Haechan menangis sejadi-jadinya, seperti anak kecil yang sedang menangis, Haechan tidak memperdulikan jika tangisannya dapat didengar orang dari luar ruangannya. Jeno hanya bisa mengelus pelan kepala Haechan, menemaninya menangis seperti itu. Keputusan Haechan untuk tidak menghadiri pernikahan itu, menandakan dirinya masih berharap dan memperjuangkan cinta pertamanya itu.
Haechan masih belum bisa lepas, Haechan masih belum bisa merelakannya, karena itu Haechan memilih untuk diam dan pergi menjauh. Haechan tidak ingin jika ia menemui Mark, hanya kebencian yang ia torehkan di pernikahan sahabatnya itu, karena itu Haechan selalu menghindar untuk bertemu dengan Mark, karena ia ingin bertemu dengan sahabatnya itu seperti dulu, dengan senyuman dan kebahagiaan, bukan air mata kan kesedihan
" Kau sudah melakukan yang terbaik....kau hebat.... kau pasti bisa berjuang"
Hibur Jeno masih setia menemani Haechan yang menangis sejadi-jadinya.
.
.
.
.
Haechan hanya menatap kosong ponselnya yang sedari tadi bergetar, beberapa kali Haechan mencoba untuk tidur tapi percuma saja, pikirannya selalu teralihkan pada ponselnya. Besok adalah hari pernikahan Mark, karena itu sedari tadi Mark menghubungi Haechan. Mengangkat panggilan itu hanya membuatnya semakin sakit hati, Ia masih belum rela.
Jeno mengetuk pintu kamar Haechan, sudah 2 tahun lamanya Jeno dan Haechan tinggal bersama, alasannya Haechan terlalu malas membeli kendaraan dan Jeno terlalu malas untuk memasak. Dan kebetulan sekali, Jeno memiliki mobil dan Haechan adalah jagonya memasak, simbiosis mutualisme, begitulah kata mereka, terlebih lagi uang sewa mereka menjadi lebih murah.
" Tidak kau angkat?" Tanya Jeno sedangkan Haechan hanya menggelengkan kepalanya.
" Benar benar ingin mengakhirinya?" Tanya Jeno lagi
Haechan menyembunyikan wajahnya pada meja kerjanya Haechan ingin mengakhirinya, tapi Mark selalu menarik dirinya kembali. Haechan sudah berusaha sejauh mungkin untuk menghindar, mengabaikan pria itu tapi tetap saja Mark selalu hadir dalam kehidupannya. Seolah Mark tidak rela Haechan menjauh darinya.
" Aku sudah menjauh darinya....aku sudah melupakannya...aku bahkan berusaha untuk tidak mencintainya! Tapi kenapa dia selalu menyeret ku!" Kesal Haechan masih merebahkan kepalanya
" Kau benar benar ingin mengakhirinya?" Haechan mengangguk
" Tidak menyesal dengan keputusan mu?" Haechan kembali mengangguk
" Baiklah akan ku bantu...."
Haechan mengadahkan kepalanya, tidak mengerti dengan ucapan Jeno, sedangkan anak itu hanya tersenyum dan mengambil ponsel Haechan yang masih berdering.
" Yak! Apa yang kau lakukan?!" Protes Haechan dan berusaha merebut ponselnya dari tangan Jeno
" Jika kau sudah menghindar...jika kau sudah melupakannya...jika kau sudah membuang rasa itu....maka orang ini juga harus tau bahwa dia bukan segalanya bagimu"
" Tapi it-"
" Shhht!"
Jeno menutup mulut Haechan dengan tangannya dan mengangkat panggilan itu.
" Akhirnya kau mengangkatnya...."
" Uhm...maaf ini dengan siapa ya? Haechannya sudah tidur..."
" Huh?Haechan-ah? itu bukan kau...siapa kau?! Dan seharusnya ini malam disana bukan? Kenapa ponsel Haechan ada padamu! Kenapa kau bisa dirumah Haechan?!" Panik Mark
YOU ARE READING
[COMPLETED] Replaced || Markhyuck
FanfictionHaechan selama ini hidup dengan sangat bahagia, dengan kedua orang tuanya dan sahabat terbaiknya Mark. Selama hidupnya Haechan tidak pernah merasa sendiri ataupun dicampakkan karena orang-orang disekitarnya selalu menyayanginya, memberikan kasih sa...