Bonus Chapter

646 67 13
                                    

***

Pria dengan hoodie hitam serta koper ditangannya keluar dari bandara, senyumnya tak berhenti merekah sejak tadi. Suasa ini terasa sedikit asing bagi pria itu. Setelah satu tahun lebih dia meninggalkan tempat kelahirannya, akhirnya ia kembali.

"BUMI!" teriak seorang laki-laki yang tak lain adalah Juna.

Juna berlari memeluk Bumi, "Gue kangen."

Bumi membalas pelukan Juna, "Sama, Bumi gak terbiasa sendiri. Walaupun ada om Cahyo, tapi tanpa bang Juna, Bumi kesepian. Ya, walaupun bang Juna juga sering telpon Bumi, nengokin Bumi 2 bulan sekali, tapi rasanya beda karena kita gak ketemu setiap hari."

"Oh, iya, Ayah mana?" tanya Bumi yang tak melihat keberadaan Ayahnya.

"Ayah nunggu di rumah, gue yang pengen jemput lo sendiri. Males gue sama ayah, sepanjang jalan pasti ngobrolin tentang bisnis, bisnis, bisnis. Bosen gue dengernya, lo gak tau selama lo gak ada di rumah gue gak ada temen ngobrol tau, mau ngajak ngobrol ayah, yang di obrolin gak jauh dari bisnis."

"Oh, iya, Om Cahyo mana?" tanya Juna.

"Kebelet pipis, bentar lagi ke sini kok," jawab Bumi.

"Kabar bang Satya, Teguh sama Kai gimana? Dan tentunya gimana kabar bang Juna sendiri?"

"Gue gak baik-baik aja, cape aja gatau kenapa. Padahal seharusnya gue bersyukur punya adik kayak lo, punya saudara sekaligus sahabat. Tapi, kenapa rasanya gue selalu ngerasa kalau gue itu sendiri, gue kesepian."

"Lo tau sekarang Satya jauh lebih cerewet, kerjaannya marah-marah mulu. Tapi, gue kaget banget pas tau Satya pacarana sama Lili, padahal mereka gak akrab kan?" Juna mulai bercerita.

"Terus bang Juna sendiri sama Kak Naya gimana?" tanya Bumi.

Juna langsung diam dan memasang wajah cemberut, "Keduluan Wisnu, dia udah jadian sama Wisnu minggu kemarin."

Bumi tertawa sambil memukul pundak Juna, "Hahaha... kasian banget sih kakak gue."

"Udahlah, gue lagi gatal."

"Apaan gatal?" Bumi mengerutkan alisnya tak faham.

"Galau brutal."

Tawa Bumi semakin pecah, kakaknya ini sekarang sudah menjadi spesies sad boy, "Heran gue, padahal lo punya banyak cewe alias playboy, tapi kok dapetin hati kak Naya aja gak bisa."

"Stt diem ah, males gue." Juna meletakan jari telunjuknya di bibir Bumi agar diam.

"Oke lanjut ya, Kai sama Teguh paling sering main ke rumah bareng si Caca, dia malah sering nginep gara-gara om Jimi yang nginep nemenin ayah."

"Yena gimana?"

"Baik kok, gue bersyukur dia temenan sama Raya yang selalu jagain dia. Gue sadar gue kurang perhatiin Yena. Walaupun Yena bukan adik kandung gue, tapi dia tetep keponakan ayah yang tentunya udah harus gue anggap sebagai adik gue sendiri. Lo tahu, gue sedih banget waktu gue tahu Yena sering pergi ke penjara buat ngunjungin ayahnya sama kakaknya, walaupun mereka berdua udah berbuat jahat sama Yena tapi Yena tetep sayang sama Ayahnya. Itu bikin gue sadar, walaupun dulu ayah sering banget ngelakuin kesalahan tapi gue gak bisa benci dia, gue harus tetep sayang sama Ayah."

Bumi tersenyum mendengar ucapan Juna, tak terasa air matanya juga menetes. Semua kejadian yang mereka lewati benar-benar memberikan pelajaran berharga untuk mereka.

"Om mau nangis, Juna ternyata udah gede."

Juna menengok ke samping dan memegang dadanya terkejut, sejak kapan pamannya berdiri di sampingnya.

Way Home : TXT [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang