria disini mengurus Resto selama kamu di New York. Kamu harus tau bahwa Sandrina disana menderita Dek.. "

" Maksud Mbak? "

" Dia itu belum menikah dengan Rey kenapa seolah dia sudah menjadi istri.. tinggal satu atap dengan Rey , membereskan Apartemen, mengurus Rey yg sakit keras, belum lagi tugas kuliah yg menumpuk. Saya heran dengan Ibunya Rey , koq bisa anaknya dilepas jauh begitu padahal sakit - sakitan, merepotkan orang lain pula "

" Mbak, masalah Sandrina tinggal dengan Rey itu memang keinginan Saya. Saya lebih nyaman kalau Sandrina tidak sendirian, dan untuk urusan merawat, Sandrina sendiri yg mau Mbak "

" Ya Saya tau, namanya sayang ya pasti mau Dek, tapi apa harus sampai segitunya? Kamu gak kasian sama anak Kamu? Yasudah, saya juga tidak ingin debat, intinya kamu harus ikut dengan saya ke New York "

Linda tak menjawab dengan ucapan. Dia hanya mengangguk mengiyakan apa yg direncanakan oleh Winata.

Linda tau, Wina sayang dengan putrinya. Meskipun terkadang ucapannya menyakiti hati, namun Winata adalah orang yg selalu memikirkan kebahagiaan Sandrina dan keluarganya..

" Saya pulang ya Dek, mau urus berkas untuk keberangkatan. Oh iya, Yoshi minta jangan dulu kasih tau Sandrinna, biar jadi kejutan.. "

" Iya Mbak, sekali lagi terimakasih.. "

Winata mengangguk lalu pergi..
Linda termenung, dia memikirkan apa yg Winata ucapkan tadi.. memang tak seharusnya Sandrina mengalami semua ini. Bebannya memang berat, apalagi mengurus orang yg sakit keras..

Linda tak bisa berbuat banyak, dia harus bertemu langsung dengan putrinya untuk membicarakan semua itu..

Terlahir Mencintaimu ( Takdir yg Memilih )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang